Part 32

18.2K 1.2K 41
                                    

Bik Santi meletakkan gagang sapu yang ia pegang dan berjalan tergopoh-gopoh ke arah sumber suara, tepatnya pada pintu yang dibunyikan beberapa kali. Terbiasa bekerja sebagai juru masak di rumah almarhum Bunda Hani, membuat Bik Tia lumayan kelimpungan awal adaptasi dengan pekerjaan barunya di rumah baru Gama. Di sini Bik Tia tidak berurusan dengan dapur dan panci kecuali jika ingin masak untuk dirinya sendiri sekalian Pak Udin.

"Maaf Den. Bibik dari samping jadi agak lama."

"Iya nggak papa, Bik. Naysa di mana?"

Gama berjalan ke dalam rumah setelah mengucapkan salam.

"Ada di dapur Den. Tadi lagi masak," jawab Bik Tia sopan.

Selama berada di rumah Bunda Hani, setelah masak Bik Tia dibolehkan pulang jadi ia jarang bertemu atau berinteraksi dengan Gama. Apalagi Gama juga keseringan tinggal di apartemen.

Wanita paruh baya itu kembali menutup pintu setelah Gama berlalu ke arah dapur.

Di dapur Gama tidak menemukan siapa pun termasuk kekasih hati yang ia cari keberadaannya. Menu makan siang memang sudah tersaji dengan rapi di meja makan, tapi di mana istrinya?

"Mas udah pulang?"

Gama berbalik dengan senyum yang langsung tersimpul begitu mendengar suara istri tercinta. Mengusap rambut Naysa saat wanitanya menunduk menyalami tangan Gama.

"Dari mana?"

Pertanyaan Naysa tadi sengaja tidak ia jawab karena sang istri juga tau pasti apa jawabannya, kan?

"Dari kamar, Mas. Habis ganti baju," jawab Naysa lembut.

Tangan wanita itu bergerak lincah mengambil satu piring dan membubuhi nasi serta lauk pauk untuk sang suami. Hanya ada sayur asam dengan ikan gurame sambel dan telur dadar yang Naysa sediakan sebagai menu makan siang ini. Semoga saja Gama lahap makan.

Setelah memastikan piring Gama penuh oleh makanan, Naysa mengambil piring untuk dirinya sendiri. Makan siang dalam diam dan hanya ada suara dentingan sendok yang sesekali beradu dengan piring keramik milik keduanya. Terbiasa makan tanpa obrolan ternyata lebih cepat selesai.

"Bik Tia udah makan?" tanya Gama setelah meletakkan tisu bekasnya di atas piring kotor.

Naysa menggeleng pelan. Menumpuk piringnya dengan piring Gama.

"Katanya mau sholat dulu dan mau makan siang di rumahnya sama anak. Ini aku mau suruh bawa sayur dan ikan buat Bik Tia dan anaknya."

Gama mengangguk dan melirik pada mangkok sayur yang hampir habis di meja. Ikan guramenya juga tinggal 2 ekor. Mana yang untuk diberikan pada Bik Tia?

"Masih ada sayurnya?"

Tatapan Gama beralih pada sang istri yang sibuk memindahkan piring kotor ke wastafel. Dapur tempat masak dengan meja makan berada dalam satu ruangan.

"Masih Mas. Tadi aku sengaja masak banyak karena Bik Tia udah bilang dari tadi kalau pulang bentar."

Sebenarnya Bik Tia selalu pulang setiap malam. Ia masih punya suami dan anak yang butuh diurus. Kerja sebagai pembantu di rumah Gama hanya siang hari saja.

"Tadi Tante Linda ke sini?"

Pertanyaan Gama membuat gerakan tangan Naysa yang tengah mencuci piring terhenti. Wanita itu membuka tangannya dan mengambil kain lap.

"Iya."

Melihat istrinya mendekat, Gama menarik tangan Naysa hingga jatuh ke atas pangkuannya. Memeluk erat sang istri yang dari tadi ingin ia lakukan.

"Kangen," bisik Gama.

Suami dari Naysa itu menenggelamkan kepalanya pada ceruk leher Naysa sambil memejamkan mata.

"Istirahat aja yuk Mas. Capek banget ya?"

Naysa mengelus tangan Gama yang melingkar di pinggangnya. Semoga saja Gama tidak bertanya lebih lanjut maksud kedatangan Tante Linda tadi.

"Pingin banget sebenarnya tapi aku harus balik ke kantor, Sayang. Masih banyak kerjaan juga."

Naysa mengelus rambut Gama meski ia sedikit menahan rasa geli karena bibir dan suami tidak bisa diam di area lehernya yang tertutupi rambut.

Ingin bangun dari pangkuan Gama tapi Naysa selalu ingat pada pesan Mama Ina untuk jangan bosan memanjakan suami. Kadang penat suami dari kantor akan hilang hanya dengan elusan manja istri. Jadilah istri yang bisa menjadi obat untuk suami.

____

"Gue pingin nggak percaya kalau dulunya lo pernah pacaran sama Kak Arfin. Sepupu gue juga. Ampun deh Nay, habis semua orang ganteng lo ambil."

Afra geleng-geleng kepala mendengar cerita dari Naysa. Mereka baru bertemu sejak awal kelas 3 SMP dan Afra merupakan siswi pindahan dari Yogyakarta yang dulu keluarga besar ayahnya memang tinggal di sana.

"Gue juga nggak nyangka kalau Mas Gama dan Arfin itu sepupuan."

Afra menatap dengan memicing pada Naysa yang disambut kerutan dahi sabahatnya. Arti tatapan Afra itu apa?

"Lo beneran udah putus sama Kak Arfin? Atau jangan-jangan masih ada rasa?"

Naysa menurunkan jari telunjuk Afra dari hadapannya.

"Apaan sih lo. Ya enggaklah. Gue udah sayang banget sama laki gue. Nggak ada celah untuk lelaki lain," sahut Naysa.

"Masa?"

Naysa mengangguk yakin lalu mencomot satu kue coklat untuk di masukkan ke dalam mulut. Afra datang membawa lebih dari tiga toples kue coklat untuk Naysa. Padahal yang makan bukan cuma Naysa, ada Bik Tia juga Pak Udin.

"Bukannya dulu lo nolak mentah-mentah ya nikah sama Kak Gama? Kalau nggak dipaksa Tante Ina juga palingan lo masih jomblo sekarang."

"Itu kan dulu. Sekarang udah gue rasain gimana perhatian dan kasih sayang Mas Gama. Yang ada sekarang gue bersyukur banget bisa jadi istrinya."

Perjodohan membawa bahagia yang Naysa rasakan sekarang.

"Bagus deh ... awas aja kalau Kak Gama berani nggak sayang sama lo. Atau kdrt nantinya. Gue sendiri yang akan bertindak," ujar Afra dengan wajah serius.

Naysa mengusap wajah Afra dengan tangan kiri karena tangan kanannya sibul memasukkan kue coklat ke dalam mulut.

"Alahhh banyak gaya lo. Tenang aja sih selagi gue bilang gue bahagia itu artinya gue emang lagi bahagia. Gue kan orang baik ya, katanya orang baik itu akan bertemu dengan orang baik juga."

Kapan sih Gama pernah tidak baik pada Naysa? Selama berada di sisi Gamalah, Naysa mengerti arti cinta yang sesungguhnya.

Mas Gama.

Sayang, kamu siap-siap ya. Kita dinner di luar. Aku jemput jam 7 karena harus ke rumah bunda dulu anterin Kevan.

Bibir Naysa langsung tersenyum dan mengetik cepat balasan pesan untuk sang suami.

Iya Mas.
Aku perlu dandan cantik nggak?

Mas Gama.

Kamu selalu cantik. Mau dandan atau nggak. Jadi terserah kamu Sayang.

Sudah pasti Naysa akan dandan seadanya nanti. Selain tidak ingin sang suami melirik perempuan yang jago berdandan juga ia tidak mau teman-teman atau mantan-mantan Gama mengira ia tidak cantik meski kecantikan Naysa sudah terpancar dari kebaikannya.

Double update ya untuk hari ini. Semoga nggak pada bosen baca cerita ini.

Dalam Sentuhan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang