Part 41

3.9K 224 0
                                    


Dua jiwa yang telah lama melebur menjadi satu ini masih terlelap di atas tempat tidur mereka. Mereka baru bisa tidur setengah dua pagi lantaran sang buah hati yang tiada lain Arkan tidak henti berceloteh ria dengan tingkah dan wajah menggemaskan membuat Naysa dan Gama tidak tahan untuk tidak menanggapi tingkah si anak.

Suara adzan subuh terdebgar dari masjid komplek yang membuat Gama langsung terbuka. Pria itu tersenyum, membaca doa bangun tidur lalu menoleh pada sang istri yang masih enggan membuka mata.

Tangan kanan Gama menggapai pipi Naysa dan mengusapnya lembut sebelum memberi satu kecupan manis di sana. Bagai mencium guling, tidak ada respon apa-apa dari Naysa. Istri tercintanya itu tidak terusik sedikit pun.  Cara tidur dan kebiasaan tidur Naysa berbanding terbalik dengan dirinya yang dapat dengan mudah peka. Dipanggil namanya dengan pelan pun Gama pasti dengar dan langsung mengerjapkan mata. Tapi tidak dengan Naysa. Wanita ini akan bangun jika dipanggil nama disertai guncangan bahu yang tidak henti sampai matanya terbuka.

"Sayang bangun yuk. Udah adzan lho. Kita sholat dulu," bisik Gama.

Diusap pipi dengan lembut membuat Naysa seperti disuruh tidur lebih lama. Wanita itu malah melesakkan wajahnya ke dada Gama dan memeluk pinggang sang suami.

"Masih ngantuk Mas. Bobok lagi aja yuk."

Gama menghela nafas panjang dan mengecup puncak kepala sang istri.

"Sholat dulu. Habis itu kamu boleh tidur lagi. Aku nggak mau dengar rengekan lagi. Bangun dan wudhu untuk sholat."

Masih di menit yang sama Naysa langsung membuka mata dengan wajah cemberut. Terlihat lucu bagi Gama. Tapi pria itu mencoba memasang wajah datar.

"Iya Mas. Mas mandi duluan deh, aku siapin baju sholatnya."

Naysa mengernyitkan dahi melihat Gama yang menggeleng. Lalu ini bagaimana jika Gama tidak mau beranjak? Bukannya akan ke masjid untuk sholat subuh seperti biasanya?

"Lho? Mau sholat kan Mas?" tanya Naysa.

Gama mengangguk dan meraih tangan Naysa.

"Nggak mau mandi bareng?"

Pipi Naysa bersemu. Sejak anak mereka lahir. Naysa dan Gama sudah sangat jarang mandi bersama baik di pagi mau pun di sore hari. Karena jika yang satu mandi maka yang satunya lagi menjaga anak mereka, Arkan.

"Udah adzan lho Mas. Takutnya Mas telat ke masjidnya. Aku juga harus siapin baju sholat dan baju kantor Mas juga."

"Hmm. Ya udah," ujar Gama dengan raut wajah muram.

Naysa menahan tangan Gama yang akan beranjak dari atas ranjang. Sejenak mata mereka saling tatap. Akan selalu ada sinar cinta dari setiap pancaran tatap itu. Seperti selalu ingin menuangkan perasaan lewat tatapan mata yang selalu berbicara akan rasa dan asa mereka berdua.

Naysa mengerjapkan mata saat Gama mengelus rambutnya. Tersenyum manis penuh arti untuknya. Jika di awal pernikahan dulu Naysa selalu merasakan detakan jantung akibat gugup ditatap sedemikian rupa oleh Gama maka sekarang ia merasakan detakan jantung akibat bahagia yang ia rasakan karena masih diberi waktu untuk terus berada dan membersamai Gama.

"Kenapa Sayang?"

Gama melirik pergelangan tangan kirinya yang dilingkari oleh jari jemari Naysa.

"Mas nggak marah, kan? Maafin aku ya Mas. Nggak seharusnya aku menolak keinginan suamiku yang memang sudah halal untuk dilakukan."

Gama terkekeh kecil lalu menyentil pelan dahi Naysa. Pelan sekali, namanya juga sentilan cinta.

"Ngapain aku marah. Tapi tetap ya nanti atau besok kamu harus mau mandi bareng aku," kata Gama.

Naysa mengangguk dan membalas senyuman Gama. Membawa tangan Gama untuk ia kecup mesra sebelum merelakan suami hilang di balik pintu kamar mandi mereka.

Tatapan Naysa beralih pada box bayinya yang memang berada di kamar mereka. Putra kesayangannya dengan Gama itu mungkin masih sangat lelap setelah aksinya tadi malam.
Dengan langkah pelan Naysa menghampiri box bayi dan tersenyum lega melihat Arkan memang tengah tidur lelap.

"Gantengnya Mama dan Papa. Bobok yang nyanyak ya Sayang. Nanti Mama bangunin kalau Mama dan papa udah siap sholat subuh."

Pipi gembul Arkan diusap lembut oleh Naysa. Semakin hari wajah Arkan berubah jadi lebih mirip Naysa meski tetap ada bagian wajah yang mirip Gama tapi garis wajahnya tetap mewarisi Naysa.

"Mama siapin baju papa dulu ya."

Baru saja Naysa akan melangkah menjauhi box bayi, Arkan bergerak gelisah disertai tangisan kecil. Sebagai ibu yang baik sudah pasti perhatian Naysa teralih pada sang putra.

"Sayangnya Mama kok nangis, hem? Mau mamam ya? Udah haus?"

Naysa menggendong Arkan untuk ia bawa ke sofa. Arkan mengarahkan wajahnya pada salah satu dada Naysa. Entah lapar atau haus yang lelaki bayi itu rasakan. Yang pasti Naysa harus memberikan asi.

"Mam ... ma. Mam...."

Naysa mengecup pipi Arkan gemas. Wajah anaknya lucu kalau lagi menangis seperti ini.

"Iya iya ... bentar ya Sayang. Ini mamamnya."

Dua kancing piyama yang ia kenakan dibuka agar bisa mengarahkan mulut Arkan pada sumber makanan yang ia butuhkan saat ini.

"Mamam yang banyak ya Sayang. Tumbuhlah menjadi anak baik, taat pada Allah dan Rasul serta berbakti pada orangtua."

Saat menyusui anak, di situ adalah kesempatan terbesar orang tua mengajak buah hati bercengkrama dengan bahasa baik disertai doa. Sambil terus menyusu, tatapan Arkan tertuju pada Naysa. Seolah mendengarkan dengan baik apa yang ibunya lontarkan.

"Jadi anak sholeh ya Sayang."

Kepala Arkan diusap Naysa dengan penuh kasih sayang. Perlahan mata putranya kembali tertutup dengan mulut yang masih aktif menyedot mamamnya.

Di ambang pintu kamar mandi Gama tersenyum melihat sang istri yang tengah menyusui putra mereka. Melihat kedua orang tercintanya itu membuat Gama semangat untuk melakukan aktifitas setiap harinya.

"Kebangun ya?" tanyanya pada Naysa.

Gama berjalan ke sisi kanan sofa dan mengusap pipi putranya. Memberikan kecupan pada puncak kepala Arkan dengan sayang.

Naysa mengangguk dan menunjukkan wajah tidak enak pada sang suami.

"Maaf ya Mas, aku belum siapin baju sholatnya."

"Nggak apa-apa Sayang. Aku bisa cari sendiri. Nanti kalau Arkan udah tidur, kamu langsung mandi dan wudhu ya. Jangan nggak sholat."

Sebagai seorang suami sudah menjadi tugas Gama untuk selalu mengingatkan Naysa agar tidak lupa pada kewajiban seorang hamba.

"Iya Mas."

Gama melangkah ke arah walk in closet untuk memakai baju. 
Diam-diam Naysa menitikkan air mata bahagia setelah Gama berlalu. Ia bahagia dan tidak menyangka akan merasakan semua ini sebelumnya. Menjadi istri dari lelaki sholeh yang mengajarkan hidup sederhana namun bahagia baginya. Naysa bahagia menjadi ibu dari anak-anak Gama.

"Terima kasih ya Allah telah memberi aku suami sebaik Mas Gama. Tolong jaga cinta kami dan jaga selalu rumah tangga kami."

 ❤❤❤❤
 



Dalam Sentuhan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang