Part 43

4.6K 296 3
                                    


"Mau ke mana sih?"

Gama menarik tangan Naysa yang akan melangkah menjauh dari tempat tidur. Usai sholat subuh tadi Gama langsung pulang dari masjid dan mendapati Naysa tengah sujud dalam sholatnya. Sembari menunggu sang istri selesai sholat, Gama memilih untuk duduk di tepi tempat tidur sambil memainkan ponselnya. Memeriksa pesan masuk yang mungkin ada yang penting.

"Ini aku mau rapikan baju-baju kita dulu Mas. Baju yang kotor mau diantar ke belakang biar dicuci," kata Naysa.

Gama mendudukkan Naysa tepat di atas pahanya membuat pipi sang istri langsung bersemu merah. Meski sudah bertahun menjadi suami istri dan sudah berulang kali melakukan kegiatan spesial antara suami dan istri tapi Naysa tetap saja malu terlebih hatinya yang terus berdetak tidak karuan setiap di samping Gama.

"Nanti aja deh. Kamu temenin aku dulu aja di sini."

Tangan Gama dengan seenaknya melingkar di pinggang Naysa. Menahan agar sang istri bangun dan pergi dari sana. Pria itu meletakkan wajahnya ke ceruk leher Naysa dengan mata terpejam.

"Kamu tau nggak ini hari apa?" tanya Gama.

"Jum'at. Udah deh Mas jangan macem-macem. Aku masih harus cariin baju buat Mas untuk ke kantor," kata Naysa.

Gama semakin erat memeluk pinggang sang istri. Pria itu tersenyum saat mendengar suara erangan Naysa ketika tangannya mulai bermain di pelukan tubuh sang istri yang masih berpakaian lengkap.

"Tadi malam kan udah Mas. Masa mau sekarang lagi?" tanya Naysa mencoba bersuara meski sulit.

"Biar aku tambah semangat kerjanya," kata Gama.

"Papa jangan deket mama dong. Mama kan cuma untuk Arkan," kata Arkan dari arah pintu kamar kedua orang tuanya.

Naysa mendorong pelan tubuh Gama yang hampir saja memberikan ciuman di keningnya. Wanita cantik yang merupakan istri tercinta dari Gama itu memperbaiki piyama tidurnya dan berjalan mendekat pada sang putra yang menatap polos ke arah mereka.

Salah Gama yang tadi dari masjid tidak langsung mengunci pintu membuat siapa pun bisa masuk dan menganggu rencana yang sudah ia susun sejak pulang dari masjid tadi.

Masih sangat pagi dan ini hari Jum'at. Biasanya setelah sholat subuh Gama akan mengajak Naysa untuk kembali ke atas tidur sampai matahari terbit meski tidak terlelap setidaknya dapat menambahkan rasa cinta di antara keduanya sebelum Gama siap-siap untuk berangkat ke kantor.

"Lho.... anak Mama kok udah di sini aja? Belum mandi ya?" tanya Naysa sambil mengusap rambut Putranya.

Arkan menggeleng pelan dengan wajah cemberut.
"Kenapa? Hem?"

"Arkan mau mandi sama papa aja, Ma. Arkan mau dimandiin Papa," kata Arkan dengan suara manja..

Naysa menoleh pada Gama yang berjalan mendekat ke rahim mereka. Pria itu menggendong buah hati mereka ke dalam gendongan. Mengecup kedua pipi Arkan dengan sayang.

"Mau mandi sama papa?" tanya Gama lembut.

Arkan mengangguk dan berteriak riang saat keinginan dikabulkan oleh sang ayah.

"Kita mandi di kamar Arkan aja ya. Bunda juga mau siapin baju papa ke kantor," kata Gama.

Arkan mengeratkan pelukannya pada leher sang papa. Mengecup kedua pipi Gama secara bergantian.

"Iya Pa."

Naysa ikut mengelus rambut Arkan yang tersenyum bahagia.

"Aku siapin baju Mas dulu ya. Nanti aku ke kamar Arkan buat siapin bajunya," bisik Naysa.

"Iya Sayang. Aku sama Arkan duluan ya. Kamu jangan lupa ganti baju."

Naysa mengangguk. Ia hanya menggunakan piyama dengan celana pendek di atas lutut. Tidak akan Gama biarkan Naysa ke luar kamar dengan pakaian seperti itu. Hanya Gama yang boleh melihat Naysa dengan pakaian aneh seperti itu. Belum lagi Bu tidurnya tanpa lengan. Mempertontonkan lengan Naysa yang putih bersih.

"Arkan mandi dulu ya Ma. Biar jadi ganteng kayak papa," kata Arkan.

"Iya. Jangan lama-lama mandinya ya. Nanti kedinginan," pesan Naysa.

"Siap Mama cantik," jawab Gama dan Arkan secara bersamaan.

_______

"Mama kenapa? Mama sakit ya? Kok muntah-muntah?" tanya Arkan.

Bocah 4 tahun itu terlihat panik melihat Naysa yang mengeluarkan isi perutnya di wastafel dapur. Makan siang mereka terganggu karena rasa mual yang tiba-tiba datang menyerang Naysa. Wajah wanita itu pucat dan tubuhnya terasa lemas.

"Mama juga nggak tahu kenapa, Sayang. Arkan tolong telepon papa ya. Bilang aja kalau mama muntah-muntah."

Arkan mengangguk dan mengambil ponsel milik Naysa. Mencari nama ayahnya di kontak telepon dan langsung melakukan panggilan. Sedangkan Naysa terduduk di kursi meja makan dengan tubuh lemas.

"Iya Sayang?"

"Papa ini Arkan....,"

Arkan mendekati sang mama dan mengelus tangan Naysa yang diletakkan di atas meja.

"Iya ada apa Nak? Arkan dan Mama baik-baik aja? Kok tiba-tiba telepon papa?" tanya sang papa di seberang sana.

"Mama sakit pa. Mama muntah terus dari tadi."

"Ya udah ini Papa pulang ya. Arkan temenin mama ya Nak. Jangan ditinggal-tinggal. Papa tutup teleponnya ini."

"Iya Pa."

Arkan meletakkan lagi ponsel Naysa di atas meja dan menatap sedih pada sang mama.

"Kata Papa sebentar lagi pulang Ma. Kita tunggu papa ya Ma biar ke rumah sakit," kata Arkan menenangkan ibunya.

Naysa mengangguk dan memaksakan senyuman manis untuk putranya.

"Kenapa aku muntah-muntah dan pusing gini ya? Badan juga lemes banget. Apa aku hamil?"

Tanpa sadar Naysa meletakkan tangannya pada perut datarnya.

______

Tangan Gama tidak pernah melepas genggamannya pada tangan sang istri setelah pulang dari rumah sakit tadi.

"Cepat pulih ya Sayang. Aku sedih banget kalau kamu sakit begini," kata Gama sembari mengecup kening Naysa..

Naysa mengangguk. "Maafin aku ya Mas jadi ngerepotin. Aku pikir aku lagi hamil karena muntah-muntah ternyata penyakit maagnya kambuh."

Gama mengusap rambut Naysa. Menangkup kedua pipi sang istri yang terlihat pucat.

"Nggak ngerepotin kok. Kamu jangan banyak pikiran makanya. Makan yang teratur juga karena sakit maag itu bisa juga disebabkan karena stress. Pokoknya kalau ada apa-apa itu langsung cerita sama aku jangan dipendam sendiri."

"Iya Mas. Makasih suamiku."

Cup..

Satu kecupan Naysa dapatkan di kening dari Gama. Putra mereka sudah terlelao di samping Naysa. Biasanya Arkan tidur sendirian di kamarnya tapi karena Naysa lagi sakit jadi putra kesayangan Naysa dan Gama itu ingin tidur bertiga bersama orang tuanya.

"Sama-sama. Aku ambil bubur dulu ya. Habis itu minum obat dan tidur."

Gama itu suami siaga. Jika Naysa sakit seperti ini. Urusan masak bukan hal yang sulit untuk ia lakukan.

"He'em. Jangan lama-lama ya ke dapurnya. Aku udah ngantuk mereka banget Mas pingin bobok."

Gama mengangguk dan menyelimuti tubuh Arkan. Ia dan Arkan sudah makan tadi saat Naysa pulang dari rumah sakit dan langsung tidur. Setelah mandi anaknya mengadu ngantuk.

"Buburnya dikit aja Mas. Kayaknya baku nggak laper deh."

"Bawel banget sih belum juga aku ambil."

Naysa terkekeh mendengar ucapan sang suami. Meski sakit tapi hatinya bahagia. Ia sangat bahagia bisa hidup dan menjalani hari bersama Gama dan keluarga kecil mereka.

"Semoga rumah tangga akan terus begini ya Mas. Akan terus bahagia dan saling mencintai seperti ini."


Dalam Sentuhan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang