Part 34

20.2K 1.4K 27
                                    

"Mas kenapa?"

Gama mengerjap dan menggeleng pelan. Ia satukan keningnya dengan kening Naysa. Menatap dalam mata sang istri.

"Serius? Kamu udah siap hamil?"

Naysa mengangguk mantap. Ia kecup bibir Gama sekilas.

"Aku udah mau wisuda dan orang tua kita kayaknya udah pantas dikasih cucu," kata Naysa.

Binar bahagia Bunda Hani yang tadi siang melihat cucu temannya membuat hati Naysa berdenyut nyeri. Ia tahu perasaan Bunda yang ingin menimang cucu. Selain itu juga orangtuanya sendiri yang secara blak-blakan mengatakan sudah tidak sabar untuk melihat buah hati Naysa. Terlebih Naysa anak tunggal jadi hanya dari dialah orangtuanya bisa mendapatkan cucu.

"Tapi melahirkan itu sakit lho Yang. Aku nggak tega hamilin kamu," ujar Gama.

Meski tersirat raut khawatir di wajah sang suami tidak bisa menahan Naysa untuk menggigit pelan daging di dada bidang Gama. Menggigitnya hingga menimbulkan bekas.

"Awww ya ampun Sayang,. Ini sakit. Ngapain paket gigit-gigit gini?"

Naysa menatapnya kesal. Wanita itu menarik diri dari rengkuhan Gama. Mempererat selimut di bagian dadanya agar tidak terlepas. Biasanya juga Gama tidak peduli ketika Naysa menjerit tertahan saat Gama yang melakukan itu, kan?

"Lagian Mas jahat banget sih. Apanya yang nggak tega hamilin aku tapi setiap malam minta masuk. Nggak mau punya anak dari aku, gitu? Mau enaknya aja?"

Gama tersenyum simpul. Memeluk istrinya dari belakang. Menumpukan dagu di bahu polos Naysa yang tampak marah.

"Apa sih ngomongnya. Ya jelas maulah punya anak dari kamu tapi aku nggak tega kalau nanti lihat kamu kesakitan pas melahirkan, Sayang."

Pelukan Gama semakin terasa erat ditubuhnya. Naysa masih diam.

"Aku nggak mau kamu ninggalin aku kalau nanti kamu melahirkan," kata Gama lagi.

Kali ini Naysa menoleh sedikit wajahnya ke samping kanan, tepatnya pada wajah sang suami.

"Kok ninggalin?"

"Istrinya Adri meninggal saat melahirkan anak mereka. Dia baru cerita kemarin."

Naysa tersenyum mendengarnya. Jadi itu ketakutan Gama.

"Nggak semua orang yang melahirkan itu akan mati, Mas."

"Tapi kalau itu...."

Cup.

Naysa mengecup lalu mengusap bibir Gama.

"Buktinya Bunda dan Mama masih ada sampai sekarang, kan? Padahal Bunda udah melahirkan dua anak, lho."

"Aku juga akan baik-baik aja selagi ada Mas dan doa. Tolong jangan berpikiran begitu ya Mas. Aku siap hamil dan memberi keturunan untuk Mas. Aku siap jadi ibu untuk anak-anak kita nanti."

Gama menatap wajah dan tatapan teduh sang istri sebelum menarik Naysa ke dalam dekapan.

"Berarti kamu udah cinta sama aku?"

Dalam pelukan Gama, Naysa mengangguk. Gama mengurai pelukan mereka. Melabuhkan bibirnya pada bibir sang istri.

"Kalau gitu sekali lagi ya. Kita harus sering usaha biar kamunya cepet hamil."

"Pelan-pelan ya."

Serangan cinta dari Gama tidak bisa Naysa cegah. Lagi-lagi Gama menyemai cinta di rahim sang istri. Berharap akan ada yang tumbuh menjadi buah cinta mereka nanti. Naysa yang terenggah di bawah Gama semakin erat mencengkram sprei warna coklat tua di kamar mereka.

Dalam Sentuhan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang