Haloooo. Masih adakah yang belum bobo? Ummi hadir bawa part baru nih.
Hope you like this part. Happy reading guys.
Naysa tengah serius memaju mundurkan setrika di atas baju kaos hijau army milik suaminya. Entah mengapa Naysa ingin melihat Gama menggunakan pakaian ini. Tadi di kamar mereka berdua sempat kesibukan mencari keberadaan kaos ini. Syukurlah setelah Naysa tanya pada Bik Santi, wanita paruh baya itu ingat jika kaos milik Gama belum disetrika. Alih-alih meminta tolong Bik Santi untuk menyetrika, Naysa justru memilih melakukannya sendirian.
Tengah asyik dengan kegiatannya yang sebenarnya sangat jarang sekali Naysa lakukan, wanita cantik kesayangan Gama itu terlonjak saat sepasang tangan melingkar di perut datarnya. Tadi ia sempat mendengar suara pintu dibuka tapi ia pikir yang datang Bik Santi maka Naysa hanya diam.
Namun, sekarang tubuh Naysa kaku dan rasanya sulit menghembuskan nafas. Wangi dari pemilik tangan yang memeluknya dari belakang ini bukan milik Gama. Naysa menghela takut tanpa disadari dahinya berkeringat dengan kaki bergetar tidak menentu.
"Tenang Sayang. Ini aku."
Deg.
Suara bisikan itu tepat berada di dekat telinga kanannya. Naysa memejamkan mata saat langsung tau siapa yang sedang bersamanya ini. Dengan penuh kekuatan Naysa berhasil membebaskan diri dari rengkuhan Arfin. Sepupu Gama yang entah apa maksudnya masuk ke ruangan setrika ini. Naysa yang memang dirundung rasa takut pun berjalan mundur ke arah pintu.
Pria itu terkekeh dan menatap Naysa dari ujung kaki hingga kepala. Kemudian tatapannya menetap di wajah cantik Naysa. Naysa benci ditatap penuh minat oleh lelaki selain Gama. Hatinya menjerit keras seakan tidak sudi Arfin mengikuti cara Gama menatapnya.
"Jangan macam-macam. Aku ini istri Mas Gama. Sepupu kamu," ujar Naysa dengan nada ketakutan.
Kakinya terus melangkah ke belakang sedikit demi sedikit. Begitu juga Arfin yang melangkah maju sedikit demi sedikit dengan seringai licik terbaca dari raut wajahnya.
"Mas Gama....," teriak Naysa berharao sang suami mendengar teriakannya.
Rumah ini sedang sepi karena semua penghuninya sepakat untuk berziarah kembali ke makam almarhum Ayah Lukman sebelum pulang ke rumah masing-masing nanti sore. Yang Naysa tahu Arfin juga ikut pergi tapi mengapa tiba-tiba ada di sini dan menemuinya.
"Teriak aja karena aku yakin Gama nggak akan dengar. Dia lagi di ruang tamu. Ada seseorang yang datang menemui suami kamu itu."
Ucapan Arfin membuat Naysa benar-benar takut. Bagaimana jika Arfin akan melakukan sesuatu yang jahat padanya? Apa yang nanti akan Naysa jelaskan pada Gama?
"Mas Gama...."
Seakan tidak peduli pada apa yang Arfin katakan barusan, Naysa kembali berteriak memanggil nama Gama.
_____
Sementara di anak tangga yang kesekian Gama berdiri dengan dahi berkerut. Bola matanya berputar-putar dengan telinga yang semakin ia tajamkan.
"Mas Gama..."
Sayup-sayup Gama mendengar suara yang memanggil namanya. Kepalanya melihat kiri kanan dan menemukan pintu ruangan setrika terbuka lebar. Seketika ia menepuk jidatnya sendiri karena sadar Naysa sedang berada di sana. Gama tidak ragu lagi jika yang memanggil namanya tadi memanglah Naysa. mungkin wanitanya itu butuh pertolongan darinya atau ingin diajari cara menyetrika olehnya.
"Mas Gama tolong...."
Lagi. Gama mempercepat langkahnya semakin mendekati ruangan yang dituju. Ruangan di mana sumber suara itu hadir dan ia yakin itu suara Naysa, istrinya.
Brugh
Dengan sigap tangan Gama menahan tubuh mungil Naysa yang berjalan mundur ke pintu ruangan yang terbuka lebar. Jika tidak maka bisa saja Naysa akan tersandung pada lemari yang memang letaknya di depan pintu ruangan ini.
Naysa berbalik dan dengan wajah takut wanita itu melangkah ke belakang Gama. Mencengkram erat salah satu lengan Gama. Masih belum percaya jika Gama ada di sini. Tuhan memang baik.
"Mas tolong aku..." cicit Naysa lirih.
Gama mengernyit melihat Arfin yang berdiri kaget di dekat meja setrika. Seingatnya tadi Arfin ikut pergi ziarah tapi mengapa ada di sini dan yang paling tidak habis pikirnya mengapa bisa berada di ruangan yang sama dengan istrinya. Apa maksudnya?
"Jangan takut Naysa. Kita bukan orang asing. Aku cuma pingin kita berdua bicara baik-baik tentang hubungan kita yang tiada kejelasan ini."
Naysa dan Gama sama kagetnya akan apa yang mereka dengar dari bibir Arfin. Di balik punggung Gama, Naysa memejamkan matanya erat-erat. Berharap apa yang ia dengar tadi bukanlah yang sebenarnya.
"Kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi, Fin," sahut Naysa dari belakang tubuh Gama.
Gama tidak bodoh dalam menanggapi pernyataan yang Arfin utarakan. Tidak salah lagi. Ini masalah masalalu istrinya dan ternyata bersama sepupunya sendiri. Oke, Gama akan luruskan semuanya.
Arfin kembali terkekeh dan mengeluarkan sebuah gelang dari saku celananya.
"Lo lihat gelang ini Ga?"
Arfin mengangkat tangannya yang memegang gelang itu setinggi wajahnya di udara. Menunjukkan pada Gama yang dari tadi hanya diam menunggu kalimat berikutnya yang akan terungkap entah itu dari bibir Naysa atau Arfin.
"Gelang ini adalah hadiah yang pernah gue terima dari pacar gue yang sekarang ada di balik punggung lo."
Ucapan Arfin memperjelas sekaligus membenarkan terkaan Gama akan sepupunya itu dengan Naysa.
"Mas."
Naysa terisak di belakang punggung Gama. Gama berbalik dan mengecup puncak kepala Naysa, istrinya terlihat takut dan menunjukkan tatapan memohon untuk ia tolong. Tindakannya berhasil membuat Arfin membola.
"Boleh aku yang urus masalah ini?" tanya Gama lembut.
Sekarang Naysa sudah ada dalam ikatan suci bersamanya. Mereka memang harusnya saling membahu dan menggenggam setiap masalah berdua dengan sentuhan cinta.
Naysa mengangkat wajahnya dengan air mata yang membasahi pipi. Menatap tidak percaya pada Gama yang berucap kian lembut meski harusnya saat ini yang Naysa terima adalah ungkapan dingin nan ketus dari Gama tapi suaminya berbeda. Tidakkah Gama marah?
"Boleh nggak? Tadi aku dengar kamu minta tolong," bisik Gama.
Naysa mengangguk cepat berkali-kali. Ini yang harapkan. Gama mau menolongnya.
"Bo ... boleh Mas."Gama menunjukkan senyumnya yang menawan lagi menenangkan. Ia usap rambut Naysa lembut. Mengirimkan ketenangan untuk hati gundah nan resah sang istri.
"Sekarang ke kamar ya. Kunci pintunya nanti aku ke sana."
Tidak ada bantahan. Naysa mengangguk dan berbalik arah menuju kamar Gama.
Setelah punggung Naysa tidak lagi terlihat, Gama berbalik menjadi berhadapan dengan Arfin.
"Gue masih sayang sama Naysa dan gue nggak terima saat Naysa mutusin gue di saat gue masih sayang banget sama dia."
Arfin memang tidak ikut hadir di acara pernikahan Gama dan Naysa. Ia berada di Eropa dan kaget saat tadi pagi melihat wanita yang Gama kecuil adalah Naysa. Hatinya meronta ingin meraih Naysa kembali seperti dulu lagi.
"Gue nggak bisa larang perasaan Lo untuk masih tertarik sama Naysa tapi yang lo harus tau, kalau Naysa itu istri gue. Sebisanya gue akan jaga dan pegang dia dengan erat. Apa pun akan gue lakukan agar genggaman kami tidak mengendur apalagi sampai lepas."
"Kenapa harus lo yang beruntung mendapatkan Naysa? Kenapa bukan laki-laki lain aja?"
Gama tersenyum.
"Gue ditakdirkan untuk membersamai Naysa."
Setelah itu Gama menepuk pundak Arfin yang terdiam. Gelang yang semula ia genggam jatuh ke lantai.
"Gue tinggal dulu."
Gama melangkah keluar dari ruangan itu. Mungkin Arfin butuh waktu untuk menerima semuanya.
Selamat istirahat semuanya ❤️❤️❤️❤️❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Sentuhan Cinta
RomanceGama itu ganteng, baik, pinter masak, dan kaya raya. Apalagi alasan Naysa untuk tidak jatuh cinta? Diam-diam Naysa tidak bisa menolak rasa nyaman yang ditawarkan oleh pelukan Gama. Ingin didekap terus untuk hari ini, esok, dan nanti.