"Lo belum makan dari tadi. Makan dulu Nay."
Naysa menggeleng. Pulang dari rumah sakit ia tidak banyak bicara. Sangat berbeda dengan kebiasaan jika sedang bersama Afra. Pertanyaan Bik Sinta yang menyambut mereka tadi pun hanya ia jawab singkat. Beda sekali dengan Naysa yang beberapa hari lalu menginap di rumah ini. Afra yang sengaja berbisik pada Bik Sinta di belakang Naysa membuat wanita paruh baya itu mengangguk paham.
Sajian makan malam yang beragam ditatap tanpa minat oleh Naysa. Ia hanya menegak 3 kali air putih setelahnya kembali menopang dagu pada tangan kiri. Dalam pikirannya hanya ada Gama dan kata amnesianya.
"Nay ... besok kita ke rumah sakit lagi ya. Lo jangan jadi pendiem gini dong. Kak Gama pasti ingat lagi sama lo."
Afra mencoba menghibur. Lagi-lagi bulir air mata Naysa jatuh. Gadis itu mengerjapkan mata dan tertunduk lesu. Afra bangun dari duduknya dan berdiri di belakang kursi Naysa. Mengelus punggung sahabatnya lembut. Sedikit jujur, Afra rada takut berhadapan dengan Naysa yang seperti ini. Diam, menggeleng, mengangguk dan menatap kosong. Horor sekali.
"Fra."
"Ya Nay?" jawab Afra lembut.
Gadis itu lega setelah mendengar suara Naysa masih seperti biasanya hanya sedikit serak karena banyak menangis. Perlahan ia melirik pada kedua kaki Naysa yang alasnya berada di atas lantai, bukan mengambang di udara.
"Gue nggak nyangka kalau Mas Gama bakal lupa bahkan tadi dia ngusir gue. Lo tahu kan Fra, kalau sekarang gue lagi usaha untuk membangun cinta dengan Mas Gama. Gue juga udah mulai ngerasa nyaman sama dia tapi kenapa di saat itu tiba Mas Gama malah buat gue ingin mundur."
"Lo ngomong apa sih, Nay? Jangan ngaco deh."
Naysa mengusap pipinya dengan mata yang masih berkaca.
"Kalau Mas Gama udah lupa dan nggak ingat sedikit pun tentang gue, untuk apa gue ada di sampingnya? Yang ada tambah sakit hati," ujar Naysa.
Afra menggeleng pelan dan kembali duduk di kursi samping Naysa. Ia tarik tangan sang sahabat dan menggenggamnya lembut.
"Lo tau arti kata berjuang, nggak?"
Naysa menatap Afra. Meski Afra juga selalu merasa tertolak oleh orang hatinya tuju bahkan Afra hanya diam saat Lintang selalu mencoba cari perhatian pada Naysa tapi Afra akan mencoba berjuang lewat doa. Lintang harus benar-benar dibuka matanya untuk melihat jika Naysa sudah menjadi milik orang lain.
"Gue berjuang untuk orang yang lupa ingatan sama gue? Itu nggak lucu Fra."
"Apanya yang nggak lucu? Lo bisa mulai kenalin diri dan perlahan masuk ke hati Kak Gama. Persis orang yang baru pertama kali ketemu."
"Tadi aja dia langsung ngusir gue, Fra. Dipikir hati gue nggak sakit apa?"
Afra mengedikkan bahunya. Jika sedang seperti ini Naysa tidak akan mau mendengar saran karena kesedihan hatinya lebih mendominasi.
"Gue anterin ke kamar lo ya. Udah malam dan lo harus tidur."
Afra beralih topik. Meninggalkan pembahasan penting mereka akan Gama dan lupa ingatannya.
"Mana bisa gue tidur lelap sedangkan suami gue...."
"Udah. Suami lo akan baik-baik aja di rumah sakit. Pokoknya lo harus semangat. Besok coba bicara lagi sama Kak Gama. Lo kan cantik, godain dia kek dikit, mana tau langsung luluh. Anggap aja dia jatuh cinta lagi sama lo."
Naysa menatap sinis Afra. Gadis itu bangun dari duduknya dan menaiki tangga tanpa bicara. Afra meraih ponselnya.
Naysa jelek banget deh Kak.
Udah nggak bergairah dia idup.Selang beberapa menit pesan yang ia kirim berupa laporan non formal pada Gama sudah dibaca oleh pria itu.
Kak Gama.
Lo jagain istri gue.
Usahakan dia makan.Afra langsung mencibir. Jangankan untuk makan, melihat makanan saja sahabatnya tidak berniat.
Lo jangan keterlaluan dong sama Naysa. Dia udah hampir mundur jadi istri lo saking sakit hatinya.
Gue nggak bisa ngomong apa-apa karena dia nggak mau denger.
Kak Gama.
Cuma sampai malam ini kok. Udah lo tenang aja.
Afra menghela lega. Tidak lagi membalas chat dari Gama. Gadis itu memilih ikut menaiki tangga agar Naysa tidak curiga. Lagian sahabatnya itu percaya aja Gama langsung lupa ingatan hanya karena terbentur aspal.
_____
"Beneran itu menantu Bunda nggak kenapa-kenapa? Ini harus banget ya kasih kejutan kayak begini?"
Gama tersenyum dan mengelus bahu Bunda Hani sambil berjalan menuju rumah mewah orang tuanya. Lima menit lagi menuju tengah malam dan itu adalah waktu yang Gama tunggu-tunggu.
"Harus Bunda."
"Ayah kalau masih kejutan itu yang romantis sama Bunda. Nggak kayak kamu ini. Bukannya bikin istri senang malah nangis," cibir Bunda Hani.
"Ojo dibandingke, Bunda. Ayah ya ayah. Gama ya Gama. Bunda juga beda sama Naysa. Dia cantik dan muda kalau Bunda kan...."
Gama menggaruk pelipisnya saat sang bunda menatapnya horor.
"Ojo dibandingke!"
Tawa Gama langsung terlepas begitu saja. Kecupan ia berikan pada pipi kanan Bunda Hani. Tadi setelah sampai di rumah sakit dan mendengar semua alasan serta rencana Gama, wanita paruh baya itu memberi hadiah jeweran di telinga untuk sang putra.
"Ya udah sana. Urus istri kamu. Awas aja kalau mata menantu Bunda sembab ya. Kamu nggak boleh ke sini sebulan. Nggak boleh ketemu Naysa," ancam Bunda Hani.
"Apaan ... Naysa istri aku itu Bun. Ya ikut suami lah dia. Nggak ada ikut mertua," sahut Gama cepat.
Ayah Lukman menggeleng pelan dan memberikan kue tart yang sudah disiapkan Gama pada sang putra. Dari tadi ia berdiri sambil memegang kue tart. Sedangkan anak dan istrinya saling sahut menyahut.
"Kamu temui Naysa. Kita ke kamar, Bun."
"Nanti ngumpul di sini ya Yah, Bun."
Lukman menarik lembut tangan Bunda Hani menuju kamar mereka sedangkan Gama menaiki tangga menuju kamarnya. Tidak ada Afra, mungkin gadis itu juga sudah masuk ke dalam kamarnya.
____
Gama membuka pintu kamarnya dengan hati-hati. Sebisa mungkin tidak menimbulkan bunyi. Tatapannya jatuh pada Naysa yang tidur dengan menghadap tembok dan membelakangi pintu. Bahu gadis itu bergetar. Tanpa di bilang pun Gama tau Naysa sedang menangis sekarang.
Meletakkan kue yang tadi ia bawa ke atas meja. Gama ikut naik ke atas tempat tidur. Saking seriusnya dengan tangisan Naysa sampai tidak menyadari kehadirannya atau memang Naysa tidak menganggapnya ada?
"Sampai kapan Mas Gama akan lupa sama aku?" gumaman Naysa terdengar menyedihkan.
Tanpa aba-aba Gama langsung melingkarkan tangannya ke pinggang Naysa dan mengecup pelipisnya. Ia rasakan tubuh Naysa langsung kaku.
"Happy birthday my love," bisik Gama pelan dan tepat di dekat telinga Naysa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Sentuhan Cinta
RomanceGama itu ganteng, baik, pinter masak, dan kaya raya. Apalagi alasan Naysa untuk tidak jatuh cinta? Diam-diam Naysa tidak bisa menolak rasa nyaman yang ditawarkan oleh pelukan Gama. Ingin didekap terus untuk hari ini, esok, dan nanti.