"Katanya lo naik taksi kok bawa mobil?" tanya Afra setibanya Naysa di koridor menuju kelasnya. Afra memang berangkat lebih awal ke kampus karena ada janji bertemu salah satu temannya. Makanya ia tidak menunggu menumpang atau ditebengi oleh Naysa."Gue nganter Mas Gama dulu ke bandara. Eh iya Fra... ternyata Mas Gama itu nggak sedingin yang gue kira. Dia itu..."
Bibir Naysa melengkung membentuk senyuman mengingat apa yang telah ia lewati bersama Gama tadi pagi.
"Iya deh paham gue yang udah merasakan hangatnya pelukan Kak Gama," sindir Afra sambil menyenggol pelan bahu Naysa hingga istri dari Gama itu terdorong dan menunjukkan raut cemberut.
Wajah dan mata Naysa tidak bisa berbohong pada Afra, terlebih Afra sudah sangat kenal Naysa.
"Apaan sih. Bukan pelukannya tapi memang dia orangnya hangat dan penuh perhatian. Buktinya tadi pagi dia perhatian bang--"
Afra mengerling sambil tersenyum penuh arti saat Naysa membungkam mulut dengan tangan kanannya sendiri. Apaan! Hampir saja ia membeberkan adegan yang ia lewati bersama Gama. Tidak boleh Nay. Cukup ia yang merasakan bagaimana romantisnya seorang Gama.
"Perhatian.... cieee. Gue saranin lo ke dokter deh Nay, minta obat kontrasepsi kalau belum siap punya baby. Kayaknya Kak Gama sat set sat set orangnya," bisik Afra yang membuat mata Naysa melotot nyaris keluar dari tempatnya.
Hamil apanya, Naysa dan Gama masih di batas bobo satu ranjang tapi belum sampai menyatukan diri. Lagian menikah juga baru banget ini. Santuy aja lah buat yang begituan.
"Lo masih aman ya?" tanya Afra lagi tepatnya melemparkan tebakan.
Tanpa beban Naysa mengangguk.
"Hati-hati lho, ntar Kak Gama tertarik sama wanita lain yang bisa menyambut hasratnya. Untuk seorang lelaki menahan hasrat itu sulit banget tau, Nay."
Naysa juga tidak polos-polos amat. Ia tahu itu dan juga tahu bagaimana seharusnya seorang istri melayani suami tapi Naysa malu saja jika menawarkan pada Gama yang selama ini terlihat diam saja. Masuk kamar, mendekati tempat tidur setelah itu merem.
"Mas Gama katanya udah lama cinta sama gue jadi gue yakin kalau Mas Gama pasti bisa jaga cinta itu," gumam Naysa.
"Ya tapi ada hak yang harus lo beri untuk Kak Gama. Terlebih selama lo nikah kan semua biaya hidup dan tanggung jawab lo udah diringankan sama Kak Gama. Kadang menyatukan diri itu berguna sebagai pengerat cinta antara pasangan lho, Nay. Nggak papa kalau lo belum siap hamil yang penting lo bisa buat bahagia Kak Gama."
Ucapan Afra kali ini berhasil membuat Naysa menarik nafas panjang.
"Entar lo ketagihan kalau udah sekalinya nyoba."
"Ya ampun mulut!"
Naysa menutup mulut Afra dengan tangannya. Plis Naysa bisa traveling otaknya jika terus-terusan dibahas masalah kamar dan kelambu begini. Mana suami lagi jauh lagi. Haha.
"Hehe.... Biar lo ada inisiatif buat memulai ehem-ehem sama Kak Gama."
"Gue nggak denger!"
Naysa berjalan mendahului Afra yang langsung terbahak. Karena Afra hari ini menggunakan celana kulot coklat tua kakinya melangkah lebih lebar dan cepat mensejajari langkah Naysa.
"Hai Nay... Fra."
Langkah Naysa dan Afra tertahan karena mendadak Lintang hadir di depan mereka. Pria tampan itu memusatkan tatapan pada Naysa. Afra menghembuskan nafas panjang.
"Hai Lintang."
"Aku bisa minta waktu untuk bicara sebentar sama Naysa?"
Naysa dan Afra saling lirik satu sama lain. Naysa masih ingat dan selalu hafal arti tatapan Lintang untuknya. Apalagi kalau bukan tatapan harap dan cinta yang dalam. Jauh di lubuk hatinya yang terdalam, Naysa pun masih menyimpan sayang untuk Lintang. Sayang yang sekarang rasanya berbeda semenjak ia diperistri oleh Gama.
"Maaf ya tapi gue nggak bisa kalau harus berdua..."
"Kenapa? Karena sekarang Lo udah nikah? Gue nggak ngajak lo ke hotel dan masuk kamar kok Nay. Cuma pingin ngajak ngomong di taman kampus. Apa yang salah?"
Naysa menghembuskan nafas kasar dan mengulum senyum tipis.
"Gue yakin lo mau bicara soal hati, kan? Karena itu gue nggak mau cuma kita berdua. Gue mau Afra ikut," ujar Naysa pelan.
Afra yang diam-diam mengamati Lintang mengepalkan tangan di sisi tubuhnya pun menggeleng pelan. Afra yakin seribu persen jika Lintang masih bertahan dengan rasa cintanya pada Naysa. Senyum getir tersemat di wajah manis Afra. Sebesar itu rasa cinta Lintang untuk Naysa. Padahal selama ini ia dan Naysa selalu bersama tapi mengapa Lintang hanya melirik Naysa, sahabatnya?
"Kenapa Lo nggak ngajak semua anak kelas lo ikut aja? Biar sekalian semua tau gimana perasaan gue untuk lo."
Naysa membuang muka. Naysa tidak buta akan tatapan berkaca Afra pada Lintang.
"Apa sih kurangnya gue buat lo, Nay? Gue yang dari dulu selalu ada untuk lo tapi gue langsung lo paksa mundur hanya karena kehadiran suami, lo yang bahkan baru Lo kenal beberapa hari."
Lintang mulai emosi membuat Naysa ikut emosi. Adakah yang lebih jahat dari si pemberi harapan palsu? Ia sudah mengaku sayang bahkan cinta pada Naysa. Hanya karena kalah cepat menemui orangtua gadis itu ia langsung ditetapkan sebagai si kalah.
"Dari dulu gue nggak mau respon rasa lo karena gue nggak yakin sama lo, Lintang."
"Tapi lo cinta sama gue?"
"Nggak."
Lintang tersenyum sinis. Naysa memang tidak mencintai Lintang karena ia tahu ada hati yang tersakiti setiap mendengar Lintang mencintai. Rasa sayang Naysa untuk Gama hanyalah sebatas teman dan Naysa tahu persis ada hati yang menaruh harap pada Lintang. Tapi Lintang terlalu menutup hati pada hati yang lain.
"Nggak mungkin enggak, secara semua mahasiswa di sini juga tahu seberapa dekatnya kita. Semua orang tahu gimana cintanya gue sama lo," sahut Lintang lagi.
"Nyatanya begitu. Pandangan mereka beda dengan apa yang ada di hati gue. Sekarang gue udah jadi istri Mas Gama dan gue udah harus mencintai suami gue sebisanya. Gue mohon lupakan rasa yang pernah hadir di hati lo untuk gue Lintang. Gue nggak bisa mencintai dua pria dalam waktu yang sama."
Memang harusnya begitu, kan? Sejak kata sah menjadi pengiring hidupnya dan Gama untuk bersama maka Naysa sudah meyakinkan pada hatinya untuk belajar mencintai dan mengabdikan hidup bersama sang suami.
Nafas Lintang terlihat memburu dengan kilatan kecewa yang terpancar dari matanya.
"Oke. Semoga lo bahagia bersama Pak Gama tapi yang harus lo tau kalau gue nggak akan pernah lupakan lo," ujar Lintang.
Pria itu berlalu dari hadapan Naysa. Naysa beralih menatap Afra yang mematung dengan senyum dipaksakan. Ia peluk Afra yang langsung menitikkan air mata.
"Maafin gue Nay. Gue nggak nyangka ternyata lo memang nggak cinta sama Lintang. Maafin gue," ungkap Afra serak.
"Gue nggak mungkin bohong sama sahabat gue sendiri."
Afra mengangguk, menerima tissue yang diberikan Naysa setelah pelukan mereka terurai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Sentuhan Cinta
RomanceGama itu ganteng, baik, pinter masak, dan kaya raya. Apalagi alasan Naysa untuk tidak jatuh cinta? Diam-diam Naysa tidak bisa menolak rasa nyaman yang ditawarkan oleh pelukan Gama. Ingin didekap terus untuk hari ini, esok, dan nanti.