Part 31

18.4K 1.2K 36
                                    

"Hati-hati ya Mas."

Naysa mengecup punggung tangan Gama saat sang suami akan berangkat ke kantor. Setelah seminggu lamanya mereka menginap di rumah Bunda Hani, pasangan suami istri itu kembali tinggal ke rumah mereka. Kepergian Almarhum Ayah Lukman ternyata tidak membuat Bunda Hani terlarut-larut dalam kesedihan. Bunda dari Gama itu sudah ikhlas sepenuhnya. Selain tidak ingin kedua putra dan menantunya khawatir juga merepotkan, Bunda Hani tidak ingin dirinya jatuh sakit. Sedih boleh tapi berlarut-larut dalam meratapi kesedihan itu tidak baik.

"Nanti siang aku pulang. Makan siang sama kamu di sini," kata Gama setelah mengecup lembut kening Naysa.

Hati Naysa senang bukan main mendengarnya. Jarang, bahkan nyaris tidak pernah Gama pulang dari kantor saat jam makan siang.

Informasi dari para karyawan di kantor sang suami, Naysa jadi tahu jika biasanya Gama makan siang di resto depan kantor setelah sholat zhuhur. Atau makan di ruangan setelah sholat berjamaah di salah satu ruangan yang sengaja disediakan untuk tempat sholat jadi bagi semua karyawan kantor yang beragama Islam tidak ada alasan untuk meninggalkan sholat dhuhur meski sedang di kantor.

"Mas pulang? Kalau mau aku antar makan siang ke kantor juga nggak papa kok Mas. Insya Allah aku bisa antar."

Naysa bisa masak, pandai malah. Tapi, sejauh usia pernikahan mereka yang belum berusia 3 bulan ini terlebih setelah Ayah Lukman meninggal dunia, Gama yang lebih sering berdiri di depan kompor, menyiapkan makan untuk mereka berdua.

Naysa kebagian tugas merapikan tempat tidur dan membersihkan kamar mandi di dalam kamar mereka. Sudah ada Bik Tia, tapi tetap saja urusan kamar selalu menjadi tugas Naysa. Bik Tia cukup mencuci pakaian dan menyetrika saja, beres-beres rumah selain kamar mereka.

"Aku pulang aja Yang. Tapi kamu yang masak ya."

Naysa mengangguk dan memejamkan mata saat bibir Gama menyentuh jidatnya. Mengirimkan rasa hangat sampai ke lubuk hati yang paling dalam. Naysa tidak berani memeluk Gama karena takut kalau-kalau rasa manjanya hadir, yang ada Gama kesulitan untuk ia lepas pergi kerja. Pinginnya sih pelukin terus.

"Iya Mas."

Saling lempar lambaian tangan sebelum mobil Gama hilang dari balik pagar rumah, Naysa memutar lagi badan untuk masuk ke dalam rumah. Sebenarnya Naysa ada tugas kuliah tapi tidak harus sekarang selesainya, jadi Naysa bisa menggunakan waktu yang lumayan senggang ini untuk membaca novel di dalam kamar. 

Baru saja tangan Nasya membuka handle pintu kamar, suara bel membuat Naysa kembali mengurungkan niat untuk masuk. Sepagi ini sudah ada yang bertamu? Naysa berbalik dan menuruni lagi anak tangga yang tadi sempat ia naiki. Bolak-balik turun tangga seperti ini sangat merepotkan.

Kerutan di dahi Naysa terlihat jelas saat melihat seorang wanita memunggungi pintu. Beberapa saat terjawab sudah siapa yang datang ke rumahnya sepagi ini. Pagi di mana orang-orang sibuk berlalu lalang di jalanan menuju tempat kerja atau sedang menikmati sarapan bersama keluarga.

"Tante Linda?"

Wanita paruh baya itu mengangguk tanpa senyum meski sudah Naysa suguhi senyuman manis level biasa yang Naysa punya.

"Saya ingin bicara sama kamu."

Naysa merubah raut wajah menjadi tenang yang tadinya lumayan tegang. Beberapa kali mendapat sahutan atau ucapan julid dari Tante Linda membuat Naysa ragu untuk mengiyakan tapi mana tau penting. Naysa mengangguk pelan.

"Masuk Tante."

Sebenarnya bisa saja Naysa mengajak Tante Linda berbicara di taman kecil ala-ala samping rumahnya. Ada tiupan angin dari pohon berdaun lebat. Juga bisa memanjakan mata dengan tumbuhan bunga. Tapi Naysa yang sudah sedikit mengerti sifat Tantr Linda memilih mengajak di sofa ruang tamu. Ia tidak mau dijuluki si tidak sopan karena kedatangan tamu tidak dipersilahkan masuk rumah.

Dalam Sentuhan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang