Naysa berlari kecil ke UGD. Tempat di mana Gama sedang duduk di atas blankar. Di sisi kirinya ada seorang wanita yang bernama Rosa. Mereka tidak hanya berdua di sini karena ada 3 tempat tidur yang diisi pasien lain dengan perawat dan dokter di sana. Naysa berjalan perlahan mendekati Gama. Tersenyum lembut pada Rosa yang lebih dulu menyapa lewat senyuman dan sedikit anggukan kepala.
Sedangkan Afra ikut mengekor di belakang Naysa. Tidak terlalu fokus pada Gama karena ada denting notifikasi pesan masuk ke ponselnya. Melangkah agak menjauh dari Naysa, Afra membaca serentetan pesan yang membuat bibirnya melengkung senyum.
"Pak Gama, saya tinggal dulu ya. Bagian kepala dan kaki Pak Gama sedikit lecet, Buk. Sudah ditangani dokter," pamit Rosa pada Gama dan pemberitahuannya pada Naysa.
Gama menatap sekilas pada Naysa dan kemudian mengangguk pada Rosa. Rosa keluar dari ruangan itu setelah saling tukar pandang dengan Afra.
Naysa semakin mendekat dan memegang tangan Gama untuk mencium punggung tangannya. Kebiasaan yang beberapa hari ini sudah ia lakukan. Ingin menjalin hubungan yang lebih romantis, seperti yang Afra katakan. Meski tujuan utamanya ingin menjadi istri yang baik."Mas."
Gama menatap Naysa dengan dahi berkerut. Tidak ada yang keluar dari bibir pria itu selain hanya tatapan yang dipusatkan penuh pada wanita di hadapannya. Afra berdiri tenang di samping Naysa.
"Ada apa, Mas?" tanya Naysa dengan dahi yang ikut bergelombang.
Perasaan Naysa tidak menentu saat tangan kanan Gama menepis pelan tangannya yang baru saja ingin menyentuh jemari panjang pria itu. Tidak biasanya Gama seperti ini. Bukankah selama ini Gama yang selalu berusaha mendekat padanya dan mengambil kesempatan untuk menggenggam tangannya? Tapi ini...?
"Kamu...."
Tatapan mereka bertubrukan dan Naysa melihat ada yang aneh pada Gama. Tidak ada raut bahagia di wajah sang suami atas kedatangannya. Malah Gama menatapnya bagai orang bingung.
"Maaf ya Mas aku datangnya lama. Tadi aku dan Afra terjebak macet," kata Naysa berusaha memancarkan senyum tipis di bibirnya.
Gama tidak menjawab hanya menatap tanpa minat pada Naysa. Layaknya orang yang tidak ia kenal.
"Kamu ngapain ke sini?"
Lipatan di dahi Naysa semakin terlihat jelas mendengar pertanyaan Gama. Afra menggeleng saat Naysa bertanya lewat tatapan mata.
"Kok Mas nanya gitu? Aku ini istri Mas dan tujuan aku ke sini ya jelas mau lihat Mas Gama."
"Istri?"
Deg.
Bagai ada tumpukan benda keras yang menghantam kepala Naysa dan dadanya sesak. Satu kata diperlengkap tanda tanya di belakangnya membuat Naysa tidak bisa menahan tangannya untuk membungkam mulutnya sendiri. Ada apa dengan Gama? Apa yang terjadi?
Naysa menggeleng pelan dengan mata berkaca-kaca ia menghela nafas panjang.
"Kamu ini siapa? Saya nggak kenal."
Bukankah baru tadi pagi Gama mengecup keningnya dengan kata mesra dan tadi pagi juga Gama memasak sarapan untuknya? Adegan romantis mereka? Mengapa jadi seperti ini? Naysa takut jika Gama lupa ingatan akibat kecelakaan yang Gama alami. Meski kata Rosa tidak parah tapi kepala Gama sempat terbentur ke badan aspal dan tidak menutup kemungkinan untuk Gama lupa ingatan.
"Nggak kenal? Aku Naysa Mas."
"Fra? Dia siapa? Temen sekolah lo? Ngapain ajak ketemu gue?"
Wajah dingin Gama yang biasanya pria itu sembunyikan darinya semenjak menikah kini kembali hadir dan untuknya. Afra membuka bibir dan mengelus bahu Naysa lembut.
"Ini Naysa, Kak. Dia..."
Ucapan Afra menggantung saat Naysa tidak tahan untuk diam.
"Mas Gama lupa sama aku?"
Tetesan air mata Naysa tidak bisa dibendung lagi. Kilatan kesedihan terlihat jelas di wajahnya.
"Apa yang mau dilupakan, kenal aja nggak."
Nyesss.
Sakitnya sampai ke ulu hati dan Naysa seperti kesulitan bernapas. Kakinya Naysa gemetar dengan pandangan mengabur karena air mata antre untuk turun ke pipi.
"Jadi ... Mas Gama serius lupa sama aku? Dia nggak ingat aku ini siapa dan dia siapa bagi aku?"
"Nay ... lo tenang dulu dong. Jangan langsung nangis gini. Gue tanya ke dokternya dulu."
Tanpa menunggu jawaban dari Naysa, Afra langsung keluar dari ruangan itu karena tidak ada dokter di sana. Mungkin ada keperluan di luar atau ruangan lain.Naysa menyeka air matanya. Pandangannya tidak lepas dari Gama yang sekarang memalingkan wajah darinya. Setidak ingat itu Gama padanya sampai melihat wajahnya dan bertatapan pun tidak mau? Bukankah Gama sudah mencintainya sejak lama tapi mengapa Gama bisa lupa padanya?
"Nay."
Naysa dan Gama serentak menoleh pada Afra. Gadis manis itu berbisik pelan di telinga Naysa. Hanya Naysa dan Afra yang mendengar setelahnya suara isakan terdengar lirih dari bibir Naysa.
"Jadi benar? Mas Gama lupa ingatan?" tanya Naysa pelan..
Afra mengangguk dan mengusap bahu Naysa lembut. Sahabatnya itu menyandarkan kepala pada bahunya. Di atas tempat tidur, Gama melirik tak acuh pada kedua gadis ini. Di antara ucapan yang Afra katakan salah satunya jangan terlalu memaksa Gama untuk mengingat sesuatu. Naysa juga belum melakukan itu.
"Gue udah telepon Om Lukman dan Tante Hani. Mereka otw ke sini," kata Afra.
Naysa mengangguk dan melepaskan diri pelukan Afra. Mendekat pada Gama. Memberikan senyuman manisnya pada pria itu. Lalu mengulurkan tangan yang lagi-lagi ditatap bingung oleh Gama.
"Kenalin, aku Naysa."
Kenyataan pahit yang harus ia terima saat Gama menggeleng pelan lalu menoleh pada Afra.
"Fra. Gue mau istirahat dan bawa nih temen lo pulang."
Gama mengusirnya.
"Aku pulang kok. Tapi besok aku ke sini lagi ya."
"Nggak perlu. Gue juga besok udah pulang."
Memejamkan mata seraya menguarkan hati Naysa berlalu diikuti Afra.
Sampai di depan rumah sakit, Naysa langsung jatuh pada pelukan Bunda Hani. Menangis tersedu di dekapan ibu mertuanya."Sayang.... Bunda udah tau semuanya. Yang sabar ya. Bunda yakin ini nggak akan lama."
Naysa menggeleng pelan.
"Taoi ... Mas Gama lupain aku Bun. Dia usir aku. Katanya cinta tapi kenapa harus dilupakan?"
Bunda Hani menghela panjang. Mengelus punggung Naysa lembut.
"Gama juga tidak menginginkan semua ini terjadi, Sayang. Kamu sabar ya."
"Udah malam. Lebih baik sekarang Naysa dan Afra pulang ke rumah bunda. Ada Bik Sinta di sana. Biar Gama, Bunda yang urus," kata Bunda Hani setelah Naysa terlihat tenang.
Dengan berat hati dan tidak ingin mengundang ucapan pembangkang Naysa mengangguk. Bersama Afra ia pulang ke rumah mertuanya.
Tebak-tebak, part selanjutnya gimana ya?
Gama lupa ingatan lho ini, ciusss 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Sentuhan Cinta
RomanceGama itu ganteng, baik, pinter masak, dan kaya raya. Apalagi alasan Naysa untuk tidak jatuh cinta? Diam-diam Naysa tidak bisa menolak rasa nyaman yang ditawarkan oleh pelukan Gama. Ingin didekap terus untuk hari ini, esok, dan nanti.