8. PELINDUNG

310 36 3
                                    

PELINDUNG

Hari pertama Kiara bekerja benar-benar berjalan lancar. Semua berkat doa ibunya dan juga bantuan dari Mbak Meta. Kiara merasa senang melebihi kesenangan yang kemarin dia rasakan. Kiara berharap pada dirinya sendiri untuk segera beradaptasi dan merasa lebih nyaman dengan lingkungan barunya.

Kiara tahu ini mungkin akan menjadi tantangan yang besar untuknya. Mulai dari bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan gorengan yang akan dititip ke warung, lalu bergegas sekolah demi menunaikan amanah ibunya dan mendatangi tempat baru yang menjadi sumbernya untuk bertahan. Satu yang tak pernah Kiara lupakan. Menjaga kesehatan ibunya dan memastikan ibunya selalu minum obat yang diberikan oleh dokter Rizal.

Sebenarnya Kiara telah ikhlas bila dirinya harus putus sekolah dan fokus untuk mencari biaya pengobatan ibunya. Uang sekolah Kiara perbulan saja cukup untuknya bila ingin mengumpulkan biaya pengobatan ibunya. Sisanya Kiara pasti bisa mencari kerja sampingan dengan gaji yang lebih lumayan dan jam kerja yang full satu hari penuh.

Tapi apa dayanya kala itu tak mampu menolak permintaan satu-satunya dari Kalingga. Selama ini demi ibunya, Kiara akan terus berusaha dan tidak akan pernah menjadikannya beban.

Kiara bergegas menuju rumah yang dulu menjadi kebahagiaan untuknya dengan membawa beberapa kantong belajaan berisi tepung dan sayuran. Itu adalah bahan tempur untuknya membuat gorengan besok pagi. Langkah Kiara benar-benar cepat. Dia sudah sangat terlambat pulang hari ini.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Satu harapannya sembari manatap cahaya rembulan. Semoga ayahnya belum ada di rumah sebelum dirinya sampai. Tujuh meter lagi Kiara akan memasuki pintu rumahnya. Namun suara berdentang kuat membuat dirinya terkejut dan berhenti sesaat. Memastikan asal suara tersebut. Lalu disusul teriakan yang membuatnya bergumam memanggil ibunya.

Makian serta jerit tangis mengiringinya masuk dan melihat perbuatan kasar ayahnya. Ibunya sedang menangis ketakutan di bawah kaki ayahnya yang berdiri dengan garang. Kuali jatuh ke lantai bersama peralatan dapur lainnya. Kiara menjatuhkan barang belanjaannya. Berteriak histeris ketika melihat darah mengalir dari hidung ibunya.

"Ibu!"

"Ibu, udah, ayo. Kita istirahat, Bu. Gak usah pedulikan Ayah."

Kiara menangis ketika melihat cakaran yang menggores pipi ibunya. Belum lagi mendengar Kalingga merintih sakit di sekujur tubuhnya, hal itu membuat Kiara semakin panik dan khawatir.

"Kau juga, Kiara. Dari mana kau jam segini baru pulang, hah?!" Marah Doni menarik kasar lengan Kiara.

"A-ayah, sakit, Yah.."

"Dari mana kau, hah?! Kerja kelompok lagi? ini hari apa Kiara?!" tuduh Doni membentak Kiara.

"Enggak, Yah, Kiara tadi ke pasar cari bahan-"

"Bahan apa, hah?! Tidak ada yang berjualan semalam ini. Atau kau yang menjual diri menjadi pelacur di pasar sana, hah?!!"

"AYAH!!"

Plak!!

Kiara sontak terdiam karena mulutnya tertampar bersama dengan pipinya. Sudut bibir Kiara pecah hingga darah segar mengalir dari sana.

"MAS DONI!" Kalingga syok dan spontan menjerit melihat putrinya mendapat pukulan kuat dari ayahnya. "Dia putrimu, Mas! Kenapa ringan sekali tanganmu kepadanya, hah?"

"Beraninya kau Kalingga membentakku?" Doni terlihat murka dan tangannya sigap menyambar sapu di dekat pintu. "Kalian semua sama saja. Tidak tahu sopan santun!"

Bugh!

"Aakhhh!"

Bugh! Bugh!!

PROTECTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang