Part 10

35.3K 2K 9
                                    

Typo tolong ditandai ya. Ummi nggak baca ulang soalnya.

"Serius pulang, Mas? Ini udah mau malam loh. Mas Gama juga butuh istirahat dulu dan baju-baju kita belum aku rapikan."

Sampai di kamar, Naysa memilih duduk di sofa dan meletakkan cangkir teh jahe yang sengaja ia buat untuk Gama. Drama di ruang keluarga berakhir dengan perintah berkedok ajakan dari Gama untuk mereka segera pulang ke rumah sendiri. Rumah yang hanya di huni oleh keduanya. Asisten rumah tangga ada tapi sekarang lagi pulang karena anaknya sakit.

"Iya nggak apa-apa baju-baju kita di sini dulu. Yang penting kita pulang dulu besok atau lusa kita ambil bajunya," jawab Gama.

Jujur, Naysa ragu untuk pulang ke rumah mereka karena masih belum terbiasa tinggal dengan orang asing. Sebelum orangtuanya berangkat ke London Naysa akan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah Mama Ina. Tapi pulang ke rumahnya bersama Gama adalah suatu keharusan. Hari ibu atau besok. Sekarang dan kedepannya ia dan Gama akan berkumpul di rumah itu untuk membina keluarga bahagia.

"Ya udah Mas habisin tehnya. Aku ganti baju bentar," kata Naysa.

Terlihat Gama mengangguk pelan dengan mata masih fokus terarah pada ponsel. Naysa yakin jika Gama akan pulang dengan pakaian ini dan tidak mau repot ganti baju dulu. Padahal kemeja yang Gama kenakan sudah tidak berbentuk.

"Besok kuliah?"

Naysa mengangguk sambil memasukkan laptop dan dua buku tebal ke dalam tote bag kesayangannya. Seenggaknya ia tidak lupa besok kuliah dan masih ingat membawa buku penting ke rumah mereka.

"Kita pamit dulu ke ayah dan bunda, Mas."

"Cuma sama Bunda karena ayah udah tidur," jawab Gama.

Sejenak Naysa menatap Gama dan perlahan mengangguk. Kaku kembali interaksi mereka. Seperti sebelum berjauhan karena alasan pekerjaan Gama ke luar kota. Naysa banyak berharap ia dan Gama bisa segera menjalin hubungan pernikahan yang layak. Layaknya kebanyakan pasangan dan Naysa sudah siap untuk membuka hati agar menyambut kedatangan Gama.

_____

Naysa dan Gama sampai ke rumah mereka benar-benar di waktu sudah malam. Macet dan segala macam di jalanan akhirnya terlewati juga. Tadi di jalan Gama sempat mampir di salah satu masjid, menunaikan ibadah sholat Maghrib. Karena sedang dalam keadaan haid Naysa hanya menunggu di dalam mobil.

Dahi Naysa mengernyit melihat seorang perempuan berambut panjang dengan bocah usia sekitar 7-8 tahun sedang duduk di kursi teras rumah mereka. Sesekali gadis kecil itu memainkan boneka barbie berambut coklat di tangannya. Pantes pagar rumah mereka terbuka. Pak Udin, di penjaga pagar yang mungkin membuka pagar tadi mengingat hanya beliau satu-satunya orang yang ada di rumah ini setelah Bik Marni izin pulang.

"Mas itu....?"

Nasya menghadap wajah dan tubuh sepenuhnya pada Gama. Masih di dalam mobil dan Gama mengangguk. Mungkin tahu apa kata selanjutnya yang akan Naysa ucapkan. Gadis di sampingnya melorotkan lagi tubuh hingga bersandar pada jok mobil padahal mereka sudah sampai dan sudah saatnya turun.

Entah mengapa Naysa jadi sejahat ini, hatinya mendadak berprasangka buruk pada orang lain. Siapa lagi kalau bukan Mita yang tengah menanggapi ocehan putrinya.

"Kenapa Mas nggak cerita kalau ada Mbak Mita dan Nisa di sini?"

"Nanti aku akan cerita. Sekarang kita turun dulu ya."

Kenapa harus nanti? Apa Gama tidak tahu jika Naysa menyimpan penasaran terlalu lama? Naysa pikir setelah urusan kantor selesai di Surabaya maka Gama dan Mita hanya akan bertemu di kantor dan sewajarnya saja tidak menyangka juga jika wanita itu sampai harus repot datang ke rumah mereka. Baru akan merasakan pindah rumah yang sesungguhnya dengan rasa baru sebagai istri dari Gama tapi mengapa langsung dihadapkan dengan pergejolakan hati seperti ini.

"Nay, kok malah bengong? Ayo."

Gama menyingkirkan sebentar perasaan yang mungkin muncul di hati Naysa akan Mita. Ia sudah banyak berbicara pada Mita dan Mita sendiri yang meminta ingin segera bertemu dengan Naysa meski harusnya tidak secepat ini.

Naysa menyambut uluran tangan Gama. Harusnya ini adalah hal indah yang ia rasakan. Di mana diperlakukan istimewa saat keluar dari mobil oleh sang suami tapi semuanya sirna saat mengingat tujuan mereka pulang adalah karena Mita dan anaknya. Apa pun itu Naysa pasti akan menagih penjelasan pada Gama nantinya.

Sengaja Naysa mengeratkan genggaman tangan Gama. Ingin mempertegas pada siapa saja jika Gama sudah terpaut ikatan suci dengannya. Tidak ada maksud apa-apa selain itu. Naysa memang kesal pada Mita yang di kepergiannya dengan Gama entah sengaja atau tidak menggunakan pakaian terbuka dan ketat tapi ia tidak boleh menjadikan itu alasan untuk membenci wanita itu. Sadar Naysa ... mungkin saja Mita punya keperluan lain untuk datang ke sini.

"Uncle Gama...."

Gama semakin melangkah lebar menuju teras rumah mendengar pekikan ruang dari gadis kecil yang berlari menyambut mereka. Genggaman tangan mereka tampak menggoyang-goyang seiring lambat cepatnya langkah kaki keduanya. Ini indah, bisik hati Naysa. Indah yang sulit untuk Naysa nikmati.

"Wah Nisa keponakan Uncle, cantik banget malam ini."

Naysa menjerit kesal dalam hati ingin memarahi gadis kecil bernama Nisa ini saat genggaman tangannya dengan Gama terlepas begitu saat tepatnya saat gadis itu memeluk pinggang Gama. Cantikan juga dirinya.

"Uncle kok pulangnya lama? Padahal Nisa sama Mama udah nunggu dari tadi sore."

Bibir Nisa tampak mengerucut yang harusnya dinilai lucu oleh siapa pun kecuali Naysa. Terlanjur kesal jadi bagi gadis itu ekspresi seperti apa pun yang ditunjukkan wajah Nisa akan terlihat biasa saja baginya.

"Iya nih. Maafin ya, tadi Uncle kan di rumah Oma Hani jadi jalan ke sininya sering macet, Sayang."

Naysa banyak menghela kasar terlebih saat melihat tangan Nisa melingkar sesukanya pada leher suaminya. Apa Nisa selalu begini ya jika bertemu Gama? Bukan Naysa takut Nisa terbawa perasaan kan dia masih kecil dan perasaannya pun masih polos tapi Naysa khawatir Mita yang kesenangan karena anaknya dekat dengan Gama.

"Oh iya ... kita masuk dulu aja ya. Aunty Nay, capek kayaknya. Mukanya juga pucat ini. Kasian istriku."

Gama menoleh pada Naysa yang tersentak kaget. Tatapan Nisa juga Mita beralih padanya. Membebaskan sebelah tangannya dari punggung Nisa, Gama meraih kembali tangan Naysa untuk ia genggam. Ia bukan tidak peka jika sedari tadi merasakan berubahnya sikap dan raut wajah Naysa.

"Kuncinya sama kamu, Sayang?" tanya Gama yang langsung diangguki Naysa.

Mita maju beberapa langkah lebih mendekat pada mereka. Mengulurkan tangan pada putrinya.

"Nisa turun dulu ya. Uncle dan Aunty mau bukain pintunya."

Untung Nisa menurut saja dan beralih turun ke lantai. Jika tidak maka batin Naysa akan kembali berantem dengan pikirannya.


Dalam Sentuhan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang