"Aduh kangen banget sama kamu, Nak. Dua minggu nggak ketemu rasanya udah kayak lamaaaa banget," ujar Bunda Hani sambil memeluk Naysa yang baru keluar dari kamarnya.
"Naysa juga kangen banget sama Bunda. Bunda sehat-sehat aja kan? Mas Gama sibuk terus. Aku ajak main ke tempat Bunda juga alasannya kerja."
Bunda Hani menanggapi dengan senyuman aduan manja menantunya.
Amanah perusahaan yang diemban seorang Gama tidaklah ringan. Naysa maklumi dan siap selalu ada mendukung sang suami termasuk lembur kerja tapi tetap harus pulang ke rumah tepat waktu. Lembur kerja tidak berarti menginap di kantor. Bisa mengerjakan di rumah, tepatnya di ruang kerja suaminya itu. Apalagi sekarang ruang kerja Gama menyatu dengan ruang belajar Naysa. Kata Gama sih, agar selalu berdua. Memandang Naysa di sela bekerja dapat membuncah semangat Gama yang tumbang.
"Naysa nggak kuliah?"
Naysa menggeleng pelan diiringi cengiran. Ia bergelendotan di lengan kanan Bunda Hani sambil melangkah pelan menuju sofa ruang tengah.
"Kan udah mau wisuda bulan depan, Bun. Jadi, udah nggak ke kampus lagi. Afra juga lagi liburan ke Yogja," jawab Naysa yang diangguki Bunda Hani.
Tidak terasa ternyata Naysa akan wisuda.
"Kalau udah wisuda nanti mau lanjut ambil S2 atau langsung lamar kerja Sayang?" tanya Bunda Hani lagi.
Naysa menghela nafas panjang dan menatap dalam ibu mertuanya. Menggenggam tangan Bunda dengan erat.
"Naysa mau fokus jadi istri Mas Gama dulu, Bun. Mungkin akan ikut Mas kalau pergi-pergi ke luar kota. Kasian dia kalau nyiapin baju dan semuanya sendiri di kota orang. Belum lagi kerjaannya pasti banyak," kata Naysa.
Menantunya baik dan terlihat sangat patuh pada suami. Bunda Hani tidak salah mengiyakan permintaan Gama untuk melamar Naysa.
"Pantes ya Gama kalau lagi di kantor sering bolak-balik lihatin foto kamu. Siapa yang nggak kangen sama istri yang kayak kamu. Udah cantik, baik, patuh lagi sama suami. Semoga kalian selalu bahagia ya, Sayang."
Naysa tersenyum dan mengamini doa sang ibu mertua.
"Bunda sering ke kantor?"
Bunda Hani mengangguk.
"Bunda cuma lihat-lihat sekalian kasih semangat untuk Gama aja. Kadang Gama kalau capek sering ketiduran di sofa sambil peluk foto kamu."
Dada Naysa sesak. Ada hal yang baru ia tahu. Harusnya ia memang sering datang dan memberi semangat pada suaminya. Itu kan salah satu peran istri. Selama ini Naysa harus sering ke kampus untuk mengejar tanda tangan dosen sebagai syarat yudisium kemarin tapi setelah mendengar ujaran Bunda Hani tentang Gama dengan segala penatnya di kantor. Setelah wisuda nanti Naysa benar-benar ingin menemani Gama, ke mana pun!
Elusan tangan Bunda Hani terasa di bahu Naysa.
"Nggak usah dipikirin. Terima kasih ya Sayang. Kamu udah menemani putra Bunda di setiap harinya. Tolong jangan ragukan perasaan Gama ya. Dia sayang banget sama kamu."
Naysa tidak pernah ragu akan perasaan Gama. Pria itu yang berhasil membawa cinta untuknya. Menumbuhkan cinta di hati Naysa hanya untuk Gama.
"Sekarang Naysa ikut Bunda ke acara tasyakuran cucunya temen Bunda, yuk Sayang. Mumpung Naysa nggak lagi ke mana-mana."
"Naysa telepon Mas Gama dulu ya Bun."
Izin suami tetap nomor satu.
Bunda Hani mengangguk. Sudah lumayan lama juga dan Naysa tidak menghabiskan waktu berdua.
____
Pulang dari acara tasyakuran cucu teman Bunda Hani, Naysa segera membersihkan badan dan memakai sedikit wewangian untuk apa lagi jika bukan untuk menjemput kepulangan sang suami yang pasti menunjukkan wajah lelah dari kantor tapi tetap berusaha menyembunyikannya dari Naysa.
Dress selutut berwarna hitam yang ia kenakan tampak cocok dengan kulit putihnya. Bagian leher yang lumayan rendah membuat kalung yang Gama berikan di saat ulang tahunnya lima bulan lalu terlihat jelas dengan indah. Rambut indah Naysa yang baru dipotong sebahu itu menambah cantik penampilannya.
Dengan sandal rumahan yang biasa ia pakai, Naysa melangkah membuka pintu utama. Bibirnya langsung tersenyum melihat Gama berjalan semakin dekat pada pintu. Tanpa kata Gama langsung memeluk tubuh mungilnya. Menenggelamkan Naysa dalam dekapan hangat yang ia punya. Tentu tidak mendapat penolakan dari sang istri.
Lelah Gama hilang setelah memeluk sang istri. Menatap mata indah Naysa, semangat barunya muncul.
"Sini aku bantu Mas bawain tasnya," ujar Naysa setelah pelukan mereka mengendur. Sebelah tangan Gama masih bertengger di pinggang Naysa.
Gama diam saja saat Naysa mengambil alih tas kantornya. Belum sempat wanitanya melangkah masuk ke dalam rumah, Gama lebih dulu mengangkat tubuh sang istri ke dalam gendongan.
"Mas!" pekik Naysa dengan mata melebar.
Sembari terkekeh ringan Gama mengecup bibir tipis pink Naysa. Memberi lumatan yang berhasil membuat pipi Naysa merah merona.
"Turunin Mas."
"Nanti aja di dalam."
Naysa menggeleng. "Mas capek dan..."
"Kamu obatnya. Udah diam aja," potong Gama cepat.
Pria itu melangkah ke dalam rumah dan menurunkan Naysa di sofa ruang tamu. Mengambil tas kerjanya dari tangan sang istri untuk diletakkan pada meja.
Naysa diam saja saat Gama merebahkan kepala pada pahanya. Posisi Naysa yang berada di ujung sofa memudahkan Gama berbaring dan sambil memejamkan mata.
"Pasti capek banget," gumam Naysa.
Wanita itu mengusap surai hitam Gama. Mengelus pipinya lembut. Kemeja sang suami tampak kusut di bagian tertentu dan Naysa yakin jas Gama pasti tertinggal di mobil. Seperti hari biasa jika Gama pulang dengan keadaan kelelahan. Masih untung suaminya ingat jalan pulang.
"Pindah ke kamar ya Mas. Nanti aku pijitin," bisik Naysa.
Gama membuka matanya yang tadi sempat terpejam. Memberikan senyuman menawan pada sang istri.
"Buatin aku teh hangat ya Sayang. Aku mau mandi dulu."
Naysa menggeleng tegas dengan telapak tangan terus mengelus pipi Gama.
"Habis mandi harus makan dulu, Mas. Aku udah masak lho."
"Iya deh. Tapi habis itu buatin teh ya."
Istrinya mengangguk. Perlahan Gama bangun dari tidurannya. Mengecup lama kening Naysa dan berlalu menaiki tangga menuju kamar. Ia harus mandi agar tubuhnya kembali segar.
____
"Mas," panggil Naysa.
Ia bersandar manja di dada bidang sang suami yang juga bersandar pada kepala ranjang. Tubuh polos mereka ditutupi selimut tebal.
Surai indah Naysa diusap lembut oleh Gama. Sesekali pria itu mengecup puncak kepala dan pundak sang istri."Hem?"
Naysa memainkan jemari kanan Gama. Mengusap cincin pernikahan mereka yang tidak pernah lepas dari jari manis itu.
"Aku pingin hamil."
Ucapan Naysa berhasil membuat jantung Gama berdetak tidak karuan. Pria itu menghentikan gerakan tangan kirinya yang tadi mengelus rambut sepundak Naysa. Tubuh pria itu menegang dan Naysa tau.
Naysa membalik badan hingga berhadapan dengan Gama. Mengangkat tangan tangannya untuk mengusap rahang tegas sang suami.
"Mas kenapa?"
Yang penasaran, di Karyakarsa udah sampai tamat ya guys. Akan up setiap hari di sana.
Di wattpad juga akan up sampai tamat tapi up-nya setiap hari Kamis aja ya sayang-sayangku.
Bisa masuk lewat link di bio ummi ❤️❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Sentuhan Cinta
RomanceGama itu ganteng, baik, pinter masak, dan kaya raya. Apalagi alasan Naysa untuk tidak jatuh cinta? Diam-diam Naysa tidak bisa menolak rasa nyaman yang ditawarkan oleh pelukan Gama. Ingin didekap terus untuk hari ini, esok, dan nanti.