Part 11

32.7K 2.1K 19
                                    

"Mbak Mita kok datangnya mendadak gini, ya? Padahal baru dari Surabaya juga. Pasti capek."

Mita duduk sendiri di sofa yang bersebelahan dengan Naysa juga Gama. Entah Naysa atau Gama yang lebih dominan merasakan lelah yang jelas keduanya tidak ada yang ingin memisahkan kedua tangan yang saling menggenggam. Katakan Naysa terkesan lebay dan ingin pamer biarkan saja toh Gama ini suaminya. Lebih dari sekedar menggenggam tangan pun tidak salah.

"Maaf ya Nay, kalau kedatanganku dan Nisa mengganggu kalian. Aku cuma nggak tau mau bawa Nisa ke mana lagi selain ke sini," jawab Mita dengan raut sedih.

Raut sedih yang sebenarnya karena Naysa maupun Gama tidak melihat guratan kebohongan di wajah Mita.

"Loh ... memangnya ada apa Mbak?"

Mita menghela nafas panjang dan menatap dalam Naysa. Istri tercinta dari sepupunya ini terlihat tulus bertanya. Berbeda dengan tadi di depan rumah. Tadi Mita tidak buta akan ekspresi yang ditunjukkan Naysa. Entah cemburu atau apa tapi ia pastikan itu sifat wajar seorang istri.

"Mama Salma, mertua aku tadi telpon dan katanya akan mengambil Nisa dari aku."

Tidak ada senyum di wajah Mita. Sepertinya topik yang akan ia utarakan akan serius bahasannya. Naysa yang melihat guratan sedih di wajah Mita menarik nafas dalam. Ia pun pernah merasakan terpuruk dan butuh cerita ke orang lain yang merupakan sahabatnya agar mendapat angin segar betupa pendapat atau sekedar kata menenangkan. Kadang untaian kata dari orang yang tepat bisa menenangkan hati dan pikiran.

"Mas Gama bawa Nisa main di ruang tengah ya. Biar Mbak Mita ceritanya sama aku aja."

Naysa menoleh pada Gama. Hatinya berteriak riang karena Gama langsung mengangguk. Gama membalas senyuman Naysa dan sedikit menarik bahu sang istri untuk ia beri kecupan hangat di sana. Kecupan yang berhasil membuat dentuman indah kembali hadir di hati Naysa.

Setelah Gama membawa Nisa ke ruang tengah Naysa berpindah ke sofa yang sama dengan Mita. Memberikan senyuman manis yang ia punya pada sepupu dari suaminya itu.

"Mbak Mita bisa cerita nggak kenapa ibunya Mas Doni ingin mengambil Nisa? Kalian ada masalahnya?" tanya Naysa terus terang.

Mita mengangguk.

"Kalau Mbak nggak mau cerita juga nggak papa kok. Itu hak Mbak Mita," kata Naysa.

Buru-buru Mita menggeleng. Diberi kesempatan untuk menceritakan masalahnya pada orang yang menurut Gama bijak tidak mungkin Mita sia-siakan. Kapan lagi ia akan bertemu dan punya waktu untuk bisa saling cerita dengan Naysa seperti ini.

"Aku memang ingin pisah dari Doni karena dia selingkuh."

Selingkuh adalah kata yang sangat Naysa benci. Mungkin semua orang pun begitu tapi ada saja yang gemar melakukannya. Entah sebagai tukang selingkuh atau selingkuhan. Yang jelas tidak ada yang mulia di antara keduanya. Korbannya tetap yang diselingkuhi. Meski punya beribu kelebihan tetap terlihat selalu kurang padahal lebih mulia di Bandung secantik apa pun si simpanan.

"Nggak bisa dibicarakan lagi, Mbak? Kasian Nisa. Dia butuh kalian berdua dan coba ingat lagi tujuan kalian menikah dulu. Ingin bahagia pastinya," ujar  Naysa lembut.

Setitik air mata lirih juga dari pelupuk mata Mita.

"Dulu aku menganggap pekerjaanku sangat penting sampai aku selalu menitipkan Nisa pada Mama Salma. Ucapan Mama yang menyindir aku agar segera resign aku nggak hiraukan."

Naysa menahan bibirnya untuk kembali bertanya. Ini saatnya ia menjadi pendengar yang baik.

"Mama selalu bilang kalau aku ini wanita yang nggak becus rawat suami dan anak padahal waktu itu Doni kehilangan kerjaan dan aku yang harus menghidupi keluarga. Ternyata aku bekerja ke kantor Gama dan Doni pun bekerja mencicil anak di rahim perempuan lain."

Mata Naysa sukses membola mendengar kalimat terakhir yang Kita ucapkan.

"Bahkan Mama pun tau kalau Doni sudah menghamili wanita itu. Aku baru tau sekarang."

Naysa memberikan usapan lembut di bahu Mita yang bergetar karena tangisan dari wanita itu. Berarti tujuan Mita datang ke sini ingin minta tolong untuk menitipkan atau menyembunyikan Nisa dari ibu mertuanya.

"Anak Mas Doni sama selingkuhannya udah usia berapa tahun, Mbak?" tanya Naysa hati-hati.

Mita menghela nafas dan dengan berat menggerakkan bibir. Matanya tampak berkaca-kaca, menumbuhkan rasa simpati di hati Naysa.

"Udah seumuran Nisa. Itu artinya hubungan mereka tersimpan rapi dari tahun pertama kami menikah," jelas Mita.

Naysa hanya bisa bungkam dengan hati yang ikut sedih.

"Terus sekarang gimana, Mbak? Aku yakin Mbak Mita parti tidak ingin mereka mengambil Nisa, kan? Tapi ... apa masalah Mas Doni yang selingkuh sudah diketahui orangtua Mbak Mita?"

Kalau Naysa tidak salah yang jadi pengikat tali persepupuan antara Gama dan Mita adalah ayah dari Mita dan beliau sudah wafat. Ibu dari Mita menikah lagi dengan seorang pengacara. Dalam pikiran keruh Naysa. Sepertinya ayah tiri Mita bisa membantu dalam hal ini.

Mita menggeleng dengan air mata yang lagi-lagi jatuh.

"Ya sudah, berarti ada baiknya Mbak Mita beritahu dulu pada Tante dan Om. Mengingat semua yang dilakukan Mas Doni ini sudah di luar batas jadi mungkin Om akan mendukung apa pun keputusan Mbak Mita nantinya."

Mita menoleh pada Naysa. Apa yang wanita ini katakan benar juga. Setelah tahu dirinya dikhianati Mita memang sebisa mungkin menyimpan semuanya dari orangtuanya tapi berbicara dengan Nasya sedikit membuka pikirannya jika ada saatnya orangtua harus turut andil dalam perkara rumah tangga kita yang sudah di ujung tanduk seperti ini.

"Mbak tenangin diri dulu ya. Untuk malam ini Mbak dan Nisa bisa istirahat di sini dan...,"

Mita menggeleng dan tanpa ba bi bu langsung memeluk Naysa.

"Aku pulang aja Nay. Terima kasih banyak ya sudah bantu mendengar curhatan aku. Maaf mengganggu waktu kamu."

Naysa mengelus lengan Mita yang masih melingkar di tubuhnya. Mengangguk pelan dan tersenyum. Entah kemana perginya rasa kesalnya tadi pada Mita.

"Tapi bukannya Mbak takut kalau Ibu Salma ambil Nisa?"

Wajah Naysa terlihat lucu.

Meski sedih tapi Mita tetap bisa terkekeh pelan. Begini rupanya Naysa yang selalu dipuja-puja oleh Gama. Pantes Gama langsung jatuh cinta pada pertemuan pertama ternyata Naysa memang layak untuk dijatuhi oleh cinta.

"Bukan sekarang kok Nay. Mama Salma masih di luar negeri dan tadi cuma telepon. Aku ajak Nisa ke sini sekalian dia katanya pingin ketemu Gama."

"Ya makanya nginep di sini aja Mbak malam ini. Kita masak sama-sama yuk untuk makan malam."

Naysa sama sekali tidak bercanda. Mita jadi sulit menolak lagi.

"Serius? Ntar Gama ketagihan masakan aku gimana?" gurau Mita.

Naysa terbahak.

"Kayaknya Mas Gama udah jatuh cinta sama masakan aku, Mbak. Tapi coba kita lihat dulu nanti, kalau dia puji-puji masakan Mbak berarti tugas aku yang harus banyak belajar masak dari Mbak Mita."





Dalam Sentuhan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang