Part 7

34.4K 2.3K 22
                                    

"Aku matiin hpnya kalau Mas nakal. Kalau udah nggak sabar pingin ngapa-ngapain Mas Gama langsung pulang aja ke sini. Aku nggak mau nerima barang bekas."

Alhamdulillah ... ini kalimat yang Gama nantikan hadirnya dari bibir Naysa. Akhirnya sang istri merelakan juga dirinya untuk segera disentuh penuh cinta oleh Gama. Wahai sang surya, cepatnya engkau hadir. Seketika Gama ingin waktu cepat berlalu. Ada cinta yang ingin ia dekap di ibu kota sana.

"Siap istriku tercinta. Sayangnya kamu jauh Nay, kalau deket udah aku cium dan raba-raba."

"Messsummmmm!"

Naysa menelungkupkan ponselnya dan menutup wajah dengan guling. Malu.

_____

Sedangkan di salah satu kamar hotel yang terletak di tengah kota Surabaya, seorang pria dewasa tengah menahan tawa yang ingin menggema di udara. Istri yang ia cintai tampaknya benar-benar merasa malu di seberang sana. Tolong ingatkan Gama untuk tidak terbang besok ke Jakarta mengingat masih banyak urusan yang harus ia tangani di sini.

"Naysa istriku," panggilnya lembut namun tidak mendapat jawaban.

Meski yang terlihat hanya gambaran hitam karena ia yakin Naysa menutup kamera ponselnya. Tapi Gama juga yakin jika sang istri masih di sana dan masih mendengar suaranya. Jatuh cinta itu sulit, sulit dimengerti. Gama paham sekali rasanya jatuh cinta pada orang yang jauh dari tatapan, jauh dari jangkauan. Ia pernah merasakan jatuh cinta sendirian dan menyimpan banyak harapan di hati untuk bisa menggapai cinta itu.

Takdir tiada yang tahu, Gama pun masih kurang percaya jika Naysa sekarang sudah menjadi istrinya. Sudah dititipkan untuk menjadi sahabat juangnya. Ah.... apalagi kebahagian yang belum ia dapatkan.

"Mas."

Suara halus nan lembut serta wajah cantik jelita milik kekasih halalnya kembali hadir di layar ponsel. Naysa tampak tengah telungkup di atas tempat tidur dengan bagian wajah bertumpu pada guling yang dulu menemani Gama setiap malamnya.

Bujangan memang menyedihkan. Tidurnya bersama guling dan bangunnya langsung pening lantaran tiada yang menyapa good morning. Kudu cepat cari alamat calon pendamping.

"Iya cantik."

"Aku boleh masuk ke walk in closet? Lupa bawa baju tidur jadi aku pingin pinjem kaos Mas."

Kalau Gama ada di sana dengan senang hati ia sendiri yang akan mengambilkan kaosnya untuk sang istri. Eh, tidak. Ia akan memilih kemejanya yang akan ia berikan pada Naysa. Pasti seksi dan lebih mudah ... ah inginnya segera pulang.

"Nggak boleh ya Mas? Kalau gitu aku pinjem baju tidur sama bun...."

"Boleh Nay. Tapi jangan pakai baju yang terbuka ya kalau nggak ada aku. Aku nggak rela ya kalau Pak Sapto sampai tergoda nantinya."

Ia yang sebagai suami Naysa saja belum berhasil melihat bagian-bagian penting dari tubuh sang istri apalagi  mencumbunya. Bagaimana Gama tidak posesif. Suami cemburu itu wajar kok, kan karena cinta.

"Mas juga jangan respon ya sama perempuan genit di sana. Aku udah siap layani Mas dengan sepenuh hati di sini. Lebih baik Mas pulang dan kehilangan uang daripada harus nyentuh wanita lain."

Eh, Gama memegang dadanya yang berdetak tidak karuan mendengar penuturan manis sang istri. Baru berpisah belum sampai 24 jam dan Gama rasanya ingin pulang. Bukan sekedar untuk menyalurkan kasih sayang lewat sentuhan pada Naysa tapi hanya ingin melihat Naysa berkata seperti itu di jarak dekat dengannya.

Suami mana yang tidak bahagia jika istrinya pengertian? Suami mana yang akan menolak jika akan dilayani sepenuh hati dan jiwa oleh orang tersayang? Jawabannya tidak ada.

Dalam Sentuhan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang