Setelah bercengkrama di ruang keluarga rumah Ayah Lukman, Gama dan Naysa kembali ke kamar tepat pukul 1 pagi. Sampai di kamar mereka tidak langsung tidur melainkan melanjutkan obrolan berdua sambil saling memeluk di atas tempat tidur yang nyaman. Sudah pasti Naysa bersandar pada tubuh tegap Gama sedangkan sang suami bersandar pada tumpukan bantal.
"Senyum aja dari tadi. Masih oke kan kamu, Nay?"
Naysa memukul pelan dada bidang Gama dengan bibir mengerucut lucu. Gama menangkap tangan Naysa dengan lembut.
"Kalau nggak oke juga karena ulah Mas."
Gadis itu berganti memainkan jarinya di atas dada Gama. Kini tubuh Naysa setengah telungkup.
"Ini haidnya masih lama ya?"
Pertanyaan Gama dijawab senyuman oleh gadis itu. Naysa tidak bercanda mengatakan jika ia sudah siap melayani Gama untuk urusan ranjang hanya saja sekarang belum waktunya. Haidnya masih di hari ke tiga.
"3-4 hari lagi, Mas. Udah nggak sabar banget ya?"
Gama mengelus pipi mulus Naysa dan mengecupnya sebelum mengangguk. Naysa mengecup dada Gama membuat pria itu membulatkan mata.
"Mas Gama mau langsung punya anak atau nunda dulu?" tanya Naysa membenahi posisinya menjadi membelakangi Gama dan menyandarkan punggung pada sang suami.
Pundaknya dikecup mesra oleh Gama. Tangan sang suami melilit indah di perut datar Naysa. Membuai mesra dengan seluruh jiwa di kegelapan dan kesunyian malam. Hati mereka terpaut oleh rasa tak ingin pelukan itu merenggang.
"Kamu maunya gimana? Aku ngikut aja Nay. Yang hamil bukan aku lho. Apalagi kamu masih kuliah, Sayang. Kalau hamil apa nggak ganggu aktifitas kamu?"
Naysa menggenggam tangan Gama di atas perutnya. Beberapa kali ia menghela nafas.
"Kalau kita tunda dulu, nggak papa, Mas?" tanya Naysa hati-hati.
Pelipisnya tidak bisa menghindar saat Gama memberikan ciuman di sana.
"Aku yang pakai pengaman atau kamu yang minum obat kontrasepsi?"
"Aku aja Mas. Kata-kata orang kalau pakai pengaman itu rasanya kurang oke."
"Wah ... tau dari mana?"
"Percuma temenan sama Afra kalau nggak tau masalah begituan."
Afra "pernah" sesekali melihat film biru karena ajakan sepupunya dan Naysa sudah pasti menolak mentah-mentah ajakan Afra untuk ikut serta. Sungguh Naysa ingin langsung praktek dengan suaminya tanpa melihat tutorial terlebih dahulu.
____
Esoknya setelah ulang tahun Naysa, Gama harus pergi ke luar kota dan lagi-lagi sang istri tinggal tapi kali ini Naysa tidak menginap di rumah orang tua Gama melainkan mengajak Afra yang menginap di rumah mereka. Gama pergi hanya 3 hari dan Naysa tidak akan kesepian jika ada Afra di rumah mereka.
Hari ini hari di mana Gama kembali ke rumah. Bertemu sang istri tercinta dengan kerinduan yang mendalam tapi lagi-lagi setelah saling peluk cium di depan rumah, Gama kedatangan tamu yang harua diperhatikan sampai malam tiba. Naysa masuk ke kamar lebih dulu.
Gama menatap heran pada Naysa yang berbalut selimut di atas tempat tidur. Masih jam delapan malam dan mengapa sang istri sudah ingin tidur? Biasanya juga menunggu dirinya, pillow talk dulu. Manja-manja dulu dengan pingin ini itu baru terlelap.
Tidak ingin menganggu Naysa, pria itu menuju kamar mandi dan mengganti pakaiannya dengan piyama yang sudah disediakan Naysa. Baru setelahnya mendekati tempat tidur. Gama menyibak selimut yang menutupi wajah cantik istrinya. Mendekatkan wajah ke wajah sang istri dengan sekali gerakan bibirnya berlabuh di atas jidat sang istri.
"Tumben selimutan sampai kepala?"
Naysa membuka mata dan menahan selimut yang akan dibuka oleh Gama dari tubuhnya. Mata mereka saling bertemu di satu titik yang sama.
"Sayang?"
"Mas Gama mau malam ini?" tanya Naysa lembut.
Gama mengerutkan dahi sebelum tersenyum manis setelah mengerti maksud pertanyaan sang istri. Ditawari seperti ini maka bisa ia menolak. Keinginan yang dari jauh hari sudah ingin dilakukan.
Ia belai pipi Naysa lembut sembari mengecup ujung hidung gadis itu. Naysa mengabaikan selimut yang semakin tersingkap saat tangannya sengaja bertumpu pada dada bidang Gama. Bergerak pelan ke arah bahu pria itu.
"Kamu udah siap?" tanya Gama lembut.
Berada di bawah kukungan Gama, Naysa merona dan mengangguk pelan. Mau sampai kapan ia menunda untuk meraih indahnya cinta dengan Gama? Mau sampai kapan ia menahan keinginan yang sama dengan Gama? Naysa tidak ingin Gama mencari pelepasan di luar sana.
"Tapi pelan-pelan ya. Kata orang kalau pertama kali itu sakit," ujar Naysa.
Gama mengecup kening Naysa dan langsung bangun dari tempat tidur.
Pria itu melangkah ke arah pintu dan menguncinya agar tidak ada gangguan untuk mereka malam ini. Malam indah ini akan ia nikmati bersama Naysa.Naysa ikut bangun dan menunduk malu melihat apa yang ia kenakan. Gaun tidur bertali kecil di pundak. Tidak transparan tapi berkain lembut dan tubuh indahnya cukup terekspos dengan gaun ini. Gama tersenyum riang kembali mendekati ranjang. Mengambil posisi saling berhadapan dengan sang istri.
Pertama yang ia lakukan adalah meraih tangan Naysa dan mengecupnya lembut. Mengecup dahi Naysa dan membawa sang istri ke dalam pelukan.
"Udah wudhu?" tanyanya lembut dengan bisikan.
Naysa mengangguk. Gama beralih mengecup pundak hingga leher jenjang sang istri. Tangan mereka saling menggenggam bahkan sampai bibir mereka bertaut pun genggaman tangan itu tidak terlepas.
Tubuh Naysa berhasil terbaring dengan Gama di atasnya. Menatap cinta pada wajah cantik milik istrinya. Meski dirudung rasa maluy Naysa memberanikan diri menggapai pipi kanan Gama. Mengusapnya lembut. Ia ikhlas jika malam ini akan menjadi istri Gama seutuhnya.
"Terima kasih sudah mencintai aku, Mas. Aku akan berusaha membalas cinta itu."
"Iya Sayang."
Gama kembali menyatukan bibirnya dengan Naysa. Melumat bahkan saling bertukar saliva di awal malam ini.
Mata Naysa terpejam saat tangan Gama menyentuh pahanya dan menyingkap ujung gaunnya. Gama menarik selimut menutupi tubuh keduanya karena ia yakin pasti gaun di tubuh Naysa tidak akan bertahan lama.
"Akh ... pelan ya Mas. Aku mau tapi tolong pelan."
Baru saja Gama menyentuh Naysa sudah berteriak dengan wajah meringis. Ia tahu pasti sakit tapi mereka sudah mulai dan sulit untuk dihentikan.
"Kamu jangan tegang ya. Coba rilex Sayang..."
Naysa memeluk pundak Gama dengan nafas terenggah dan di bawah sana keduanya mulai berkenalan, saling bersentuhan sebelum Gama menghentakkan pinggul. Air mata di sudut mata Naysa menjadi bukti betapa sakitnya yang wanita itu rasakan.
Mencoba hal baru tidak mudah dan dengan sungguh-sungguh Gama berhasil menyatukan diri dengan Naysa tepat pukul 9 malam. Nafas yang saling beradu usai sampai ke puncak cinta secara bersamaan. Naysa semakin menyamankan dirinya dalam dekapan Gama.
Berbagai panggilan cinta keluar dari bibir Gama untuk sang istri. Cintaku, sayangku, my sweet heart, Sunshine, dear, love dan masih banyak lagi. Tidak bisa Gama ungkapkan dengan kata-kata betapa ia bahagia merasakan semua ini bersama Naysa di malam sunyi penuh cinta ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Sentuhan Cinta
RomanceGama itu ganteng, baik, pinter masak, dan kaya raya. Apalagi alasan Naysa untuk tidak jatuh cinta? Diam-diam Naysa tidak bisa menolak rasa nyaman yang ditawarkan oleh pelukan Gama. Ingin didekap terus untuk hari ini, esok, dan nanti.