33. PERINGATAN PERTAMA

126 19 0
                                    

PERINGATAN PERTAMA

Dua hari setelah kerja sampingan Aakash selesai tiba-tiba saja dia mendapatkan perintah untuk menemui Mia beserta Husein di sebuah kafe cukup ternama di kota ini. Aakash merasa ada sesuatu yang sangat penting untuk Kakak sepupu serta abang sepupunya itu katakan padanya. Namun mengenai hal apa? Selama di perjalanan laki-laki berjaket denim itu memutar ulang kejadian demi kejadian yang sudah berlalu dan mengoreksi di dalam pikirannya apakah dirinya ada membuat kesalahan atau tidak.

Aakash mengerutkan kedua alisnya lalu membasahi bibirnya yang terasa kering. Laki-laki itu sangat yakin bila dia tidak ada membuat kesalahan serius akhir-akhir ini. Tanpa menunggu lama Aakash menghampiri Mia dan Husein yang sudah duduk di meja paling belakang. Posisinya seperti sangat private diperuntukkan untuk ketiganya.

"Kak, Bang? Ada apa mau ketemu di sini?" Aakash langsung bertanya.

"Duduk kau!" Mia menyuruh dengan masam.

"Sehat, Kash?" Husein menanyai keadaan adik sepupunya. "Abang udah pesankan kopi. Minum lah dulu."

Aakash tak langsung meminum kopi di hadapannya. Dia menatap abang dan kakak sepupunya secara bergantian. Sungguh aneh sikap dua orang di hadapannya ini. Pikir Aakash.

"Kenapa kau yang ngerjakan kerjaan Fadli tuh?" Mia bertanya masih dengan wajah yang masam.

Aakash tampak diam dan sedikit terkejut. Ternyata ini penyebabnya. "Bang Fadli udah ada ngasih tau, Kakak?"

"Kau jawab aja dulu pertanyaan aku." Mia menatap Aakash. Tampak dari tatapannya dia sangat kesal dengan Aakash.

Aakash menarik nafasnya. Dia sudah bisa menebak akhirnya akan seperti apa nanti. Laki-laki itu mencoba mengontrol emosinya saat menjawab pertanyaan Mia apa pun itu bahkan di luar konteks kerjaan.

"Kau jangan macam-macam sama aku, Kash. Ini peringatan pertama untuk kau. Kau ingat itu. Kerjaan kau ya kau yang kerjakan. Fadli ya Fadli. Jangan-jangan di proyek kalian suka kayak gini? Kerjaan untuk Fadli kau yang ngerjakan." Mia berucap seolah Aakash memiliki salah besar padanya. Padahal Bang Fadli sudah menelfon untuk memberi tahu. Dan Mia juga sudah menyetujuinya.

"Gak gitu, Kak. Kalau Kakak anggap aku salah. Aku minta maaf sama Kakak. Soal aku yang ngerjakan kerjaan Bang Fadli memang iya benar, Kak. Tapi waktu itu Bang Fadli sendiri yang ngasih ke aku. Dia pun katanya mau bicara langsung ke Kakak. Itu makanya tadi aku tanya ke Kakak. Bang Fadli udah ada ngasih tau Kakak atau belum?"

"Ya aku gak suka kau kayak gitu, Kash. Kerjaan kau ya kau. Fadli ya Fadli. Pantas aja setiap aku suruh selalu lambat respon kau. Rupanya ini yang kalian berdua lakukan di proyek tuh?" Mia semakin menjadi-jadi untuk menyudutkan Aakash.

"Kak, maaf. Tapi aku gak kayak gitu. Soal respon aku yang lama itu karena aku kejar sana-kejar sini, Kak. Kakak tau lah kerja aku di jalan. Kadang waktu Kakak nyuruh aku lagi gak di tempat. Soal kerjaan di proyek gak ada aku ambil kerjaan Bang Fadli, Kak. Baru ini itu pun Bang Fadli sendiri yang ngasih ke aku,

"Hasil kerja aku dengan Bang Fadli juga kurang lebih sama, Kak. Customer juga gak ada komplain. Terus kenapa Kakak permasalahkan? Aku terima sampingan kayak gini juga gak ganggu waktu kerja aku sama Kakak kan? Aku ambil sampingan di jadwal off aku, Kak. Aku ambil juga karena aku lagi butuh uang tambahan sekarang, Kak." Aakash menjelaskan berharap Mia dapat memahaminya.

"Kenapa kau lagi? Ke mana gaji kau? Kurang terus aku perhatikan, Kash." Mia dengan cepat mengganti arah pembicaraan dan melupakan penjelasan Aakash.

"Aku kan udah pernah komunikasi kan ke Kakak. Gaji yang Kakak kasih kurang, Kak. Dan, maaf, Kak, gak sesuai juga dengan kerjaan aku yang banyak. Belum lagi Kakak suka nyuruh di luar jam kerja. Aku enggak enak juga bicara ke Kakak sebenarnya." Aakash benar-benar tidak enak hati saat ini. Dia takut membuat hubungan ketiganya rusak. Terlebih Mia dan Husein adalah kakak sepupunya.

"Tolong lah, Kak, dinaikkan. Aku bukan menghidupi diri aku sendiri. Ada adik aku dua orang dan juga kebutuhan rumah yang harus aku penuhi, Kak. Aku juga ada tujuan untuk masa depan aku."

"Gak bisa aku, Kash. Seperti yang aku bilang tadi. Kau kerja udah gak sigap kayak dulu. Lama kalau aku suruh."

Aakash menghela nafas kecewa. Cepat sekali Mia berkesimpulan terhadapnya. Hanya satu kesalahan yang Aakash lakukan itu pun karena ketidaksengajaannya Mia langsung menolak permohonannya mentah-mentah.

"Kak, aku lama kalau Kakak suruh itu karena aku lagi gak di tempat. Proyek kan lagi banyak sekarang, Kak. Otomatis kerjaan aku pasti mendahulukan di proyek. Nanti yang enak kan Kakak juga. Customer juga puas sama hasilnya. Semua demi toko, Kak. Tapi walau lama kayak gitu aku kan tetap kerjakan. Sebelum itu aku juga pasti kabari ke Kakak kan kalau lama atau telat. Tolong lah, Kak, coba dipertimbangkan lagi." Aakash benar-benar memohon pada Mia. Berharap Mia sedikit menaruh belas kasihan untuknya.

Ketiganya tampak terdiam. Aakash sibuk memikirkan bagaimana respon Mia terhadap penjelasannya kali ini. Semoga saja ada jalan keluarnya kali ini.

"Sampai mana progres proyek yang lagi dikerjakan ini, Kash?"

Aakash mengangkat pandangannya dengan cepat. Lagi-lagi kecewa dengan respon yang Mia tunjukkan. penjelasannya bagaikan angin lalu saja.

"Lagi dempul, Kak. Bulan ini Bang Fadli targetkan selesai." Aakash menjawab seadanya. Dia sudah tidak bersemangat saat ini.

"Aman-aman aja tapi kan di proyek?"

"Aman, Kak. Tapi Kakak perlu turun ke proyek untuk lihat langsung. Karena kata aku bagus belum tentu di mata Kakak juga bagus. Dan satu lagi, Kak. Bang Tono tolong dikasih tau, Kak, kalau kerja jangan lah sengaja dilubangkan kayunya itu. Bang Fadli komplain terus, Kak. Aku udah bicara juga ke Bang Tono. Tapi gak ada respon yang bagus darinya."

"Kau keluarkan aja uang kopi atau uang goreng untuk anggota Fadli tuh. Pandai lah kau, Kash. Aku juga udah kasih tau Tono. Memang kayak gitu orangnya."

Lagi-lagi Aakash dibuat kecewa mendengar jawaban Mia. Baginya Mia bukan lah seorang bos yang baik. Tapi menurut tukang yang lainnya Mia adalah bos terbaik untuk mereka. Entah dari sisi yang mana mereka melihat Mia seperti itu.

"Iya lah, Kak. Kalau kayak gitu ada lagi, Kak, yang mau disampaikan? Aku ada kerja di proyek. Si Fadli minta bahan dia tadi."

Mia tidak langsung menjawab. Dia mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam dompetnya lalu memberikannya pada Aakash. "Kasih uang ini ke Fadli. Minta upah kau sama dia. Karena dia yang ngasih kerjaan ke kau. Dan ini bonus untuk kau."

"Makasih, Kak." Aakash segera melangkah pergi. Ketika dirinya berada di parkiran satu umpatan keluar dari mulutnya. Dia tahu benar Mia sedang merasa bersalah karena tuduhan yang keluar dari mulutnya. Makanya Mia langsung memberikannya uang berupa bonus. Kakak sepupunya itu begitu gengsi sekadar mengucap kata 'maaf' pada seseorang.

.

.

.

Gmana? Sampai di sini sudah terbayang belum dunia kerja itu tidak seindah saat menerima gaji aja? Wkwkwk

Yang sudah bekerja mungkin ada yang related?

Tapi perlu di ingat ya.. Tidak semua tempat kerja itu sama. Hanya beberapa yang mungkin situasinya seperti ini.

Saling menjaga komunikasi itu sangat perlu. Dan juga attitude di mana pun kalian berada itu juga ga kalah penting. 🤗

Btw thank u for 4k readers, Guys!!!!! 💙💙

Ga kerasa udh 4k pembaca aja.. Hihi

Siapa di sini yg paling nungguin update?

Mau up kapan lagi nih guys?

PROTECTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang