14. ORANG RUMAH BARU

241 20 1
                                    

ORANG RUMAH BARU

Pagi ini Kiara sekolah mengenakan masker yang baru dibelinya di warung saat dia mengantar gorengan yang akan dititip ke Bude Rah. Lagi-lagi bukan karena sakit seperti yang dibilangnya pada Mbak Meta melainkan untuk menutupi luka di sudut bibir serta bengkak di pipi karena tamparan ayahnya semalam.

Kiara berjalan dengan kepala tertunduk. Dia berdoa dalam hati dengan telapak tangan terkepal dimasing-masing saku jaketnya. Semoga Bu Maisa tidak menagih SPP bulanannya. Kiara berencana akan membayar setelah gaji pertamanya keluar nanti.

Nafas kasar keluar dari balik masker yang Kiara kenakan. Langkahnya juga terhenti. Belum selesai Kiara berdoa, sebotol kosong air mineral terlempar ke arah punggungnya. Kiara masih berada di lingkungan siswa kelas sepuluh. Lagian dia juga tidak mengganggu atau mengundang reaksi sekitar dalam langkahnya. Tapi apa ini? Lancang sekali adik kelas melemparnya seperti itu.

Badan Kiara berbalik mencari pelaku dari pelemparan botol kosong tadi. Tatapan mata Kiara begitu datar menatap satu persatu dari mereka. Tidak ada Kiara temukan seorang adik kelas selain Alesha dan dua temannya yang berdiri dengan menantang. Tatapan Kiara teralih sejenak. Sangat dingin tak tersentuh. Tak lupa sorot ketakutan terpancar di sana. Bukan takut pada Alesha melainkan jejak ketakutan lima tahun lalu ditambah trauma pada ayahnya.

Kenapa juga Alesha harus muncul sepagi ini. Membuat suasana hati Kiara menjadi buruk saja.

"Gue kira tadi tong sampah berjalan. Gak tahunya si sampah Kiara. Hahaha!"

Kiara hanya memperhatikan Alesha dan kedua temannya yang tertawa. Padahal tidak ada hal lucu sedikit pun.

"Gue denger ada yang part time. Kenapa sih, Ki? Miskin banget ya hidup lo?" Alesha bertanya seraya mendekat pada Kiara.

"Tapi gue heran deh. Kenapa bisa sekelas Seno, anaknya walikota bisa pacaran sama cewek miskin kayak lo?"

"Berapa lama guys pacarannya?"

"DUA TAHUN!" seru kedua teman Alesha.

Alesha menutup mulutnya menggunakan telapak tangan serta mata yang membola—terkejut. Lalu berdecak kagum juga kasihan. "Dua tahun? Itu lama lho, Ki. Jujur sih gue salut sama lo. Tapi sayangnya backstreet. Hahaha! Udah gitu gak direstui lagi. Sadis ya? Tapi ada part yang lebih sadis. Diputuskan langsung sama nyokapnya Seno. Gak malu, Ki? Ibu walikota lho?"

Kiara mengalihkan tatapan matanya. Begitu malas dia beradu tatap dengan Alesha.

"Tapi wajar sih diputuskan Tante Sephia. Lo kan miskin. Penampilan lo aja gak ada pantes-pantesnya sekadar berdiri di samping Seno. Gak level. Yang ada malah buat Seno malu. Lo sadar kan Seno itu siapa?"

Jengah karena melihat Kiara hanya diam. Alesha meneriaki Kiara membuat Kiara sedikit terkejut juga merespon takut. Jeritan dan makian ayahnya tiba-tiba berputar diingatan.

"DIAM AJA SIH LO? HEH JAWAB WOI"

Beberapa detik Kiara terdiam untuk sekadar menenangkan perasaan dan hatinya. Lalu dia menatap Alesha dengan tatapan datarnya.

"Lo mau gue jawab apa? Bantah semua yang lo bilang barusan? Gue gak pengecut. Gue akui semuanya itu benar." Kiara menjawab setenang mungkin dengan gemuruh di dadanya berusaha dia tahan.

"Sebangga-bangganya lo sekarang karena udah memiliki Seno. Tetap, Sha, gue lebih dulu isi hati Seno."

Alesha geram mendengar jawaban Kiara yang menurutnya terlihat sombong dan merasa paling unggul. Alesha ingin membalas namun Kiara lebih dulu berucap.

"Lagian gue gak pernah ada masalah sama lo. Dari dulu kita gak pernah saling sapa apalagi bicara kayak gini. Terus kenapa tiba-tiba lo ganggu gue?" Kiara bertanya penasaran.

PROTECTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang