9. PEKERJAAN PERTAMA

295 32 1
                                    

PEKERJAAN PERTAMA

Gadis berbada kurus hingga urat nadinya tercetak jelas di kulit putih langsat yang tertutupi oleh jaket ungu favoritnya melangkah begitu cepat ke tepi jalan seraya membenarkan letak maskernya.

Kiara tak boleh terlambat di hari keduanya bekerja. Dari ujung jalan terlihat sebuah angkot berwarna putih menuju kearahnya. Tak menunggu lama supir angkot segera mendekat karena ada penumpang yang pasti menunggunya. Kiara bergegas naik dengan menyandang tas sekolahnya.

Pancaran mata lemah dan penuh ketakutan itu fokus memandang arah depan. Tak peduli dengan penumpang lain yang dominan anak sekolah seumuran dengannya. Kiara lebih dulu turun karena tempat kerjanya tak begitu jauh dari sekolah.

Di lihatnya motor Mbak Meta masih terparkir di kiri toko. Kiara menarik pintu kaca yang terkunci. Ah, iya, Mbak Meta sudah katakan kemarin untuk selalu mengunci pintu jika sedang sendiri. Suhu ruangan setelah Kiara masuk benar-benar berbeda. Di luar sangat panas. Sementara di dalam dingin dan nyaman karena ada AC yang menyala.

"Panas, Ki?"

"Panas banget, Mbak. Masuk sini langsung dingin." Kiara berjalan seraya meletakkan tasnya di belakang.

"Sakit kamu, Ki? Perasaan kemarin baik-baik aja." Mbak Meta menunjuk masker yang Kiara pakai.

Kiara spontan kaget. Bola matanya bergulir tak tentu. Perilakunya mendadak kaku di depan Mbak Meta. "E..eh.. i-iya, Mbak. Kiara kurang enak badan."

"Gak papa, Ki, dibuka aja maskernya. Pasti susah kamu napas tuh."

"Gak papa, Mbak, Kiara pakai aja. Soalnya di ruangan ber AC nanti nular lagi, hehe."

Mbak Meta cepat mengangguk, baru menyadari bahwa dia memiliki anak kecil di rumah. Bagaimana kalau dirinya ikut tertular sakit?

"Oke, Kiara. kalau gitu kita bisa mulai sekarang ya? Takutnya nanti kelamaan. Kasian anak, Mbak."

Kiara mengangguk semangat. Mengikuti Mbak Meta yang berjalan ke depan toko.

"Ki, bawa buku sekalian untuk catat harga dan nama barangnya. Kalau Mbak sih udah hafal makanya gak Mbak catat."

"Iya, Mbak, Kiara ambil sebentar."

Mbak Meta mulai menjelaskan satu persatu barang dimulai dari paling depan. "Ki, ini adalah satu set untuk ruang tamu. Terdiri dari satu pcs sofa. Dua pcs kursi satuan seperti ini, biasanya di sebut armchair. Lalu ada satu buah meja tamu sekaligus dengan alas mejanya. Kiara paham, Dek?"

"Paham, Mbak."

"Sofa ini terdiri dari dua ukuran, Ki. Berukuran dua dudukan atau dua seater, dan berukuran tiga dudukan atau tiga seater."

"Hm.. Mbak, cara bedakannya untuk dua seater dan tiga seater gimana?"

"Kalau yang dua seater jumlah bantalnya empat buah, panjangnya sekitar 160 cm. Tiga seater jumlah bantalnya lima dan panjangnya dua meter, Ki. Dan sofa ini juga terdiri dari kaki keliling atau pun kaki satuan."

Kiara mengernyit pertanda bila dirinya kurang paham. Beruntung Mbak Meta menangkap kebingungan Kiara. "Kaki keliling itu di semua sisi sofa. Baik depan, belakang, samping kanan dan kiri. Kalau kaki satuan hanya di sudutnya saja. Sudah paham Kiara?"

Kiara tersenyum sekilas. Begitu mudah pikirnya untuk memahami ini semua.

"Lanjut ya, Ki. Meja tamu ini terdiri dari ukuran yang besar dan yang kecil. Berlapis kaca bevel, full kayu atau pun dikombinasi granit pada bagian atasnya, dan bagian bawahnya itu besi."

PROTECTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang