41. NASIHAT YANG BERUJUNG KERINDUAN

153 17 0
                                    

NASIHAT YANG BERUJUNG KERINDUAN

Di sebuah warung yang terbuat dari bambu ramai di isi oleh Doni dan teman-temannya bersenda gurau sambil minum. Doni di apit oleh kedua orang berbadan besar hampir sama dengannya. Peluh membasahi masing-masing karena habis bekerja di pasar sebagai buruh angkut.

"Don, seneng lo ya istri lo udah mati?"

"Seneng lah. Perempuan mata duitan bisa-bisanya jadi istri gue."

"Namanya perempuan. Tanpa duit gak akan hidup. Tapi lo tahan juga lima tahun ya? Kalau gue udah gue tinggal. Bodoh juga lo, Don."

"HAHAHA!"

"Demi anak gue lah. Susah gue dapatin dia dulu. Nanti di masa tua siapa yang ngurus gue kalau anak gue ikut gue buang juga?"

"Makanya Don lo kerja yang bener. Ini judi terus kerja lo. Hahaha!"

"Doni gak sayang dia sama anaknya. Setiap hari di pukuli terus," celetuk pria yang kini meneguk minumannya.

"Kesel gua! Lengket terus sama Ibunya. Di bela terus. Pulang telat alasan kerja. Gua takutnya tuh anak gua sama kayak Ibunya." Doni menjelaskan pada teman-temannya.

"Namanya buah jatuh gak jauh dari pohonnya, Don."

***

Tiga hari setelah kematian Kalingga, Seno lebih sering bolak-balik rumah kiara untuk memastikan kondisi gadis itu. Seno benar-benar takut bila Kiara melakukan hal yang membuatnya membahayakan diri. Selama Seno datang bahkan kemarin dia juga tak pernah melihat Ayahnya Kiara berada di rumah.

Acara mengirim doa yang rutin di lakukan oleh warga sekitar baru selesai lima belas menit yang lalu. Sebagian warga mulai kembali ke rumah masing-masing terutama bagi yang laki-laki. Seno datang seorang diri. Dia tidak enak bila masih berada di rumah Kiara sementara Ibu-ibu mulai menatapnya secara terang-terangan.

"Kiara, gue pamit pulang dulu, ya? Besok gue ke sini lagi."

Kiara menatap Seno cukup lama. Ada rasa sepi ketika Seno berpamitan kepadanya. Itu artinya Kiara akan kembali sendiri setelahnya.

"Peri Kecil, gue janji besok pasti ke sini lagi. Gue bawain sarapan. Lo mau apa besok?"

Kiara menunduk. Matanya dia kedipkan agar air matanya tak lebih banyak keluar. Kenapa juga Kiara mendadak seperti membutuhkan Seno? Bukannya dia yang menginginkan untuk Seno menjauh darinya? Lagian Seno sudah sering mendatanginya beberapa hari ini. Bagaimana bila Alesha kembali cemburu? Tidak! Kiara tidak ingin mencari masalah di hidupnya yang tinggal seorang diri.

"Makasih ya, Sen. Lo boleh pulang dan lo gak perlu untuk datang lagi ke sini. Sebentar lagi kita mau ujian kan? Lo fokus aja sama belajar lo. Dan gue juga fokus sama hidup gue."

Seno meletakkan tangannya di bahu Kiara. Dia mengelus bahu ringkih yang memikul semua beban di atasnya. "Gue sayang lo Kiara. Sampai kapan pun gue akan selalu ada di samping lo. Lo gak perlu mikirin gue. Cukup pikirin diri lo sendiri. Paham?"

"Itu yang lagi gue lakuin sekarang, Sen."

"Ya udah gue duluan, ya, Ki. Gak enak sama tetangga lo."

Selepas kepergian Seno tak lama tetangga Kiara pun berpamitan untuk pulang. Beberapa dari mereka banyak mengatakan bila membutuhkan apa pun segera bilang pada mereka. Kiara hanya tersenyum dan berterima kasih. Sejujurnya bila Kiara ingin katakan dia butuh sekali teman untuk melewati malam yang mengerikan ini.

Kiara melangkahkan kaki ingin memasuki rumah. Namun langkah itu terhenti tepat di ambang pintu. Matanya penuh takut itu mengedar kesegala penjuru rumah. Tikar lama terbentang dengan beberapa sobekan baik di bagian tengah atau pun pinggirnya. Rumahnya benar-benar kosong dan paling menyakitkan adalah sepi. Dia masih ingat benar tepat di tengah-tengah itu jenazah Ibunya terbaring tiga hari lalu. Bahkan di depan TV biasanya Kalingga selalu baring di sana untuk mengistirahat kan diri. Kini hanya kasur kosong tak berpenghuni.

PROTECTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang