"Mbak Hani ada lihat Naysa, nggak ya?" tanya Tante Linda pada Bunda Hani yang baru memasuki dapur.
Selain Tante Linda, di dapur ada Bik Sinta, Afra, Mita dan Tante Sarah-mamanya Afra yang baru sampai dari Korea.
"Mungkin lagi di kamar sama Gama. Memangnya ada apa, Lin?"
Tante Linda menghela kasar. Tangannya menggeser pelan wadah sayur yang ada di atas meja. Kebanyakan keluarga besar dari Almarhum Ayah Lukman dan Bunda Hani akan menginap di rumah ini. Jadi, makan malam juga dibuat bersama dengan porsi banyak.
"Heran deh sama menantu kesayangan Mbak Hani. Kok nggak ada pengertiannya. Lagi rame kayak gini bukannya ikut bantuin masak eh malah kabur," cibir Tante Linda.
Afra yang ikut mendengar hanya diam. Sebagai keponakan dari Tante Linda, ia sudah tahu bagaimana sikap Adik dari ibunya itu.
"Lho? Naysa nggak kabur kok. Nanti juga turun," kata Bunda Hani.
"Masaknya udah siap lho ini Mbak. Apa namanya kalau nggak kabur? Nggak niat banget bantu-bantu. Yang meninggal dunia kan mertuanya dia, harusnya dia lebih perhatikan keadaan rumah. Bukannya malah ngurung diri di kamar...."
Tante Linda menghentikan perkataannya saat melihat Naysa berjalan ke arah mereka. Senyuman Naysa dibalas wajah jutek olehnya. Bunda Hani mengelus lengan Naysa.
"Gama mana, Sayang?"
"Lagi ganti baju Bun. Maaf ya Naysa lama di kamarnya soalnya tadi harus setrika baju sholat Mas Gama dulu sekalian sholat Maghrib," ujar Naysa lembut sedikit melirik pada Tante Linda yang sering mengeluarkan decakan.
"Gama nggak ke masjid? Tumben," gumam Bunda Hani.
"Di luar lagi hujan, Bun. Jadi Mas sholatnya di rumah aja tapi tetap berjamaah kok, ada Nay yang jadi makmumnya," kata Naysa lagi.
Tangan Naysa bergerak mengisi gelas dengan air putih serta meletakkan piring pada meja yang kosong. Karena banyak orangnya jadi mereka harus menambah satu lagi meja makan.
"Ya udah kita tunggu mereka ya biar makan malam. Afra bisa tolong panggilkan papa kamu sama Kevan. Kayaknya tadi di depan deh."
Kevan menunjukkan ibu jarinya..
"Siap Tante."
"Nanti habis makan, kamu jangan lupa cuci piring ya Nay. Kamu kan nggak ikut bantuin masak. Enak aja tinggal makan."
Naysa menoleh pada Tante Linda. Bukan hanya Naysa tapi juga Bunda Hani, Tante Sarah dan Bik Sinta serta Mita.
"Linda," tegur Sarah.
"Iya Tante. Nanti biar aku yang cuci piringnya."
"Maaf ya Nak. Nanti Naysa langsung masuk kamar aja nggak apa-apa ada Bik Sinta kok," ujar Bunda Hani sambil mengusap bahu sang menantu.
Naysa membalas senyuman Bunda Hani dan menunjukkan juga senyuman itu pada semua orang yang ada di dapur tidak terkecuali Bik Sinta.
"Naysa juga nggak apa-apa, Bun. Memang salah Nay yang tadi langsung lama di kamarnya," sahut Naysa.
"Kalau jadi seorang istri itu nggak boleh manja. Apa-apa disuruh kerjain sama pembantu. Nanti suamimu cari wanita yang lebih mandiri, gimana?"
Tante Linda tidak tahu saja bagaimana Gama yang selama ini ingin memanjakannya. Bukan permintaan Naysa pada Gama agar pria itu mau masak hingga mengganti sprei kasur mereka. Membersihkan rumah berdua juga keinginan Gama di saat asisten rumah tangga mereka harus izin pulang. Sudahlah ... yang penting Gama ikhlas dengan perlakuan manisnya dan kabar hati Naysa akan selalu baik-baik saja selama bersama Gama. Ucapan dan umpatan dari orang lain tidak perlu Naysa dalami ke hati. Diberi mertua baik nan pengertian serta suami yang lebih kasih sayang saja Naysa sudah banyak bersyukur.
"Naysa izin panggilkan Mas Gama dulu ke kamar ya Bun. Mumpung semua udah pada di sini," ujar Naysa.
Bunda Hani mengangguk dengan bibir yang masih tersenyum. Semua anggota keluarga sudah lengkap duduk di meja makan hanya Gama yang belum keliatan ujung hidungnya. Sepertinya memang minta dijemput oleh istri tercinta ke dalam kamar.
____
Gama mengernyitkan dahi melihat Naysa yang bukannya ikut ke ruang tengah malah mengikuti langkah Bik Sinta sambil membawa satu tumpukan piring kotor ke dapur. Lirikan mata pria itu diperhatikan oleh Bunda Hani.
"Naysa kayaknya mau cuci piring. Tadi diomelin sama Tante Linda. Sana susulin aja bawa ke kamar ya," bisik Bunda Hani.
Sudah tinggal mereka berdua yang ada di meja makan tapi Bunda Hani tetap berbisik takut-takut ada yang masih bisa mendengar.
Gama mengangguk dan langsung bangun dari duduknya. Membawa gelas bekas minum beberapa orang tadi yang sengaja ditumpuk di atas nampan."Udah aku aja Bik. Bik Sinta tolong ambilkan piring kotor dari meja makan ya."
Naysa menghalangi tangan Bik Sinta yang hendak menggapai sabun cair di dekat wastafel.
"Ndak usah Non. Ini kan kerjaan Bibik. Ucapan Buk Linda mah nggak usah didengarin. Apalagi tadi Nyonya juga belain Non Naysa kok."
Naysa tersenyum dan memeluk Bik Sinta. Ia terharu dengan kebaikan hati Bik Sinta dan Bunda Hani.
"Makasih ya Bik. Tapi nggak apa-apa. Aku aja yang nyuci... Loh Mas...? Sejak kapan di situ?"
Naysa melepaskan pelukannya dari Bik Santi dan memperhatikan Gama yang semakin padanya. Meletakkan nampan berisi gelas pada wastafel lalu meraih tangan Naysa untuk ia beri kecupan.
"Ke kamar yuk," ajak Gama yang langsung dijawab dengan gelengan kepala oleh sang istri.
"Piring kotornya banyak lho, Mas. Kasian kalau Bik Sinta nyuci sendirian," jawab Naysa.
Naysa bisa menebak kehadiran Gama di sini untuk mengajaknya meninggalkan dapur tapi ia juga tidak tega pada Bik Sinta. Bik Sinta juga manusia biasa yang butuh istirahat. Dari tadi pagi wanita paruh baya ini sibuk mengurusi ini itu sampai malam tiba.
Gama tersenyum dan mengelus pundak Bik Sinta dengan sayang.
"Bibik bersihin meja makan aja ya. Piring yang kotor antar ke sini. Setelah itu masuk kamar dan langsung istirahat," ujar berupa titah dari Gama.
Naysa yang senang pun mengamit lengan sang suami. Mengedipkan sebelah matanya pada Bik Santi.
"I ... iya Den."
Setelah Bik Santi hilang di balik pintu penghubung antara meja makan dan dapur, Gama mengiring Naysa untuk duduk di kursi dekat meja kompor. Mengelus surai hitam sang istri sebelum mengecup lembut kening Naysa.
"Istriku tercinta juga duduk di sini ya. Aku yang cuci piring. Dijamin bersih dan cepet beresnya," ujar Gama lembut.
Tatapan Naysa membola dengan seolah tidak percaya. Satu sisi ia senang diperhatikan dan dimanja oleh Gama tapi di sisi lain ia merasa minder pada Gama yang serba bisa. Katakan, apa lagi alasan untuk Naysa menolak cinta sang suami? Gama sesempurna ini mencintainya.
"Serius Mas mau nyuci piring?" tanya Naysa.
Gama mengangguk dan seketika kaget karena ciuman singkat yang istrinya berikan.
"Kita nyuci piring sama-sama ya Mas. Aku yang nyuci terus Mas yang bilas. Kalau dikerjain sama-sama kan selesainya bisa lebih cepat, Mas."
Gama menghela nafas berat kemudian mengangguk.
"Oke, tapi aku yang nyuci dan kamu yang bilas. Nggak ada penolakan."
Naysa mengangguk setuju. Saling bergandengan tangan menuju wastafel dan siap menunjukkan kemesraan pada apa saja yang nantinya menjadi saksi cinta mereka di dapur ini.
Punya suami yang mau diajak cuci piring bareng itu sesuatu banget lho guys, ummi sudah merasakannya. Haha.
Jangan lupa vote dan komen❤️❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Sentuhan Cinta
RomanceGama itu ganteng, baik, pinter masak, dan kaya raya. Apalagi alasan Naysa untuk tidak jatuh cinta? Diam-diam Naysa tidak bisa menolak rasa nyaman yang ditawarkan oleh pelukan Gama. Ingin didekap terus untuk hari ini, esok, dan nanti.