10. FAKTA MALAM ITU

297 27 0
                                    

FAKTA MALAM ITU

Semburat jingga telah mengukir garis di hamparan langit toko yang terhalang kanopi teras. Tanpa malu semburat itu terlihat amat sangat indah. Tepat pukul setengah enam sore terdengar suara gesekan ban motor dengan lantai yang berasal dari luar. Kiara yang sedang mengerjakan PR yang diberikan oleh gurunya sontak melihat ke depan.

Pintu kaca tertarik. Masuklah seorang pemuda berjaket denim dengan kulit sawo matang serta bibir merah kehitaman yang memiliki pesonanya sendiri. Dia Bang Aakash. Pemuda itu baru saja tiba di toko semenjak Kiara mulai berjaga.

"Ta?"

"Eh, Abang kira tadi Kak Meta. Kak Meta udah pulang ya?" refleks Aakash mengira Kiara adalah Meta. Padahal begitu signifikan perbedaannya. Mbak Meta menggunakan kerudung sementara Kiara tidak.

Kiara mengangguk kaku. Tanpa mengeluarkan suaranya yang mungkin akan terdengar bergetar seperti orang ketakutan. Matanya bergulir tak tentu arah. Tubuhnya tiba-tiba merespon takut ketika berhadapan dengan Aakash terlebih hanya dirinya tidak ada orang lain yang menemani. Ingatan kasar tentang ayahnya selama lima tahun terakhir dengan cepat memenuhi ruang pikir Kiara. Kiara benar-benar takut bila Aakash akan berlaku seperti ayahnya. Kiara tak bisa berpikir jernih sore ini.

"Kiara kenapa?" Aakash menyadari perubahan sikap Kiara yang berusaha gadis itu tutupi. Namun, keringat dingin yang mengalir tak mampu membohongi Aakash.

"Bang Aakash jangan dekat-dekat Kiara!" Kiara berseru panik dengan langkah mundur. Hal itu membuat Aakash bingung dan merentangkan kedua tangannya.

"What? Abang gak ada mau apa-apain Kiara." Aakash mencoba memperhatikan jaraknya berdiri dengan Kiara. Lima keramik berukuran 40 cm. Tidak begitu dekat pikirnya. Aakash memperhatikan gerak-gerik Kiara seperti orang ketakutan.

"Hei, Kiara?" Aakash merendahkan nada suaranya agar Kiara tak lagi ketakutan. Namun usahanya sia-sia.

"A-abang di depan aja. Kiara duduk di belakang!" Kiara dengan cepat menarik bukunya dan duduk menyudut di bawah sofa.

"Oke. Abang ke depan ya?" Aakash masih mencoba membawa Kiara berbicara.

"Kiara aman?" tanya Aakash sekali lagi. Memastikan bahwa Kiara benar-benar aman dan baik-baik saja walaupun Aakash tidak mengerti apa yang sedang Kiara rasakan.

Kiara mengangguk kaku sembari mengusap pelipisnya yang penuh dengan keringat walaupun AC menyala berada di atasnya. Dia tak lagi mempedulikan Aakash yang sedang menerima telepon di depan sana.

"Mau dicari ke mana, Bang? Kenapa juga Abang baru nyuruh sekarang? Toko sudah tutup, Bang," sahut Aakash pada orang di teleponnya dengan sedikit kesal.

"Ehh.. iya lah, besok aku cari!" tutup Aakash dengan intonasi meninggi. Begitu kesal dengan rekan kerjanya yang satu itu. Walaupun begitu tak mampu menutupi khas lembut yang memang Aakash miliki sejak dulu pada suaranya.

Aakash melangkah ke belakang untuk mengambil air putih agar meredakan sedikit amarah dalam dirinya. Tak sengaja Aakash menatap Kiara yang sedang melepas maskernya. Terlihat jelas bahwa pipi Kiara bengkak dan ada bekas luka. Kiara sadar akan kehadiran Aakash buru-buru memakai kembali maskernya dan berdiri menatap Aakash dengan takut.

"A-abang mau apa?"

"Abang mau ambil minum. Boleh?" Aakash bertanya lembut. Dia memperhatikan letak air berada di belakang Kiara. Tepatnya terpojok antara kedua sofa.

Kiara mengangguk lalu buru-buru bergesar. Dia mengambil tempat duduk di kursi plastik berwarna oranye yang tadi diduduki untuk menyelesaikan Prnya. Aakash tak beranjak dari duduknya. Dia memilih menghabiskan air putihnya dengan duduk di atas sofa merasakan dingin dari AC yang menyala.

PROTECTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang