Part 2

51.5K 2.9K 11
                                    

Naysa menarik-hembuskan nafasnya beberapa kali saat flatshoes putih yang ia kenakan menginjak tangga teras rumah mewah orangtua Gama yang merupakan mertuanya. Ini kali kedua Naysa masuk ke rumah ini, yang pertama kali ia datang ke sini saat masih belum sah menyandang gelar istri dari Gama. Masih terasa asing bagi Naysa.

Duh ... bagaimana nanti tinggal di rumah yang sama dengan mertua. Kata orang-orang nggak enak. Tenang Naysa.... kamu cuma sebentar dan mungkin hanya satu Minggu Gama ke Surabaya.

"Masuk yuk."

Bagai orang bingung, Naysa mengangguk saja. Menurut apa kata Gama, mengikuti langkah lebar sang suami dengan langkah kecilnya yang sudah pasti Naysa seperti mengekori Gama.

"Hah? Ini maksudnya Mas?"

Naysa mendongak, mengarahkan matanya pada Gama yang membuka telapak tangan kanan tepat di dekat Naysa.

"Taro tangan kamu di sini," ujar Gama.

Bluss ... pipi Naysa langsung bersemu saat mengerti maksud Gama. Perlahan Naysa meletakkan tangannya pada telapak tangan Gama yang langsung dikunci pria itu mengatup jemarinya.

Rabbi, ini tangannya terasa hangat saat digenggam oleh Gama. Rasanya hangat dan nyaman. Nggak pingin dilepas. Ah, kan ... otak Naysa mulai oleng lagi. Kenapa jadi begini, sih? Padahal biasanya juga ia pernah digenggam dan bergandengan tangan dengan Lintang tapi ... genggaman tangan yang ini terasa beda. Desiran hangatnya sampai ke ulu hati. Bahkan telapak kaki Naysa terasa geli. Genggaman tangan jodoh itu beda, Nay!

"Mukanya jangan gugup gitu dong ... bunda orangnya baik kok. Nggak usah ragu," kata Gama menenangkan.

Dari raut wajah dan gestur tubuhnya saja Gama bisa merasakan kegundahan hati Naysa yang akan segera bertemu bundanya.

"Aku nggak tau nanti harus bersikap gimana ke bunda, Mas. Aku kan orang baru di sini dan...,"

Gama tidak bisa menahan tangannya untuk mengusap pipi halus Naysa. Sedikit menunduk karena Naysa jauh lebih rendah dibanding dirinya yang tinggi menjulang. Kalau istri sedang gundah maka sudah suami sudah harus menjalankan peran sebagai pelipur hati sang pujaan hati.
Ucapan Naysa juga langsung terhenti saat mata mereka bertemu di satu titik yang sama. Naysa pasti gugup dan mungkin terpesona padanya.

"Jangan paksa diri kamu ingin jadi orang lain. Bersikap biasa aja ya."

Naysa menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya pelan. Kemudian mengangguk membuat senyum di bibir Gama terpatri indah. Wah... ternyata Gama memiliki lesung pipi di sebelah kanan, teman-teman! Dan sayangnya Naysa baru tahu sekarang.

"Semoga aku bisa nggak bersikap aneh-aneh ya Mas di depan ayah dan bunda," ujar Naysa.

Gama tersenyum dan menarik Nayra untuk jatuh ke dalam pelukannya. Dengan detakan jantung yang jauh dari kata normal Naysa membalas pelukan Gama. Tidak tahu mengapa hatinya tenang ada di rengkuhan pria ini.

"Kenapa nggak dari dulu sih , gue dipeluk Mas Gama. Nyaman gini pelukannya," bisik hati Naysa.

Gama semakin melebarkan senyum kala tidak mendapati penolakan dari Naysa. Semakin ia eratkan lingkaran tangannya di tubuh Naysa.

"Ehem..."

"Cieee."

"OMG katanya nikah dadakan tapi...."

Naysa hampir terjatuh saat mendengar beragam godaan yang ditujukan padanya dan Gama. Pria yang telah menjadi suaminya ini terlihat santai berbeda dengan dirinya yang langsung panik bercampur malu dipergoki tengah saling memeluk dengan Gama.

Ada Bunda Hani yang tersenyum ramah di dekat pintu. Ayah Lukman yang berdiri di samping sang istri juga menunjukkan senyuman. Dari suara deheman tadi, Naysa yakin jika Ayah Lukman pelakunya. Kemudian Afra yang tersenyum menggoda pada Naysa yang terakhir ada Kevan yang berdiri layaknya patung di samping Afra.
Kevan adik kandung Gama.

"Bunda ... ayah."

Gama menarik tangan Naysa yang masih dalam genggamannya untuk dibawa mendekat dan menyalami orang tuanya. Naysa tersentak kaget saat bukan hanya pipinya yang kecup lembut oleh Hani tapi juga tubuhnya yang peluk hangat oleh wanita paruh baya itu.

"Udah lama di luarnya, Sayang?" tanya Hani pada Naysa.

Bagaimana Naysa bisa menahan senyum melihat Hani yang terus menarik kedua sudut bibirnya. Hatinya tidak henti berdoa semoga saja Hani ini memang mertua idaman para wanita. Tidak ada drama sok manis dipertemuan pertama kali beralih sinis dipertemuan berikutnya.

"Baru kok Bun. Maaf ya tadi kita nggak sopan," jawab Naysa tertunduk malu.

Bunda Hani mengerutkan dahi dan selanjutnya terkekeh. Tidak sopan maksud Naysa adalah berpelukan di depan rumah.

"Nggak papa Sayang. Tapi lain kali pelukan khidmat begitu di kamar aja ya. Biar lebih ehem," jawab Bunda Hani.

Rona pink cantik sepertinya tidak akan pudar dari pipi Naysa. Ya ampun ternyata mertuanya mirip Mamanya yang suka meledak orang. Mampus dirinya jika terus-terusan diledek seperti ini. Lagi pula, apa tadi ehem yang dimaksud?

"Iya Nay di kamar aja biar lebih ehem," sahut Afra menambah suasana semakin mencekam bagi Naysa.

"Yang rajin ehem-ehem lho Kak Nay, udah nggak sabar nih pingin gendong ponakan."

Tatapan Naysa beralih pada Kevan yang menahan tawa. Mata gadis itu kembali pada Gama yang tersenyum simpul. Sepertinya tatapan mengadu Gama dengan suka rela mengecup kedua mata Naysa dengan tanpa diduga sebelumnya. Perlakuan Gama itu mengundang pekikan histeris dari Afra dan Kevan sedangkan Bunda Hani tersenyum dengan Ayah Lukman yang menggelengkan kepalanya.

"Kita ke kamar dulu ya semuanya. Kayaknya perlu ehem ini...."

Naysa melotot saat Gama mengangkat tubuh mungilnya ke dalam gendongan. Menaiki satu persatu anak tangga hingga tiba di pintu kamar bercat putih. Naysa sangat yakin jika ini adalah kamar milik Gama.

"Kamu bisa tolong bukain? Pintunya nggak dikunci," pinta Gama.

Siapa yang suruh Gama menggendongnya. Kesusahan sendiri kan jadinya, lagian sok romantis sih di depan keluarga yang hobinya menggoda.

"Ini kamar kita kalau nginep di sini."

Gama menurunkan Naysa di atas ranjang dengan sangat hati-hati. Gadis itu menatap netra Gama yang juga tertuju padanya. Perlahan tapi pasti wajah Gama semakin mendekat padanya. Mengikis jarak hingga jidat mereka saling bersentuhan. Tangan Naysa yang sekarang digenggam oleh Gama terasa dingin seperti es batu. Naysa memejamkan matanya menunggu apa yang selanjutnya akan Gama lakukan.

"Bussssset..... ternyata beneran mau ehem-ehem."

Dengan gerakan tenang, Gama membuka mata dan menghela nafas kasar. Sedangkan Naysa dengan pipi bersemu merah mengintip lewat bahu kekar Gama pada arah pintu kamar.

Cup.

Tidak tahan, Gama akhirnya mengecup kilas bibir pink jelita milik Naysa yang sejak awal memang sudah menggodanya. Bibir tipis pink itu ingin ia lumat tapi sadar akan di sini bukan hanya ada mereka berdua.

"First kiss."

Naysa mengangguk malu.
Setelah itu Gama bangun dari tempat tidur yang di duduki Naysa. Gama melangkah ke arah pintu di mana Kevan bersandar sambil memainkan ponsel. Melihat koper yang tadi ia bawa berisi baju Naysa sudah ada di sana membuatnya tersenyum senang.

"Jangan ganggu kita dulu."

Kevan menendang kecil koper yang tadi di sampingnya hingga bergeser masuk ke dalam kamar.

"Lo pikir gue hobi ngintip orang mau ehem-ehem?"

Kevan berlalu dari sana.

Ehem-ehem lagi.... Naysa yang mendengar di atas ranjang hanya bisa menahan malu.







Dalam Sentuhan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang