47. CURAHAN MAAF TAPI TIDAK DENGAN LUKANYA

151 18 1
                                    

CURAHAN MAAF TAPI TIDAK DENGAN LUKANYA

Jarum jam menunjukkan pukul setengah satu malam dan Kiara sudah terlelap bersama guling yang di peluknya dengan posisi meringkuk. Seluruh pintu dan jendela sudah dia kunci lantaran Kiara seorang diri. Namun, tidurnya kali ini sama seperti malam sebelumnya. Selalu terbangun dan sulit untuk kembali tidur. Gedoran pintu di luar membuatnya merasa takut dan sedikit waspada sembari menajamkan pendengarannya. Namanya berulang kali di serukan dengan kuat. Kiara buru-buru membuka pintu kamar dan berlari membukakan pintu untuk Ayahnya. Kiara sudah siap bila Ayahnya akan memarahinya lantaran terlambat membukakan pintu.

"Lama banget buka pintunya!" ketus Doni sembari memukul daun pintu membuat Kiara terkejut dan menunduk.

Sebelum melanjut kan tidur Kiara menawari Ayahnya ingin di buatkan kopi atau tidak. "Ayah mau minum kopi?"

"Ya. Buat kan!" Doni duduk di kursi makan sembari memperhatikan putrinya sedang membuat kan segelas kopi untuknya.

Bicara selayaknya Ayah dan anak bukan majikan dengan pesuruhnya.

Lagi-lagi kalimat itu terlintas di pikirannya. Doni sulit untuk melakukan seperti yang Aakash sarankan. Terlebih dia sudah tidak terbiasa memperlakukan Kiara selayaknya anak dengan lembut. Doni bingung bagaimana cara memulainya? Walaupun hanya sekadar bicara ternyata itu sulit. Apa yang harus Doni katakan untuk pertama kalinya? Apa kah dia harus memanggil nama putrinya?

Doni mempertimbangkan ide yang muncul di kepalanya. Namun, bukan kah itu terdengar aneh? Doni geram sendiri pada dirinya yang ternyata sangat payah. Rasa sesal karena memperlakukan anaknya dengan buruk benar-benar di rasakannya saat ini.

"Ayah?" Kiara memanggil.

"Ayah? Yah!"

Doni terkejut dan mengerjapkan matanya. Kiara heran melihat sikap Ayahnya malam ini. Tidak seperti biasanya. "Ayah ngapain ngeliatin Kiara kayak gitu?"

Doni menggeleng. Dia meraih gelas kopi yang baru saja di buat Kiara.

"Ayah panas!!" Kiara menarik dengan cepat karena air mendidih yang tadi di tuangnya untuk membuat kopi.

"Aawhh!" Kopi panas tersebut malah tumpah mengenai punggung tangan Kiara.

Doni dengan cepat mengelap punggung tangan Kiara dengan kain lap yang berada di atas meja. Kiara yang tak terbiasa terkejut dan menarik tangannya sebelum Ayahnya benar-benar membersikan punggung tangannya. Tatapan dan sikap Kiara juga terlihat kaku dan terintimidasi oleh sikap Ayahnya.

"Kiara gak papa, Yah." Kiara buru-buru meninggalakan Ayahnya dan masuk ke kamar. Doni termangu melihat sikap Kiara yang ternyata sangat takut dan terlihat menjauh darinya.

***

Pagi-pagi sekali Kiara sudah bangun untuk menyiapkan adonan gorengan yang rencananya akan dia titip kan ke Bude Rah. Dan sisanya Kiara ingin bawakan untuk Aakash sebagai pemenuhan janjinya. Kiara sudah putuskan bila dia akan kembali memulai lembaran hidupnya seperti semula. Itu semua bisa dia lakukan karena nasihat-nasihat dari Aakash. Laki-laki itu mampu membimbing Kiara hanya melalui tutur lembutnya.

Kiara terkejut mendapati Ayahnya sudah berada di dapur sepagi ini. Terlebih Ayahnya sedang memasak. Atmosfer yang Kiara rasakan berubah canggung dan penuh kewaspadaan.

"A-ayah? Ayah ngapain pagi-pagi udah masak?"

Doni mematikan api kompor dan berbalik melihat kehadiran Kiara. "Ayah mau buat sarapan."

Kiara mengernyit—heran mendengar gaya bicara Ayahnya. "Biar Kiara aja yang buat." Gadis itu berjalan mengambil alih dapur. Sikapnya terlihat sangat kaku. Kiara merasa seperti bersama orang lain saking lamanya mereka tidak sedekat ini.

PROTECTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang