PROLOG

1.1K 74 1
                                    

Seorang gadis beranjak remaja berusia dua belas tahun berlari kencang mengenakan seragam merah putih lengkap. Pada tahun 2015 kelulusan Sekolah Dasar telah diumumkan secara serempak. Sangat beruntung bagi mereka yang lulus dengan nilai tinggi dan mampu masuk ke sekolah favorit yang memiliki kriteria nilai tertentu.

Itulah yang saat ini Kiara rasakan. Siswi SDN 01 peraih nilai tertinggi dengan rata-rata 95,5. Begitu bangga orang tuanya ketika mengetahui hal hebat ini dari Kiara. Selembar kertas sengaja dipegang dan dibawa lari untuk ditunjukkan kepada ayah dan ibunya.

"Ayah! Ibu!" seru Kiara berlari kencang menuju rumah sederhana yang selama ini menjadi sumber kebahagiaannya.

"KIARA LULUS! KIARA LULUSAN TERBAIK DI SEKOLAH!" Kiara mendorong pintu begitu kuat saking bahagianya.

Brak!

Pranggg!!

Bersamaan dengan pintu yang terbuka sebuah bingkai foto terhempas ke bawah kaki hingga mengejutkan gadis kecil itu. Matanya sontak membulat bersama mulut yang terbuka. Kiara cepat-cepat berjongkok. Kuatnya hantaman pintu pada dinding menjatuhkan foto keluarganya.

Namun bukan itu yang sebenarnya terjadi. Bingkai foto tidak jatuh karena dorongan pintu yang kuat. Melainkan sengaja dilempar oleh Doni, ayah Kiara.

"A-ayah, ini kenapa di buang?" tanya Kiara dengan suara bergetar.

"DIAM KAU KIARA!" Doni membentak Kiara untuk pertama kalinya. Kiara lantas terkejut dan terpojok ke sudut pintu—ketakutan mendengar suara ayahnya yang menggelegar. Selama ini Doni selalu menunjukkan kelembutan dan tutur kata yang halus. Tapi ada apa dengan hari ini?

Tangan Kiara bergetar hebat seraya memegang kuat bingkai foto yang telah pecah. Alam bawah sadarnya merespon penuh ketakutan. Hingga Kiara tak berani menatap wajah ayahnya walaupun dari foto yang dipegangnya.

Perlahan mata indah yang dulu memancar kebahagiaan kini berubah menjadi kesedihan dan ketakutan. Kiara menangis melihat Kalingga, ibunya terluka di kening, pipi dan juga sudut bibirnya.

"Ibuuu.." panggil Kiara disela isak tangisnya.

"SIA-SIA PERJUANGAN SAYA SELAMA INI KALINGGA! JIKA KIARA TIDAK ADA SUDAH SELESAI PERJALANAN INI!" Doni melangkah pergi meninggalakan dua wanita yang sangat mencintainya. Tak lupa jejak ketakutan akan selalu menghantui sepanjang perjalanan Kiara dan Kalingga.

***

Sinar matahari menyinari penuh halaman rumah sederhana dengan spanduk di tepi atapnya.

'USAHA RUMAHAN BOLU KOMOJO'

Rumah yang berukuran sedang mampu memberikan kebahagiaan pada pemuda berusia dua puluh tahun dan adik kembar perempuan. Seorang ibu yang merangkap peran sebagai ayah berhasil menghidupi ketiga anaknya melalui hasil tangannya membuat kue. Saat ini anak pertamanya bernama Aakash Mahendra sudah bekerja dan bisa membantu keperluan rumah sedikit demi sedikit. Sedangkan si kembar berada di kelas 4 SD yang tak jauh dari rumah.

Mobil yang terparkir di depan rumah biasanya milik konsumen yang ingin memesan bolu Komojo yang terkenal enak hingga biasa nangkring di jamuan rapat pejabat didaerahnya. Namun, kali ini bukan konsumen yang datang. Melainkan keponakan dari Ibu Aminah.

"Ada tujuan apa datang kemari Mia dan Husein?" tanya perempuan berusia 56 tahun setelah menghidangkan sepiring bolu Komojo dan dua gelas teh hangat di ruang tamu.

"Mau silahturahmi, Nte. Sekalian mau ketemu Aakash. Aakashnya ada Tante?" tanya Mia, wanita bergaya modis berbadan langsing.

"Belum pulang kerja, Mia, mungkin sebentar lagi." Tak berapa lama suara motor terparkir tepat di samping mobil berwarna hitam metalik.

"Itu anaknya baru pulang," sahut ibu Aminah.

"Assalamualaikum, Ma. Eh.. ada Kak Mia, Bang?" Aakash menyapa setelah menyalami tangan orang tuanya.

"Baru pulang, Kash?"

"Iya, Bang. Ada apa Bang? Tumben."

"Kerja di mana, Kash?" Husein bertanya.

"Di toko grosir, Bang."

"Lancar kerjanya?"

"Lancar, Bang?"

"Berapa sebulan?"

"Tiga juta sebulan, Bang. Kadang bisa masuk bonus tambahan."

Husein dan Mia mengangguk. Hal itu menimbulkan satu pertanyaan dibenak Ibu Aminah. "Ada apa sebenarnya, Sein?"

"Gini, Nte, Husein dan Mia sedang merintis usaha. Sudah berjalan setahun. Mau mengajak Aakash untuk kerja bersama kami." Husein menjelaskan dengan pelan.

"Usaha apa kalian buka?"

"Toko furniture, Nte. Nanti kalau Aakash mau, kami letak dibagian pengantaran. Pengantaran gak setiap hari kok, Nte. Karena ini kan barangnya musiman. Jadi ya kadang ada kadang enggak." Mia menjelaskan.

"Kerja sama keluarga lebih enak, Kash. Nanti kalau ada apa-apa lebih gampang. Cuma ya kita masih merintis. Kalau untuk gaji saat ini mungkin belum bisa sebesar yang di terima Aakash. Tapi seiring toko berkembang gaji pasti naik kok, Nte."

Ibu Aminah mengangguk. Mengelus rambut anak sulungnya yang mulai panjang. Elusan dari mamanya selalu Aakash suka. Begitu lembut dan penuh kasih sayang. Bagai sebuah sihir yang mampu membuat Aakash terlena.

"Aakash gimana, Nak? Mama terserah kamu saja."

"Iya, Kak, Bang. Aku ikut kalian." Aakash mengangguk seraya menikmati elusan di kepalanya.

***

Halo semuanya!

Apa kabar teman-teman pembaca?

Zar harap keadaan kalian selalu baik ya.

Zar ucapkan SELAMAT DATANG di PROTECTOR cerita ketiga Zar.

Zar harap kalian bisa tetap mengikuti perjalanan PROTECTOR dari Prolog hingga Epilog. Zar jamin cerita ini juga akan memberikan manfaat serta lebih banyak pelajaran hidup untuk kalian.

Seperti prolog bahwa cerita ini bermain di fiksi remaja dan young adult.

Untuk kalian pembaca Zar gak perlu khawatir, tetap akan mendapatkan sesuai porsi bacaan kalian.

Jika pembaca Zar banyak usia remaja cerita ini pas untuk kalian baca. Dan jika pembaca Zar berusia dewasa muda atau 20 tahun ke atas tetap bisa baca.

So.. selamat menikmati.

Tinggalkan jejak kalian dengan vote dan comment sebanyaknya.

Oh iya, supaya tidak lebih ketinggalan. Silakan kalian follow instagram di bawah ini:

@kurnia_wulan11
@wattpadprotector *untuk mendapatkan update spoiler setiap chapter

PROTECTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang