36. TELAH LAMA RENGGANG

112 18 0
                                    

TELAH LAMA RENGGANG

Malam sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit. Tak ubah sedikit pun Kiara sudah berdiri hampir tiga jam memandangi ibunya terbaring di brankar rumah sakit. Bahkan sedari tadi Seno menawarinya untuk makan malam Kiara berkali-kali menolak. Saat seperti ini Kiara sangat tidak bernafsu untuk menelan apa pun masuk ke dalam perutnya. Air matanya berkali-kali menetes meratapi kondisi ibunya. Hatinya tak berhenti untuk terus mendoakan Kalingga agar segera sadar dan sembuh.

"Kiara!" Panggilan yang berasal dari suara berciri khas lembut tersebut membuat kedua remaja seketika menoleh ke belakang.

"Abang?" lirih Kiara. Aakash datang menghampiri Kiara yang kini terlihat amat kacau. Aakash mengerti bagaimana perasaan Kiara saat ini. Hal itu mengingatkan Aakash pada dirinya beberapa tahun yang lalu saat menunggui almarhumah Ibunya di rumah sakit.

"Gimana keadaan Ibunya Kiara?"

"Ibu masih belum sadar, Bang." Kiara menjawab dengan tatapan mengarah pada kaca jendela yang memperlihatkan Ibunya.

"Udah makan, Ki?"

Kiara menggeleng. Tatapan Aakash beralih pada Seno yang sedari tadi menatapnya dengan tajam.

"Kiara lagi gak nafsu. Gue juga udah tawari."

"Kalau cuma ditawari aja ya gak mau," cetus Aakash dingin. Jangan lupakan bila Aakash masih menyimpan kesal dengan anak walikota di hadapannya.

"Jadi Ibunya Kiara gimana? Dokter bilang apa, Ki?" Aakash bertanya mengikuti arah tatapan Kiara.

"Kanker Ibu udah menyebar keseluruh tubuhnya, Bang. Bahkan Ibu harus segera operasi untuk pengangkatan satu ginjalnya yang telah rusak."

"Terus dokter bilang apa lagi, Ki?"

Mata Kiara lagi-lagi memanas menahan gumpalan cairan bening yang akan menetes. Bagian ini adalah yang menyakitkan untuk diucapkan. "Ibu.. Ibu gak akan bertahan lama kalau gak melakukan operasi tranplantasi sum-sum tulang."

"Ki—"

"Nanya mulu lo! Kiara lagi gak baik jangan diinterogasi." Seno memotong dengan ketus.

"Gue gak bicara sama lo. Tolong sopan." Aakash membalas sengit.

Kiara menghembuskan nafas kasar. Kepalanya bertambah pusing mendengar keributan di sekitarnya. Pandangan matanya juga berkali-kali tidak fokus sejak bicara dengan Aakash tadi. Keringat dingin berangsur keluar dari pelipis Kiara. Jarinya sibuk meremas ujung jaket ungunya. Kiara merasa dirinya semakin tidak stabil saat ini. Tangan Kiara sigap mencari pegangan ketika dia hampir limbung. Lengan atas milik Seno menjadi tumpuannya saat ini.

"Ki, lo kenapa?" Seno sigap menahan pundak Kiara. Tak sempat menjawab Kiara sudah kehilangan kesadarannya. Hal itu membuat Seno cepat menggendong Kiara dan membawanya ke salah satu kamar yang kebetulan sedang ada petugas kesehatan yang berjaga.

Aakash memperhatikan perlakuan Seno terhadap Kiara. Aakash dapat melihat jelas bagaimana Seno begitu tulus menyayangi Kiara. Hanya saja takdir keduanya sangat menyakitkan untuk di lalui.

"Dasar remaja labil." Aakash berceletuk di tempatnya berdiri."

***

Gadis berambut kerting tersebut membanting pintu mobilnya dan memukul bola setir sebagai bentuk pelampiasan atas apa yang dilihatnya sedari tadi.

"Apa sih yang dilihat Seno dari gadis miskin itu?!"

"Dan lo Kiara. Gue udah berkali-kali peringati tapi lo gak dengerin sama sekali!" Alesha mencengkram bola setir. Dia sangat geram dengan Kiara. Selalu saja gadis itu yang mendapatkan perhatian Seno sepenuhnya.

PROTECTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang