Part 17

26.5K 1.5K 6
                                    

"Gue boleh mampir ke rumah lo nggak? Pingin pipis ni."

Naysa menatap dengan sebelah alis terangkat pada Afra yang memasang wajah meringis dan duduknya pun sudah tidak diam. Ingin Naysa tertawa tapi yang ada di sampingnya ini sahabatnya. Takut dosa menertawai orang yang sedang kesulitan seperti Afra ini.

"Ya boleh lah. Ayo buruan ntar lo pipis di celana lagi. Ngerepotin gue kalau harus pinjemin lo celana," jawab Naysa.

Mereka berdua langsung turun dari mobil dan buru-buru Naysa membuka pintu. Ada satu kamar mandi yang letaknya di dekat ruang tengah dan itu lebih dekat dari posisi mereka saat ini. Hanya dengan kata isyarat Afra langsung menuju kamar mandi itu.

Setelah pintu kamar mandi tertutup, Naysa melangkah ke sofa ruang tengah dan mengeluarkan ponselnya.

"Hmmm, pantes rumah masih kosong melompong gini ternyata Bik Tati minta izin tambahan waktu cuti."

Baru saja Naysa diberi tahu oleh prt yang bekerja di rumahnya jika beliau belum bisa bekerja di rumah ini lagi karena ada halangan yang benar-benar membutuhkan Bik Tati. Sudah bisa dipastikan jika selama tidak ada Bik Tati maka Naysa yang harus mengurus rumah.

Sempat terpikir olehnya jika nanti Gama pulang Naysa ingin mengajukan saran untuk mereka berdua agar menggunakan jasa laundry saja daripada nyuci sendiri, masalah makanan biar mereka pesan atau makan di luar, biar lebih gampang dan tidak pusing memikirkan menu apa yang akan diolah dan membersihkan rumah bisa memanggil cleaning servis dadakan agar mereka berdua tidak sakit pinggang membersihkan rumah yang segini mewahnya. Tapi kembali nanti bagaimana hasil kesempatan bersama Gama.

"Ngapain lo ngelamun di sambil liatin hp gitu? Liat foto Kak Gama sama selingkuhannya?"

Bantal sofa yang tadinya tengah santai sambil menyaksikan apa yang Naysa lakukan berhasil melayang ke arah Afra. Untung Afra orangnya gercep jadi bantal cantik berwarna abu muda itu jatuh ke dalam pelukannya yang hangat.

"Rese banget sih lo. Amit-amit Mas Gama selingkuh. Nggak ada selingkuh-selingkuhan di antara kita berdua."

Afra mengangkat bahunya sambil melangkah dan ikut duduk di punggung sofa.

"Halah... Sekarang lo bilang kayak gitu. Banyak lo orang yang istrinya nggak peka dan nggak mau romantis si suami lebih memilih jajan di luar. Mencari yang menurutnya bisa peka," ujar Afra lagi.

Afra melirik Naysa yang terdiam dan gadis itu mengangkat bibirnya, tersenyum tipis tanpa sepengetahuan Naysa.

"Lo jangan terlalu diem-dieman sama Kak Gama, peka dikit. Kak Gama tuh butuhnya apa setelah menikah. Setahan-tahannya cowok kalau dikurung sama cewek secakep lo pasti hasratnya berontak Nay."

Ini maksudnya Afra menyindir atau mengingatkan Naysa akan kegiatan suami istri yang harusnya terjadi di antara dia dan Gama? Huu ... kasian Afra yang tidak update dan tidak akan pernah update tentang hubungan manisnya dengan sang suami. Lagian mana mungkin Naysa umbar semua yang telah ia dan Gama lakukan. Meski belum sampai tahap penyatuan  diri tapi penyatuan bibir dan kening. Kecup sana sini kan udah beberapa kali.

"Apa sih lo, Fra. Gue yang punya suami dan gue tau apa yang suami gue butuh. Emangnya Mas Gama cerita sama lo kalau gue ini istri yang nggak baik?"

Nada bicara Naysa sengaja ia buat ketus. Sebenarnya ia ingin memancing Afra, khawatir saja jika sebenarnya sang suami dan Afra saling curhat-curhatan. Bahaya juga ini.

"Jangankan cerita tentang lo atau yang lainnya. Ketemu gue aja ngomongnya dia susah. Sok cool banget sih suami lo. Kadang gue tuh mikir, dia nganggap gue ini sepupunya atau bukan, sih? Di mana-mana kalau sepupuan itu ya deket."

Naysa memasang wajah serius.

"Serius lo? Tapi kok sama Mbak Mita dia banyak ngomong ya? Apa mereka dekat dari dulu? Atau mungkin pernah ada hubungan lebih?"

Afra memperbaiki duduknya menjadi bersila di atas sofa dengan bantal di atas paha.

"Biasa aja menurut gue. Mereka sering ngomong karena Mbak Mita kerja di kantor Kak Gama jadi mau nggak mau ya harus sering ngomong."

Naysa mengangguk beberapa kali. Memang Afra sempat cerita pada Naysa tentang Gama yang sulit berinteraksi dengan kaum hawa selain Bunda Hani. Bahkan saudara sepupunya saja kurang diperhatikan oleh Gama. Ini juga hal yang Naysa pertimbangkan saat akan menikah dulu. Tapi keputusan orang tua yang lebih mendominasi jadi Naysa iya-iya saja pada pilihan mereka.

"Gue sama Mas Gama nggak selalu diem-dieman kok. Dia juga nggak terlalu jaga interaksi sama gue," ujar Naysa dengan suara rendah.

Afra mengulum senyum dan pura-pura batuk setelahnya mengerlingkan mata pada Naysa.

"Wah ... serius?"

Naysa mengangguk.

"Berarti dia serius sama ucapannya yang bilang kalau dia akan cerewet dengan gadis yang tepat. Lagian dia udah lama naksir sama lo."

Kata aamiin terujar begitu saja di hati Naysa. Istri mana yang tidak ingin dispesialkan oleh suaminya? Gadis itu kembali teringat pada adegan-adegan yang di mana Gama benar-benar melakukan sesuatu yang membuat Naysa terkesima. Senyum Naysa tidak luntur sedikit pun sampai-sampai gadis itu menopang dagunya pada telapak tangan dan menatap kosong tv dengan layar hitam tanda tidak dinyalakan. Yang ada di depannya saat ini hanyalah wajah Gama dengan segala keromantisannya.

"Nay."

Panggilan pertamanya dianggap angin oleh Naysa, Afra menggeleng pelan dan menghela kasar. Ia sudah hafal bagaimana Naysa.

"Naysa."

Tetap tidak ada respon apa-apa sebelum ia sengaja menyentuh bahu Naysa dan mendorongnya pelan.

"Woy!"

"Mas Gama!"

Naysa buru-buru mengunci bibirnya setelah mengerjapkan mata dan sadar jika ia tengah bersama Afra.

"Gitu aja udah langsung mengkhayal. Telpon sana kalau Lo kangen."

"Ya udah lo pulang sana. Obrolan suami istri lo mana boleh dengar atau nguping. Ntar sesak nafas dan khawatirnya umur lo makin singkat karena nggak tahan dengan keuwuan gue sama Mas Gama."

Naysa paling bisa membuat Afra langsung merubah raut wajah menjadi masam. Ingatkan Afra nanti jika sudah menikah agar tidak lupa pamer kemesraan pada Naysa. Tapi entah kapan mengingat sampai saat ini dirinya masih betah sendiri tanpa kekasih apalagi jika kekasih halal.

"Gue juga nggak mau kali, lama-lama di sini. Tadi karena kebelet pipis aja. Sekarang gue pulang aja deh daripada ikutan gila kayak lo yang senyum-senyum sendiri...."

Naysa tidak mendengar lagi apa kalimat yang selanjutnya keluar dari bibir Afra. Saat ini ia lebih fokus pada ponselnya yang berdering ada telepon masuk dari Gama, sang suami. Utamakan suami di mana pun berada, bisik hati Naysa.

"Iya Mas?"

"Maaf Buk Naysa, ini saya Rosa. Sekretaris Pak Gama."

Dahi Naysa mengernyit dan entah sadar atau tidak ia melihat ponselnya yang menunjukkan nama Gama, sebelum kembali mendekatkan pada telinganya. Ia ingat beberapa waktu lalu Gama pernah cerita nama sekretarisnya.

"Iya ada apa ya? Kok hp suami saya ada di mbak?"

Mana tahan Naysa menahan rasa penasaran. Hatinya mulai tidak tenang. Afra yang ikut mendengar pun saling melirik dengannya.

"Maaf sebelumnya Buk, jika terkesan kurang sopan. Tadi saat keluar dari kantor, Pak Gama melihat ibu-ibu yang hampir tertabrak mobil dan ditarik sama Pak Gama tapi Pak Gama malah jatuh dan sekarang lagi di bawa ke rumah sakit, Buk."

Semakin tidak tenang hati dan pikiran Naysa. Afra mengelus lengan Naysa yang tampak khawatir.

"Mbak Rosa bisa tolong kasih tau nama rumah sakitnya ya. Saya ke sana sekarang," kata Naysa.

"Baik Buk."





Dalam Sentuhan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang