Part 47

10.2K 167 7
                                    

"Apaan sih Mas, ngapain pake jaket segala? Mas mau pergi ke mana malam-malam begini?"

Dahi milik Gama tidak bisa untuk tidak mengernyit mendengar ucapan ketus istrinya.

"Tadi bukannya kamu yang minta buat makan malam di luar ya? Itu mama sama bunda udah siap juga lho. Kamunya malah yang masih..."

"Aku capek banget Mas. Pingin tidur,"  potong Naysa cepat seraya mengibaskan tangan ke udara.

Bukan akhlak terpuji memotong pembicaraan orang yang belum tuntas. Dan sekarang Naysa melakukan itu.

"Terus makan malamnya gimana, Sayang? Ini aku udah terlanjur bilang ke bibik untuk nggak usah masak, lho."

"Ya mana aku tau! Kalau Mas mau pergi, ya tinggal pergi aja sana. Aku bisa istirahat sendirian di rumah."

Naysa merebahkan tubuhnya pada tempat tidur dengan wajah cemberut. Melihat itu tentu saja Gama tidak hanya diam. Pria itu ikut duduk di pinggir tempat tidur. Mengelus rambut sang istri lembut. Meski awalnya Naysa sempat menepis tangannya tapi tidak ia hiraukan. Kebanyakan wanita, tidaknya berarti iya. Semakin ke sini perlahan Gama mengerti istrinya meski tidak mudah.

"Sayangnya aku kenapa, sih? Kamu lagi nggak enak badan, Nay? Ke dokter mau?" tanya Gama lembut dan dengan suara yanh nyaris berbisik.

Mendengar penuturan lembut suaminya yang dibubuhi bumbu perhatian membuat dada Naysa kian sesak pasalnya sikap terkesan kurang ajarnya tadi dibalas selembut ini oleh Gama. Suaminya memang manusia paling pengertian setelah mama dan papa.

"Sayang..." bisik Gama lagi.

Naysa menghela nafas panjang sebelum menggeleng pelan. Wanita cantik itu menumpukan tangannya pada tangan Gama. Wajah tampan nan rupawan suaminya ia pandangi dengan lekat. Semakin ke sini di matanya, Gama semakin tampan. Wajar jika banyak wanita di luar sana yang tak kedip menatap Gama. Bersyukurnya Naysa, sampai saat ini Gama setia. Pembuktian setianya seorang Gama telah ia genggam.

"Nggak usah ke dokter, Mas. Aku lagi haid aja dan nggak tau kenapa mager banget," kata Naysa.

Tangannya dikecup oleh Gama dengan lembut. Sudah pria itu duga jika ada yang tidak beres dengan istrinya. Dugaannya yang mengira Naysa hamil lagi ternyata meleset. Sikap Naysa memang biasa saja tapi beberapa hari terakhir ini, selera makan Naysa di atas rata-rata.

Setelah sempat mengalami keguguran lantaran jatuh di kamar mandi rumah mereka Naysa memutuskan untuk tidak ingin hamil lagi.

"Tapi Mas antarin aja bunda, mama, Arkan sama yang lainnya ke resto. Kasian juga kalau bibik disuruh masak padahal udah malan banget," sambung istri tercinta Gama itu.

"Terus kamu gimana? Nggak papa sendirian di sini?" tanya Gama menatap teduh Naysa.

"Iya nggak apa-apa. Aku berani, kok."

"Ya udah berarti nanti untuk kita berdua biar untuk kamu bungkusin aja ya,"   kata Gama.

Naysa menggeleng pelan. Menunjukkan wajah manja yang sudah sangat Gama hafal. Ekspresi Naysa terbaca seketika oleh sang suami.

"Aku maunya dimasakin nasi goreng sama Mas Gama. Pingin banget," ujar Naysa.

Senyum merekah Gama terbit begitu saja. Pria itu mendekatkan wajahnya pada Naysa. Melabuhkan satu kecupan hangat penuh cinta di dahi sang istri.

"Oke, apa sih yang enggak untuk istriku tercinta. Kamu tungguin ya di sini. Kalau ada apa-apa jangan lupa langsung telepon aku pokoknya."

"Iya, doain dong semoga nggak ada apa-apa selama Mas pergi nanti," kata Naysa.

"Aamiin. Aku pergi dulu ya."

"Hati-hati suamiku Sayang," kata Naysa setelah mengecup punggung tangan Gama.

Gama mengangguk dan keluar daru kamar mereka, tidak lupa menutup lagi pintu dengan rapat.

Tatapan Naysa jatuh pada ponsel milik Gama yang tergeletak di tempat tidur. Pasti tadi terjatuh dari saku atau tadi sempat dipegang Gama dan tanpa sadar diletakkan di sana.

Bibir Naysa semakin teetarik untuk membentuk senyuman melihat wallpaper di ponsel pintar suaminya. Bukan foto mereka berdua atau foto bertiga bersama Arkan tapi Gama memakai foto Naysa seorang yang diambilnya secara diam-diam. Pasalnya Naysa tidak merasa pernah berfose seaneh itu di depan kamera.

"Ganti ah," gumamnya.

Naysa mengusap layar ponsel suaminya. Mencari ikon kamera untuk kemudian ia arahkan pada wajahnya. Mengambil satu beberapa gambar diri dengan pose berbeda yang kemudian dipilih satu untuk dijadikan wallpaper ponsel Gama, foto selebihnya ia delete dalam waktu sekejap.

"Nah ... ini baru lebih bagus," kata Naysa.

Beberapa detik kemudian ada pesan masuk dari nomor tanpa nama ke aplikasi whatsapp suaminya. Dengan lihai ibu jari Naysa membuka pesan itu. Darahnya mendidih membaca rentetan pesan yang menurutnya tidak sopana masuk ke nomor sang suami.

"Naysa tenang Nay ... masa cuma chat yang isinya ungkapan makasih aja kamu sampe segininya, sih? Mas Gama itu setia," gumamnya memperingati hatinya sendiri.

Naysa menutup aplikasi wa kemudian beralih pada kumpulan foto dan vidio yang menyimpan berbagai kenangan. Ia pandangi dengan lekat potret Arkan yang tanpa senyum dan tanpa melihat pada kamera. Hobi suaminya suka mengambil gambar apa saja dan siapa saja tanpa disadari objek.

Hitungan hari ke hari, menjalaninya dengan penuh penikmatan tanpa disadari Arkan, putra kesayangannya dengan Gama sudah menginjak usia 16 tahun. Itu artinya usia pernikahannya dengan Gama lebih tua dari itu.

"Oh iya katanya besok aku disuruh ke sekolah, Arkan. Ada apa ya? Semoga aja Arkan nggak nakal di sekolahnya."

Tok

Tok

Tok

"Ma.... Arkan boleh masuk?"

Dahi Naysa mengernyit mendengar ketukan pintu disusul suara putranya dari luar kamar. Ia benahi duduknya menjadi berdandar cantik pada tempat tidur.

"Masuk aja Sayang," sahutnya sedikit mengeraskan suara.

Pintu dibuka, sosok tampan Arkan masuk dengan senyuman manisnya mendekati Naysa, menyambut uluran tangan sang mama agar saling memeluk satu sama lain.

"Kok Arkan masih di rumah? Belum pada pergi, Sayang?" tanya Naysa.

Arkan mengeratkan pelukannya pada Naysa.

"Arkan udah bilang sama papa kalau Arkan di rumah aja temenin Mama. Pak Parto juga diajak pergi makan di luar lho. Berarti Mama tinggal sendiri di rumah."

"Ya kenapa? Lagian papa juga cuma sebentar, kan? Nanti balik lagi," kata Naysa lembut.

Rambut Arkan ia usap lembut.

"Arkan mau sama Mama aja. Mau temenin Mama dan mau jagain Mama," ujar Arkan mengangkat kepalanya dari bahu Naysa. Menatap penuh cinta ibu yang telah melahirkannya itu.

Percayalah hati seorang ibu akan terenyuh jika diperlakukan istimewa oleh anaknya.

"Baik banget sih anak gantengnya Mama."

Tangan Naysa berganti mengusap pipi Arkan lembut. Semakin tumbuh, Arkan semakin terlihat mirip dengan Gama. Sifatnya yang sedikit menurun dari Naysa.

"Belum apa-apa dibanding kebaikan yang udah Mama dan papa berikan untuk Arkan."

"Mama sakit ya? Pucat banget mukanya. Arkan telponin dokter ya Ma."

"Mama nggak papa kok Sayang. Cuma capek aja pingin istirahat," sahut Naysa.

"Ya udah kalau gitu Arkan masak aja ya. Mama mau makan apa?"

"Arkan beneran mau masak?"

Arkan mengangguk dengan semangat.

"Hmm, Mama pingin makan nasi goreng pakek sosis."

"Oke, Arkan masakin buat Mama."

"Buatnya untuk 3 orang ya Sayang."

Di karyakarsa udah sampai part 48 ya











Dalam Sentuhan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang