"Udah?"
Gama mengusap tengkuk Naysa yang menopang tubuh pada wastafel dapur. Wajah istrinya sedikit pucat. Sarapan mereka yang menunya dibuat oleh Gama terpaksa tidak Naysa habiskan lantaran rasa mual menghampiri.
Naysa mencuci mulut dan tangannya. Bangun pagi dan sholat subuh Naysa lakukan dengan kepala pusing. Setelah sholat seperti biasa ia kembali tidur sedangkan Gama setia mendengar tausiyah subuh yang disampaikan oleh Ustadz Irham di masjid komplek.
Pulang-pulang ia kaget melihat Naysa yang duduk lemas bersandar di kepala tempat tidur. Istrinya tidak demam. Gama yakin Naysa sedang hamil karena ia sendiri yang menghitung berapa lama sang istri tekat datang tamu bulanan. Selama menikahi Naysa, Gama memang sangat memperhatikan tanggal kapan sang istri haid dan selesainya.
"Mual banget Mas. Pusing juga, rasanya mata aku nggak bisa dibuka'" jawab Naysa.
Wanita itu berganti menyandarkan punggung pada dada Gama. Kenapa pusing, jika mata dibuka mata dunia seakan berputar. Mata dipejam dunia seakan berbolak balik. Tidak ada enaknya.
"Aku telepon dokter aja. Kita ke kamar."
Naysa mengangguk lemas. Menerima saja dirinya digendong oleh sang suami. Naysa masih memakai piyaks tidur sedangkan Gama sudah memakai kaos abu-abu dengan celana sepaha yang biasa ia pakai jika di kamar saja. Bik Tati dan Bik Tia belum ada yang datang jadi Gama keluar dengan celana pendek pendeknya.
"Kalau aku beneran hamil gimana, Mas?"
Gama menatap dalam Naysa setelah merebahkan tubuh sang istri di atas tempat tidur dengan lembut. Mengecup lembut kening Naysa.
"Alhamdulillah... kita harus banyak bersyukur. Aku yakin kalau sekarang kamu memang lagi hamil, Yang."
Ciri-ciri wanita hamil sangat Gama rasakan ada pada Naysa. Ia sempat membaca dan bertanya pada Bunda Hani akan tanda-tanda wanita hamil muda. Bertambah mual dan muntah pagi ini semakin meyakinkan Gama jika sang istri memang tengah berbadan dua. Sungguh Gama sangat bersyukur jika itu semua benar.
"Mas pingin punya anak laki-laki apa anak perempuan?" tanya Naysa sambil memainkan jemari Gama dalam genggamannya.
"Apa aja yang Allah kasih. Yang penting anak dari rahim kamu dan sehat," jawab Gama.
Naysa menitikkan air matanya. Wanita itu mengecup punggung tangan Gama.
"Aku telponin Dokter Indah dulu ya. Nanti biar periksa."
Naysa mengangguk. Melepaskan tangan Gama untuk mengambil ponsel. Setelah menelpon sang dokter, Gama merapikan lantai kamar yang tadinya berserakan sajadah dan mukena Naysa. Saking tidak kuatnya menahan pusing Naysa sampai tidak sadar membuka dan menghempaskan begitu saja mukena dari tubuhnya.
"Mas celananya ganti dong. Itu kependekan," kata Naysa.
Gama terkekeh dan menunjukkan ibu jarinya pada Naysa lantas hilang ke walk in closet. Menuruti permintaan sang istri.
____
"Alhamdulillah. Tumbuh yang sehat ya Nak. Papa di sini nungguin kamu lahir."
Gama tidak henti mengelus perut datar Naysa yang berbalut selimut coklat tua milik mereka. Satu jam setelah dokter pulang dan Gama sudah memberikan obat pereda mual pada Naysa pria itu akhirnya bisa memeluk manja sang istri yang kini tengah mengandung buah cinta mereka.
"Mas kenapa nangis?" tanya Naysa memegang pipi kanan Gama yang basah oleh air mata.
Pipi kiri sang suami bersentuhan dengan pipi kanannya. Dagu Gama bertumpu di bahu Naysa. Posisi Gama yang memeluk Naysa dari belakang membuat Naysa merasa dilindungi secara penuh oleh sang suami.
"Aku bahagia."
Gama terus mengelus perut datar Nasya.
"Aku benar-benar bersyukur karena Allah telah mengabulkan doaku. Keinginan aku untuk memiliki kamu sebagai istri dikabulkan-Nya. Sekarang Allah juga akan segera memberi kita anak. Aku bahagia Nay. Makasih ya Sayang."
Diam-diam Naysa juga menitikkan air mata dan mengangguk pelan. Menikah dengan orang yang tidak pernah ia bayangkan adalah suatu kejutan. Menikah karena perjodohan yang berakhir menumbuhkan cinta di antara mereka juga di luar dugaan Naysa. Kini ia dan suami berada di harap yang sama, yaitu memiliki seorang anak yang merupakan buah cinta dari keduanya.
"Makasih juga untuk cinta yang Mas Gama beri padaku selama ini. Aku nggak tau kalau menikah dengan Mas akan seindah ini. Aku benar-benar nggak nyangka semua ini, Mas. Makasih."
Dekapan hangat Gama membuat Naysa nyaman. Gama yang baik, Gama yang perhatian dan Gama yang suami idaman membuat Naysa enggan berjauhan. Adakah wanita yang hidupnya lebih bahagia dari Naysa di dunia ini? Naysa bahagia dimiliki Gama.
"Alhamdulillah... Aku cinta kamu, Nay."
Naysa mengangguk. Membalikkan badan dan mengalungkan tangan di leher Gama. Menatap dalam mata sang suami yang lagi-lagi berkaca.
"Aku juga cinta sama Mas."
Entah siapa yang lebih dulu mendekatkan wajah hingga kini bibir keduanya menyatu. Bermain cinta sebagai luapan rasa yang menggebu di hati dengan mata yang saling terpejam.
"Mas."
Naysa menahan tangan Gama yang mulai merayap ke arah dadanya. Tiga kancing piyama tidurnya sudah berhasil terlepas. Terbawa suasana romantis membuat Gama tidak sadae dengan apa yang sudah tangannya perbuat.
"Mas lagi pingin ya?"
Gama langsung mengangguk. Lantas kembali memeluk Naysa dan mengecup pubdaj sang istri.
"Kapan sih aku nggak pingin itu sama kamu?"
Pipi Naysa bersemu dan mencubit pelan pinggang Gama.
"Pokoknya nanti kalau aku udah gemuk, Mas gak boleh bosen ya."
" Hemm. Kalau gemuk malah enak dipeluk Yang. Banyak dagingnya," sahut Gama merapikan anak rambut Naysa.
"Jadi selama ini banyak tulangnya?"
"Hihi... Tuh kan. Ngambekan deh sekarang bikin gemes. Cium lagi sini."
Naysa mana bisa menolak saat Gama ingin meraih bahagia meski hanya ciuman disertai lumatan. Bersama Gama semua yang dijalani mengasyikkan belum lagi mereka akan panen pahala setiap waktunya.
Di Karyakarsa udah tamat ya, ada ekstra partnya juga.
Link ada di bio ummi ♥♥♥♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Sentuhan Cinta
RomanceGama itu ganteng, baik, pinter masak, dan kaya raya. Apalagi alasan Naysa untuk tidak jatuh cinta? Diam-diam Naysa tidak bisa menolak rasa nyaman yang ditawarkan oleh pelukan Gama. Ingin didekap terus untuk hari ini, esok, dan nanti.