Pagi ini sekitar pukul sepuluh Kiara mendapatkan sebuah pesan dari Aakash untuk menemuinya di taman yang tak jauh dari terminal kota. Kiara telah sampai sejak sepuluh menit yang lalu. Namun sedari tadi dirinya bertanya-tanya kenapa Aakash ingin menemuinya di taman ini? Terlebih di dekat terminal yang kini ramai orang berlalu lalang memasuki bus yang akan berangkat.
Kiara ingin beranjak namun tiba-tiba saja sebuah tangan tersodor kearahnya ingin berkenalan. Kiara mengamati kedua wajah yang memiliki kemiripan hampir sembilan puluh sembilan persen. Ragu-ragu Kiara menyambut tangan tersebut.
"Lita."
"Ki–Kiara. Kalian siapa, ya?"
Lalu tangan satunya ikut ganti tersodor kearahnya ingin berkenalan. Namun suara dari belakang menghentikan niat baik tersebut.
"LITA LAURA! TUNGGU ABANG!"
Kiara mengenal suara tersebut. Alisnya mengernyit melihat Aakash membawa tentengan di kedua tangannya.
"Bang Aakash?" gumam Kiara.
"Kami adiknya Bang Aakash. Aku Laura."
Tatapan Kiara teralihkan pada salah satu gadis di depannya. Jadi ini adik kembar yang selalu Aakash sebut-sebut dalam ceritanya.
"Kiara, maaf, Abang telat."
"Bang Aakash mau ke mana?" Kiara menatap tas dan koper yang Aakash bawa.
"Abang mau pamit sama Kiara. Sekalian ngenalin Kiara ke adik Abang."
Kiara benar-benar tak paham arti bicara Aakash saat ini. "Pamit? Abang mau kemana?"
"Kita mau pulang kampung, Kak. Bang Aakash juga dapat kerja di sana. Kita juga mau sekolah di sana." Laura menimpali dengan semangat.
Sementara Kiara benar-benar terkejut mendengarnya. Kenapa tiba-tiba Aakash ingin pulang kampung?
"Kok dadakan? Terus Bang Aakash gak kerja lagi di Mia furniture?" Kiara menatap Aakash penuh tanya.
Aakash menatap kedua adiknya dan membujuk mereka untuk menemui tukang es krim karena tadi Aakash sudah memesankannya. Usai kepergian Lita dan Laura Aakash mengajak Kiara untuk duduk di salah satu kursi taman.
"Abang udah gak kerja lagi di Mia Furniture. Abang keluar, Ki."
"Tapi kenapa, Bang? Bukannya kemarin masih baik-baik aja?"
Aakash tak mungkin memberitahu alasan yang sebenarnya. Kiara pasti akan sangat sedih dan merasa bersalah jika tahu semua penyebab awalnya adalah pertemuan mereka kemarin siang. Aakash lalu menggenggam tangan Kiara dan itu berhasil mengalihkan atensi gadis itu.
"Ada masalah keluarga, Ki. Kiara tau kan kalau Abang masih saudara ibu dan bapak?"
Usaha Aakash sukses dan Kiara hanya menganggukkan kepala. "Terus Abang gak balik ke sini?"
"Abang udah gak punya siapa-siapa lagi di sini. Si kembar juga mau sekolah di kampung setelah tadi malam ditelpon lagi sama tante Abang. Dan kebetulan juga ada lowongan kerja yang baru buka. Jadi Abang rencananya mau kerja di sana, Ki."
Kiara menggigit bibirnya. Matanya memanas pertanda dia akan menangis. Kiara menatap lekat pada kedua manik mata Aakash. Dia tadak ingin berjauhan dengan laki-laki yang kini menggenggam tangannya erat.
"Jangan nangis. Cengeng." Aakash mengejek sembari menghapus air mata Kiara yang menetes.
Kiara cepat cepat mengipasi kedua matanya sembari menggeleng—mengelak akan kebenaran yang berada di depan mata. "Enggak. Siapa juga yang nangis?"
Aakash memperhatikan setiap tingkah Kiara dengan intens. Entah kapan lagi dia akan bertemu dengan gadis yang hampir saja mengakhiri hidupnya kala itu. Diam-diam Aakash membawa Kiara kedalam dekapannya. Merengkuh sosok rapuh yang kini sudah lebih kuat dari sebelumnya.
"Ki, kadang orang-orang yang hadir di hidup kita itu seperti angin yang akan berlalu. Abang tau bakal sakit untuk Kiara. Begitu pun Abang. Gak papa kalau Kiara mau nangis sekarang. Siklus hidup memang seperti ini menurut Abang. Singkatnya selalu ada perpisahan setiap pertemuan."
Kiara benar-benar terhenyak dan menangis tersedu-sedan di bahu Aakash. Dia memeluk Aakash dengan erat sembari berucap, "Abang jahat!"
"Semua orang jahat ninggalin Kiara! Semuanya bohong!"
Aakash melepas pelukannya. Dia ingin menghapus air mata yang di sebabkan olehnya. Selain itu juga Aakash ingin melihat setiap inci wajah Kiara sebelum dia benar-benar tak bisa melihatnya.
"Maaf, Kiara."
"Bang Aakash jahat!" Kiara memukul bahu Aakash yang terlapis jaket denim.
"Mau antarin Abang ke terminal?" Aakash bertanya pelan dan Kiara mengangguk sembari menghapus air matanya. Kejutan demi kejutan yang pernah Aakash katakan satu persatu muncul dengan tak terduga. Dan Kiara benar-benar sulit menerimanya.
"Ki, mungkin ini waktu yang pas untuk Kiara bisa lebih memperbaiki hubungan dengan ayah Kiara. Waktu lima tahun itu lama. Dan sekarang penebusan nya, Ki. Makanya orang-orang di sekeliling Kiara di singkirkan untuk sesaat supaya lebih fokus." Aakash berucap sembari terus menggenggam tangan Kiara.
Kiara menunduk. "Tapi gak semuanya. Apa lagi bang Aakash. Hati Kiara sepi, Bang. Padahal baru aja terasa ramai."
Aakash menghentikan langkahnya. Tatapannya seperti meminta penjelasan dari Kiara.
"Kiara suka Bang Aakash." Kiara mengungkapkan setelah memikirkan dengan matang. "Mungkin waktunya aja yang ternyata gak pas."
"Maaf kalau Kiara salah mengartikan sikap baik Bang Aakash selama ini. Sikap Bang Aakash, cara bicara Bang Aakash, semuanya yang ada Kiara suka. Abang beda dari Seno dan Abang juga beda dari Ayah. Dan Kiara suka semua itu."
Kiara terkejut ketika Aakash langsung menariknya kepelukannya. Aakash menumpukan dagunya di atas kepala Kiara bersama mata yang terpejam.
"Kenapa baru bilang sekarang, Ki? Kenapa baru bilang ketika Abang mau pergi? Kenapa, Kiara?" Aakash benar-benar merendahkan suaranya, dan itu menenangkan untuk Kiara dengar.
Kiara balas memeluk Aakash dan merasakan kenyamanan yang entah kapan akan dia temukan lagi dari orang yang memeluknya kini. "Maaf, Bang Aakash."
"Untuk kali ini Abang benci perpisahan."
"BANG AAKASH AYO!! BUSNYA UDAH MAU JALAN!" Lita berteriak dari dekat bus.
"Hati-hati di jalan, Bang Aakash." Kiara menatap wajah Aakash dari dekat.
Aakash tersenyum lalu menundukkan kepalanya. Dia mencium tepat di bibir mungil Kiara. "Terima kasih, gadis kecil."
Kiara tertawa pelan. Lalu kembali memeluk Aakash. Jujur saja dia terkejut dan kini merasa sangat malu. Jantungnya yang tadi berdetak cepat kini jauh lebih cepat.
"Janji tumbuh jadi gadis yang lebih baik lagi. Abang masih jadi tempat cerita untuk Kiara. Jangan sungkan untuk hubungi Abang duluan. Abang pasti angkat kapan pun itu telfon Kiara."
"Abang berangkat ya, Ki?"
Kiara melepaskan pelukannya sembari mengangguk. "Hati-hati, Bang Aakash."
Aakash mengelus pipi Kiara lalu pergi menyusul kedua adiknya yang sudah menunggu. Kiara dengan cepat berteriak dan mengangkat tinggi ponselnya.
"BANG AAKASH TELFON KIARA KALAU UDAH SAMPAI!!"
Kiara memegang bibirnya yang baru saja di kecup oleh Aakash. "Kiara suka kejutan terakhir dari Bang Aakash."
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
PROTECTOR [END]
Fiksi Remaja‼️FOLLOW TERLEBIH DAHULU‼️ *** Keadaan ekonomi yang memprihatinkan serta sikap ayahnya yang kasar dan tidak mau menafkahi keluarga membuat Kiara terpaksa bekerja paruh waktu di penghujung masa SMA-nya. Kehadiran pria dewasa bernama Aakash Mahendra...