"Udah nggak bantuin masak dan belanja, ini malah keluar kamar paling akhir lagi. Heran deh kenapa Mbak Hani bisa merestui pernikahan kamu sama Gama. Istri kok hobinya di kamar terus."
Perlahan langkah kaki Naysa terhenti karena suara yang menyapa indra pendengarannya. Tepat di arah jam 9 dari posisinya berdiri, Tante Linda duduk manis angkuh di sofa abu-abu. Wanita itu mengulum senyum ramah sebelum kembali melanjutkan langkah. Langkah yang tadinya hendak ke dapur berganti arah ke sofa.
"Pagi Tante. Baru bangun tidur ya?" sapa Naysa lembut.
Tante Linda meninggikan dagu kemudian meraih cangkir teh dari atas meja. Menyesapnya dengan penuh elegan. Meski begitu, tatapan matanya menguliti Naysa mulai dari atas sampai ujung sendal rumahan yang wanita ini gunakan.
"Harusnya sebagai menantu kamu itu harus bisa ambil hati mertua kamu dengan cepat bangun tidur dan bantuin masak sarapan, bukan malah ngelonin Gama terus sampai siang," ujar Tante Linda lagi.
Dahi Naysa mengerut membentuk garis lipatan. Tangan kirinya terangkat menunjukkan satuan waktu yang melingkar indah di tangan putihnya itu.
"Kalau kayak gini Gama nggak beruntung nikahin kamu yang ada malah rugi."
"Harusnya tadi Tante bangun lebih awal biar bisa lihat kalau aku dan Afra udah masak di saat semua orang masih belum keluar kamar. Aku tau tempat nyaman aku itu di pelukan Mas Gama tapi aku juga tau waktu dan kewajiban yang harus aku lakukan, Tan. Permisi ya, aku mau ke belakang dulu."
Tante Linda menggeleng pelan dan menatap memicing pada Naysa.
"Begini rupanya sifat istri dari Gama? Menantu yang dibangga-banggakan Mbak Hani? Nggak ada sopan-sopannya sama orang tua."
"Ucapan Tante di awal tadi sopan nggak? Bunda aja nggak pernah lho ngomong gitu ke aku."
Naysa kan bukan tipe orang yang hanya diam saja saat disenggol.
"Nay...,"
Pandangan Naysa dan Tante Linda beralih pada pintu tengah. Bunda Hani berjalan anggun ke arah mereka.
Setelah sampai di dekat Naysa, wanita paruh baya itu melirik secara bergantian pada Naysa juga Tante Linda."Sayang tadi ada masak tempe goreng, nggak? Itu tadi barusan Gama bilang pingin makan tempe goreng."
"Nay ada buat sih Bun. Memangnya mau makan tempe goreng, Bun?"
Naysa berganti bertanya. Bunda Hani mengangguk.
"Mau dong. Sana kamu tolong buatin ya. Itu suami kamu udah kelaparan kayaknya."Lagian Gama, kalau lapar ya langsung ke dapur saja harusnya.
Sambil berjalan ke arah dapur, Naysa membuka ponselnya dan mengetikkan sesuatu untuk dikirim pada Gama.Lagi pingin makan tempe goreng ya, Mas?
Langsung terbaca dan bibir Naysa tersenyum.
Kok tau Yang? Ada feeling ya?
Hmm, dikasih tau bunda tadi. Aku buatin ya.
Tunggu aku di dapur. Aku ajarin masaknya biar enak.
Oke. Ditinggu kedatangan Bapak Gama.
Naysa terkekeh pelan dan memasukkan lagi ponselnya pada saku celana yang ia kenakan.
"Gue mandi dulu ya Nay. Itu udah gue tata di meja makan semuanya," kata Afra sambil menunjukkan arah ruang makan dengan dagunya.
Setelah masak berdua tadi, Naysa memang izin ke dalam kamar untuk mengambil ponsel. Pastinya sebelum ke dapur tadi Naysa sudah mandi bersama Gama sebelum subuh.
"Iya Fra. Sorry gue agak lama di kamar soalnya tadi Vika."
"Tante Ina jadi ke Indo?"
Naysa mengangguk pelan.
"Udah di pesawat."
"Kangen gue. Ya udah gue tinggal ya."
Begitu Afra keluar dari dari dapur, Gama muncul dengan setangkai mawar putih di tangannya.
"Hayoo ngambil mawar dari mana?" tanya Naysa saat sang suami memberikan padanya.
Gama mengecup lembut kening Naysa sebelum membawanya ke dalam pelukan.
"Dari tamam belakang tapi udah izin ke Bunda, kok."
"Makasih ya Mas."
"Terima kasih kembali sayangku."
Naysa mengeratkan pelukannya pada Gama.
"Katanya mau ajarin aku masak tempe goreng. Yuk Mas, kita buat banyak aja sekalian biar bisa untuk semua juga," kata Naysa.Gama melepaskan pelukannya dan mengangguk.
"Nggak bisa tempe goreng ya? Kasian banget suaminya," bisik Gama.
Naysa mencubit pelan perut sang suami sambil terkekeh ringan.
"Bisa kok. Cuma pingin aja diajarin sama suami. Biar makin disayang," jawab Naysa dengan nada dibuat manja.
"Nggak pingin dilepas deh."
Naysa tidak peduli. Wanita itu benar-benar membebaskan diri dari pelukan Gama dan berjalan ke dekat meja samping kompor. Mengambil satu papan tempe, pisau juga telenan.
"Iris yang tipis ya."
Padahal tanpa diberi tahu Naysa sudah hafal betul cara membuat tempe goreng tepung kesukaan Gama, ia hanya mengiyakan kata suami daripada nanti Tante Lidia datang ke dapur dan menganduk emosinya akan lebih baik Gama ada di sini dan menemaninya.
"Tadi Tante Linda ngomong apa, Yang?" tanya Gama sambil menunggu tempe goreng mereka masak.
Naysa tersenyum dan menggeleng pelan.
"Nggak ada yang penting kok," jawab Naysa singkat.
"Tante Linda ngomongnya suka buat hati sakit tapi aku mohon kamu jangan tanggapi, ya. Bukan cuma ke kamu tapi ke bunda dan aku juga kayak gitu. Apalagi Bunda yang harus tebal telinga dari dulu dapat ipar yang begitu," ujar Gama.
Gama meraih sebelah tangan Naysa dan menempelkan di pipinya. Sang istri peka terbukti dari tangan mulus itu langsung mengelus lembut pipi hingga rahang tegas Gama.
"Iya Mas."
"Wah pasangan so sweet ini saatnya sarapan. Yuk ah semua udah pada ngumpul di meja makan."
Suara Afra membuat Naysa dan Gama yang kaget langsung memisahkan diri dengan nafas tidak beraturan. Naysa mematikan kompor dan mengeluarkan tempe goreng yang sudah masak ke dalam piring.
"Mas duluan ya. Aku sama Afra aja," kata yang diangguki Gama.
"Biar aku yang bawa ini," kata Gama.
Afra merangkul lengan Naysa untuk menyusul Gama. Sampai meja makan pandangan Naysa tertuju pada seorang laki-laki di samping Kevan. Ingatannya kembali berputar pada beberapa tahun silam.
"Kok dia ada di sini?" tanya hati Naysa.
Tanpa sadar Naysa mematung dengan degup jantung yang tidak normal saat tatapannya diraih oleh objek yang tadi ia pandangi.
"Naysa? Makin cantik aja dia. Apa ini pertanda kalau kita memang jodoh?"
Gama menyentuh tangan Naysa dan mengikuti arah tatapan sang istri.
"Sayang duduk dulu."
Naysa tersentak sesuai dugaan Gama. Pria itu tersenyum masam dan menyodorkan piringnya yang kosong ke depan Naysa.
"Aku mau disiapin kamu aja," bisik Gama.
Naysa mengangguk. Melakukan yang suaminya minta dengan sepenuh hati. Sementara di kursi yang bersebelahan dengan Kevan, seorang pria mengepalkan sebelah tangannya di bawah meja melihat kemesraan Naysa dan Gama. Siapa dia? Dia Arfin. Saudara sepupu Gama yang merupakan anak dari Tante Linda. Baru datang tadi pagi dari luar kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Sentuhan Cinta
RomanceGama itu ganteng, baik, pinter masak, dan kaya raya. Apalagi alasan Naysa untuk tidak jatuh cinta? Diam-diam Naysa tidak bisa menolak rasa nyaman yang ditawarkan oleh pelukan Gama. Ingin didekap terus untuk hari ini, esok, dan nanti.