Part 46

3.3K 101 0
                                    

"Sayang kunci mobil aku di mana ya, perasaan tadi naro di sini deh, kok jadi nggak ada ya?" tanya Gama sambil mengitari sekitaran tempat tidur sampai ke meja-meja di samping ranjang.

Lemari yang selalu diam di tempatnya itu juga ia jadikan tersangka sementara karena sudah untuk keberapa kalinya ia buka tutup. Namun, nihil. Benda yang ia cari tak kunjung ditemukan.

"Nay ... istriku yang cantik, ada lihat kunci mobil nggak?" tanyanya lagi dengan sedikit berteriak.

Di ambang pintu kamar sang istri berdiri dengan handuk tersampir di pundak. Sudah jam setengah tujuh tapi Naysa masih berantakan. Masih belum mandi.

"Mas cari apa?"

Gama mengalihkan pandang pada istrinya yang melangkah semakin dekat. Perasaannya berkecamuk melihat penampilan sang istri. Sejak kemarin pekerjaan kantor banyak menyita waktunya. Gama jadi kurang memperhatikan keadaan rumah terutama bagian kamar mereka.

Ia tidak menyahkan istrinya yang memang ketergantungan padanya. Bukankah sejak awal pernikahan, Gama yang menjadikan diri untuk  menjadi tameng bagi Naysa. Membereskan kamar mereka ia lakukan setelah pulang dari masjid dan di saat Naysa sedang menjalankan ibadah sholat subuh. Gama melakukan semua itu tanpa diminta Naysa sama sekali.

"Mas cari apa?" tanya Naysa lagi.

"Cari kunci mobil, Sayang."

Tatapan Naysa jatuh pada tangan kiri Gama. Senyum manis terukir cantik di wajahnya. Pria di depannya menghela nafas lega yang kemudian disusul kekehan kecil.

"Astaghfirullah ... kamar aku kelilingin, untuk kamar mandi nggak ikut aku periksa," ujar Gama.

Naysa ikut terkekeh dan menatap dalam wajah suaminya yang menurutnya kian hari kian tampan.

"Sarapannya udah aku siapin, Mas. Maaf ya aku cuma masak nasi goreng aja," kata Naysa.

Gama tidak menjawab. Pria itu berdiri tepat di depan Naysa. Mengambil kedua tangan sang istri yang kemudian ia genggam dengan erat. Tatapan mata mereka saling bertemu di satu titik yang sama.

"Maafin aku ya Mas. Mas pasti risih ya liat model kamar kita yang kaya kapal pecah begini, harusnya aku bisa bangun lebih awal."

Cup.

"Mas."

Satu kecupan Gama labuhkan di atas bibir tipis istrinya. Kedua tangan Gama menangkup pipi Naysa dan mengelusnya lembut.

"Harusnya aku yang minta maaf karena biarin kamu sendirian yang ngurus ini itu meskin ada Bik Yanti tapi kamar kita kan tetap urusan kita."

Terlebih sekarang mereka sudah dianugrahi seorang putra yang butuh perhatian. Gana sangat paham bagaimana ribetnya Naysa di pagi hari. Belum lagi di malam hari mereka harus sering bangun karena Arkan yang merengek. Tidak jarang Naysa kembali terlelap setelah sholat subuh atau langsung tidur di atas sajadah dengan balutan mukena.

"Sebagai istri, itu udah jadi tugas aku, Mas. Selama ini aku terlalu manja banget."

Gama menggeleng pelan memajukan lagi wajahnya untuk mengecup dahi sang istri.

"Tugas kamu juga tugasku, Sayang. Kamar ini kita pakai bersama dan kita urus berdua. Sebagai seorang istri kamu harus mendapatkan bahagia. Maafin aku juga ya karena belum memberikan kebahagiaan untuk kamu. Aku masih terus buat kamu kerepotan kayak gini."

"Aku bahagia Mas. Aku bahagia banget ada di samping kamu, menjadi istri kamu dan diberi kesempatan menjadi ibu dari anak kita. Aku benar-benar bahagia."

Rasanya Naysa tidak pantas menunjukkan raut masam di depan Gama yang selama ini tampak terlihat usahanya untuk memberikan apa yang ia pinta. Teman hidupnya ini adalah anugrah terindah yang Allah berikan.

"Mas jangan merasa belum bahagiakan aku karena kenyataannya aku sangat bahagia."

Naysa mengenggam sebelah tangan Gama yang masih mengelus pipinya.

"Oh iya lupa ... Mas Gama mau pergi pagi kan, ya? Ya udah sekarang kita ke bawah yuk, sarapan habis itu Mas pergi."

Naysa mengerutkan dahi karena Gama masih menatapnya lekat dengan senyuman menenangkan.

"Mas," panggil Naysa pelan.

Suaminya mengerjab karena dengan sengaja Naysa meniupkan wajah Gama usil.

"Eh ... Sayang."

"Habis aku ngomong Mas diem aja. Udah ih yuk sarapan."

Gama menggeleng. Memegang kedua bahu istrinya kemudian ia tarik pelan hingga jatuh ke dalam dekapannya. Mengecup puncak kepalanya lembut. Wangi shampo memguar wangi dari helaian lembut rambut Nsysa.

"Kamu mandi dulu deh, ganti bajunya. Aku lihat Arkan dulu ya," kata Gama.

"Aku mau ajak kamu dan Arkan rumah mama. Hari ini kerjaan kantor dihandle sama Andre," lanjutnya.

Naysa mendongak lalu mengangguk pelan. Ia kalungkan tangannya pada leher Gama. Berjinjit sedikit agar bibirnya bisa menyentuh sebelah pipi Gama. Senyum suaminya semakin melebar merasakan kecupan malu dari Naysa.

"Mau mandi bareng, nggak? Tadi malam kayaknya aku nggak dapat jatah deh," bisik Gama lembut nan menggoda.

"Nggak. Mas udah rapi ini. Siapa suruh tadi malam sibuk terus, ya udah aku tinggal tidur."

"Iya-iya maaf. Nanti malem aja kalau gitu. Sekarang istri cantikku mandi ya. Aku siapin bajunya," kata Gama.

"Ih ... nggak usah Mas. Aku bisa ambil sendiri," tolak Naysa.

"Nggak papa, aku juga sekalian mau ganti baju. Mandinya jangan lama-lama ya Sayang."

Naysa menunjukkan ibu jarinya sebelum melangkah ke dalam kamar mandi sedangkan Gama berjalan ke arah ranjang. Menyusun bantal, guling dan merapikan lagi letak selimut yang tadi sempat ia kacaukan karena sibuk mencari kunci mobil.

"Pake dress ini Naysa pasti cantik banget," gumamnya sambil menatap dress pilihannya dari dalam lemari.

Dress putih berbintik hitam, lengan pendek dan sepanjang betis itu ia letakkan di atas tempat tidur. Ia sendiri memilih kaos putih kemudian dilapis jaket denim dan celana jins putih.

Setelah penampilannya dirasa oke, Gama keluar dari kamar untuk menemui Arkan yang tengah asyik dengan biskuitnya di karpet tebal ruang tengah ditemani Bik Yanti.

"Wah... baju anak Papa kotor lagi ya. Sini Nak, ganti baju dulu ya. Hari ini kita ke rumah eyang. Arkan harus rapi dan ganteng."

Gama meraih tubuh Arkan yang mengoceh tidak jelas. Menggendongnya untuk dibawa ke dalam kamar. Setelah Naysa melahirkan Arkan, kamar mereka kembali terlihat luas karena meja kerja Gama terpaksa dikeluarkan dan diletakkan di ruangan lain.



Dalam Sentuhan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang