Part 45

2.5K 99 0
                                    

"Mas," panggil Naysa lembut.

Istri tercinta dari Gama itu mengernyitkan kening melihat sang suami yang tengah serius berkutat dengan laptop di depannya.

"Masa nggak dengar sih?" gumam Naysa pelan.

Kaki kanan dan kirinya saling mendahului mendekat pada meja kerja Gama. 
Begitu sampai di depan meja sang suami, Naysa berdehem pelan. Berhasil membuat Gama mendongakkan kepalanya.

"Assalamu'alaikum Mas," ucap Naysa lagi.

"Wa'alaikum salam," jawab Gama singkat.

Kernyitan di dahi Naya semakin menjadi mendengar jawaban singkat dan datar dari sang suami. Bahkan kini Gama kembali fokus pada laptopnya. Sama sekali tidak seperti biasanya.

"Mas kenapa, kok kayak aneh gitu? Kita lunch di luar yuk Mas," ajak Naysa hati-hati.

Gama menghela nafas panjang setelahnya mendongak lagi untuk menatap Naysa yang masih berdiri.

"Kamu nggak lihat kalau aku lagi sibuk? Banyak kerjaan?"

Ini aneh. Gama tidak pernah seperti ini. Ada apa dengan suaminya.

"I ... iya tapi kan Mas butuh makan siang juga. Harus jaga kesehatan, Mas walaupun lagi sibuk," kata Naysa masih dengan senyum merekahnya.

"Aku tau kapan aku harus makan dan apa yang tubuh aku butuhkan, Nay."

"Iya tapi kamu..."

"Udah. Lebih baik sekarang kamu pulang karena aku mau fokus kerja," kata Gama.

Naysa terdiam mendengar perintah yang tidak biasa dari suaminya.

"Ya udah aku pulang. Mas jangan lupa makan. Maaf udah ganggu Mas yang lagi kerja," ujar Naysa dengan suara berat.

Gama hanya mengangguk tanpa melirik Naysa. Setega itu ia membiarkan Naysa ke luar dari ruangannya dengan wajah sedih. Dada Naysa terasa sesak sambil terus ke berjalan menuju lift.

Tidak menyangka niat baiknya ingin mengajak sang suami makan siang bersama malah berakhir dengan kalimat pengusiran dari prianya itu.

"Perasaan tadi pagi sikapnya Mas Gama masih biasa deh. Masih manis. Apa emang lagi banyak kerjaan ya? tapi biasanya kalau lagi banyak pikiran Mas Gama pasti cerita sama aku. Nggak kayak gini yang tiba-tiba jadi bersikap dingin."

______

Gama memutar kursi kerjanya dengan senyum tampan yang tersungging begitu saja. 
Fotonya bersama sang istri.

"Tadi wajahnya sedih banget. Maafin aku ya Sayang."

Gama kembali meletakkan foto itu di atas meja. Menyalakan lagi laptopnya dan kembali bekerja. Sebenarnya Gama memang sedang sangat sibuk dan banyak kerjaan.

_____

"Udah semalam ini dan Mas Gama belum juga pulang. Dia ke mana sih?"

Naysa mengintip ke balik jendela depan rumahnya, menunggu sorotan lampu yang dari mobil sang suami yang sangat ia harapkan.

"Udah jam sebelas. Mana rumah kosong lagi."

Wajar rumah mereka kosong karena anak tercintanya dengan Gama dibawa menginap di rumah Bunda Hani. Anaknya akan sangat senang saat jika bersama Bunda Hani apalagi jika ada Kevan di sana. Sudah pasti anaknya tidak mau pulang.

"Aku nunggu di kamar aja kali ya? Palingan nanti Mas Gama pulang dan langasung ke kamar," gumam Naysa lagi.

Wanita itu menaiki tangga menuju kamarnya dengan Gama. Rasa kantuknya benar-benar hilang berganti resah, gelisah karena sang suami tidak kunjung pulang.

Baru saja Naysa masuk ke dalam kamar, mata wanita itu terbelalak kaget melihat kamarnya yang berubah. Cahaya temaram dari lampu tidur membuat Naysa bisa melihat satu sosok manusia yang berdiri di depan jendela.

Jantung Naysa semakin tidak aman melihat pintu pembatas antara kamarnya dengan balkon tidak tertutup. Telapak tangan Naysa sampai basah karena keringat takut. Wanita itu perlahan berjalan mundur.

"Happy anniversarry Sayangku."

Hampir saja jantung Naysa melompat keluar dari tempatnya jika lampu tidak segera dinyalakan dan sosok manusia yang ada di depan jendela itu berbalik.

"Mas?"

Masih dengan wajah kaget, Naysa tidak bergerak sedikit pun. Sang suami yang tersenyum melihat kekakuan Naysa perlahan maju dengan tangan membawa setangkai mawar merah..

"Iya Sayang. Nih."

Gama memberikan setangkai mawar itu untuk Naysa. 
Bukannya menerima pemberian Gama, Naysa justru langsung melemparkan diri ke dalam pelukan pria itu.

"Aku beneran lupa tanggal ini, Mas. Bisa-bisanya Mas ngerjain aku kayak gini," ujar Naysa.

"Makasih sudah membersamai aku selama ini, Sayang. Makasih sudah bersedia selalu ada di samping aku dalam suka dan duka. Aku bahagia banget ada kamu di samping aku."

Naysa mengangguk. Mengalungkan tangannya di leher Gama. Menatap dalam mata sang suami lembut. Tanpa kata wanita itu kembali merebahkan kepalanya pada dada Gama.

Gama mengeratkan pelukannya pada tubuh sang istri. Mengecup puncak kepala Naysa beberapa kali seiring air mata yang istrinya teteskan.

"Maaf ya untuk kejadian di kantor aku tadi. Tadi aku nggak serius ngusir kamu."

"Iya Mas. Tapi..."

Istri tercinta Gama itu mendongakkan kepala.

"Terus tadi makan siangnya gimana? Ada makan? Atau malah nggak makan?" tanya Naysa beruntun.

Gama tersenyum. Mengecup pelipis Naysa sayang.

"Makan dong. Tadi makan siang sambil meeting di cafe samping kantor," jawab Gama.

"Syukur deh kalau gitu. Makasih ya Mas kamarnya jadi dibuat cantik begini."

"Iya Sayang. Kamu suka?"

Naysa lansung memgangguk. Meraih bunga mawar yang masih Gama pegang untuk ia hirup baunya.

"Suka banget. One again makasih Sayang. Oh ya aku hampir aja lupa. Bentar ya," kata Naysa..

Wanita itu melepaskan tangannya dari pelukan Gama. Meletakkan bunga mawar tadi mejs dan mengambil sesuatu dari laci meja riasnya.

"Itu apa?" tanya Gama penasaran.

Naysa tersenyum dan memberikannya pada Gama.

"Ini dari rumah sakit? Kamu sakit apa?" tanya Gama lagi penuh rasa penasaran.

"Makanya buka dulu dong, Mas. Terus dibaca biar Mas tau."

Gama menuruti ucapan sang istri. Membuka lipatan lembaran kertas dan dengan mata jelinya pria itu menyusuri kumpulan huruf yang tertera di sana. Tidak butuh waktu lama karena pria itu langsung mendekap sang istri erat.

"Alhamdulillah. Kamu hamil lagi, Sayang? Aku bahagia banget," ucap Gama.

Naysa tidak kalah bahagia. Wanita menyamankan posisinya dalam pelukan sang suami.

"Selamat ya Sayang. Mas akan tambah anaknya. Semoga keluarga kecil kita bahagia terus ya."

"Aaamiin. Makasih karena kamu udah mau hamil lagi untuk anak kedua kita."

Tangan kanan Gama bergerak mengelus perut datar Naysa lembut. Perasaanya benar-benar bahagia, di saat ia berusaha memberikan kejutan untuk Naysa di saat itu juga ia mendapat kejutan oleh hal yang sangat membahagiakan hatinya dan Naysa.

Dalam Sentuhan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang