6. MIA FURNITURE

364 32 0
                                    

MIA FURNITURE

Setelah menjalani serangkaian perawatan hingga kondisi Kalingga cukup membaik, Selasa siang Kiara menjemput ibunya sepulang sekolah. Kali ini Kiara tidak sendiri. Tidak. Tidak bersama ayahnya, melainkan bersama Aluna. Sahabat galak dan paling judes yang pernah Kiara miliki.

Kiara sangat bersyukur. Ketika semua teman mengejeknya karena penampilan yang tidak bagus, lusuh, sepatu sekolah yang sobek, bibir pucat tanpa polesan lip-tint , juga wajah berminyak tanpa polesan skincare. Hal itu tak membuat Aluna malu berteman dengan Kiara. Bahkan Aluna berani pasang badan untuk membela Kiara ketika Kiara dibully karena tidak mampu dan anak penjual goreng.

Satu yang membuat Aluna ingin berteman dengan Kiara. Kiara si anak kuat yang pantang menyerah. Dengan bermurah hati Aluna lagi-lagi membiarkan Kiara dan Kalingga menaiki mobil mewahnya. Tentu bersama supir yang ditugaskan keluarga Aluna.

"Ki, kalau ada apa-apa cepat kabari gue, ya. Tante Kalingga juga. Jangan sungkan sama Aluna. Aluna pasti bantu kalian." Begitulah sifat Aluna yang jarang orang lain ketahui. Aluna bisa menghilangkan sifat judesnya jika sudah berhubungan dengan orang tua. Maklum, Aluna tak punya pengalaman bahagia bersama orang tuanya. Makanya wajah dan gaya bicaranya bisa selembut sutera sore ini.

"Makasih ya, Na. Lo udah mau jadi temen gue aja, gue udah seneng banget."

"Iya, Nak Aluna, tetap temani Kiara,ya? Karena Ibu gak tau sampai kapan Tuhan kasih Ibu umur."

"Ibu!"

"Tante!" Kedua gadis remaja tersebut berseru kompak. Kalingga hanya tertawa pelan. Pancaran khawatir jelas terlihat dari mata Kiara dan Aluna.

Mobil Alphard berwarna hitam metalik berhenti di pekarangan rumah sederhana dengan lantai berlapis semen halus. Pintu yang tertutup serta jendela yang juga sama tertutupnya menandakan bahwa ayahnya belum pulang sejak semalam.

Kiara menghembuskan napas kasar setelah ditariknya begitu dalam. Berat sekali kakinya ingin memasuki rumah bagai neraka di depannya. Aluna ikut mengantar hingga depan pintu. Tak berniat masuk. Bahkan dia menahan pundak Kiara.

"Ki, gue gak bisa ikut masuk. Tadi Papa kirim pesan langsung pulang setelah ngantarin lo dan Tante Kalingga."

"Masuk sebentar aja ya, Aluna. Tante buatin teh hangat dulu, Nak."

"Aduhh.. maaf banget Tante. Lain kali Aluna mampir, kok."

"Ya udah ya, Ki, gue duluan. Papa udah nelpon." Aluna menunjukkan layar ponselnya yang menyala menandakan sebuah telepon masuk.

"Hati-hati ya, Na. Makasih Nana!" jerit Kiara ketika Aluna memasuki mobilnya.

Tersisa Kiara dan ibunya di depan pintu masuk yang dulu Kiara pernah dobrak dengan kasar untuk menunjukkan nilai terbaiknya tapi malah melihat dan mendapatkan perlakuan kasar untuk pertama kalinya dari Doni, ayahnya.

"Kita masuk ya, Nak." Kiara mengangguk. Tak ada cahaya yang masuk ke rumahnya kecuali jendela sudah terbuka. Benar-benar gelap sama seperti hidup Kiara.

Kalingga duduk di bawah lantai beralaskan karpet yang baru saja kiara bentangkan. "Ibu ada yang sakit?"

Kalingga menggeleng. Dia tersenyum kepada Kiara. "Kabar kamu gimana, Kiara?"

"Kiara punya kabar baik, Bu!" seru Kiara.

"Kabar baik apa?"

"Kiara dapat tawaran kerja dari Mbak Meta dan Mas Danu. Kiara gak sabar deh, Bu. Untuk cepat-cepat kerja." Kiara begitu semangat hingga tak sadar bila Kalingga begitu sedih mendengarnya.

"Kamu akan tetap sekolah kan, Nak? Menamatkan SMA-mu?" Kalingga bertanya khawatir. Dia benar-benar takut anak gadis semata wayangnya putus sekolah karenanya. Mau jadi apa Kiara di masa depan nanti dengan teknologi dan perkembangan zaman yang semakin canggih?

PROTECTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang