32. KERJA SAMPINGAN

146 20 0
                                    

KERJA SAMPINGAN

Peralatan dan perlengkapan untuk mengecat seperti mesin kompresor dan beberapa kaleng cat dengan warna serupa juga sudah tersedia di sana. Pekerjaan di proyek saat ini sudah memasuki tahap finishing yang dikepalai oleh Bang Fadli. Lima laki-laki dewasa telah berdiri secara acak dengan menatap sekitar proyek yang akan dikerjakan. Tatapannya tak memiliki semangat untuk memulai proyek kali ini.

Sisa sampah yang bertebaran serta beberapa kayu sisa pembuatan moulding berserak tak disusun oleh tukang sebelumnya. "Haduh, Kash! Kau lihat ini? Sampah berserak kayak mana kami mau mulai kerja kalau harus membuangi sampah-sampah nih dulu." Bang Fadli mengeluhkan pemandangan yang selalu sama di lihatnya.

"Seperti biasa, Bang, moulding nih selalu dilubangkannya pakai paku." Bima—anak buah Bang Fadli baru saja memeriksa setiap moulding yang akan di cat.

"Tolong lah, Kash, sampaikan sama Kak Mia. Udah pernah juga kita kasih tau Tono kan?"

Aakash hanya mengangguk. Tidak enak sekali pada Bang Fadli. Padahal bukan karena kesalahan Aakash tapi tetap saja Aakash merasa tidak beres sebagai pengawas untuk para tukang. "Iya, Bang. Aku minta maaf. Udah sering juga aku bicarakan ini sama Kak Mia. Tapi Abang tau lah, Kak Mia selalu bela Tono. 'Emang kalian gak bisa bersihkan kayak gitu aja?' Itu kemarin yang Kak Mia bilang ke aku. Kayak mana lagi, Bang?"

"Anak tiri kayak kita nih memang susah, Kash," celetuk Bang Fadli pasrah. Anggotanya yang mendengar lantas tertawa kuat. Untuk sesaat keadaan proyek terasa ramai.

"Aku bantu lah, Bang, bersihkan sisa kerja Bang Tono. Biar cepat Abang mulai kerja." Aakash menawarkan diri untuk mengurangkan rasa tidak enak dalam dirinya.

"Oh, iya, Bang, ada lagi gak barang yang kurang dan perlu dibeli? Mumpung aku masih di sini. Nanti kalau udah ada panggilan dari Kakak bolak balik aku. Kejar sana kejar sini. Hemat bensin, Bang." Aakash menyengir agar Bang Fadli tidak merasa tersinggung.

"Sejauh ini belum ada lah, Kash. Palingan satu lah." Bang Fadli menggantung ucapannya.

Aakash menatap Bang Fadli tanpa berkedip. Kepala tukang cat duco yang sudah banyak jam terbangnya ini pasti menginginkan sesuatu darinya.

"Biasa. Kopi sama goreng lah. Biar semangat kerja kami." Tuh kan, benar. Bang Fadli selalu meminta ini darinya. Dukungan dari para anggotanya pun berhasil membuat Aakash mengangguk mengiyakan.

"Kau kan pengawas proyek. Kaki tangan Kak Mia. Keluarkan lah uang kopi kami. Masa gak ada dari Kak Mia?" Bang Fadli mengguraui Aakash.

"Nanti aku belikan, Bang. Aman tuh. Mulai lah dulu kerja."

"Minta selesai cepat custumernya, Kash?" Bang Fadli bertanya serius.

"Kalau bisa selesai cepat ya tolong dipercepat, Bang," pinta Aakash halus.

Bang Fadli mengangguk. "Iya, Kash. Dalam bulan ini aku usahakan lah selesai."

"Makasih ya, Bang."

***

Aakash baru saja kembali setelah membelikan goreng dan kopi. Tak lupa membawa titipan rokok milik Bang Fadli. Ketika Aakash sampai kondisi proyek sudah lebih bersih dari sebelumnya. Sisa less profil pembuatan moulding sudah dikumpulkan menjadi satu tempat. Kini lima laki-laki dewasa telah duduk melingkari satu plastik besar berisi berbagai macam gorengan.

Pertanyaan Bang Fadli untuk Aakash menjadi pembahasan panjang dan serius kali ini. Aakash sudah cukup dekat dengan Bang Fadli karena urusan pekerjaan yang sering mempertemukan keduanya. Aakash juga merasa nyaman untuk berbagi cerita dengan Bang Fadli ketimbang dengan yang lainnya.

PROTECTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang