44. KORBAN MASA LALU

155 23 1
                                    

KORBAN MASA LALU

Kiara masih terus menangis semenjak Aluna membawanya masuk ke kamar. Keduanya duduk di sebuah karpet bulu berwarna coklat pastel dengan beberapa bantal berada di sisi depan dan samping. Semalam Aluna di beri tahu oleh Papanya bila Kiara berjalan seorang diri dan menangis dalam keadaan kacau. Aluna ingin mencari Kiara saat itu juga namun Papanya melarang karena hari sudah malam. Alhasil pagi-pagi sekali Aluna mencari keberadaan Kiara dan menemukan gadis itu di jalan menuju pemakaman.

Aluna terus memeluk Kiara yang kini masih tersedu-sedan. Menepuk-nepuk punggung sahabatnya dengan penuh kasih sayang. "Gue harus gimana, Na? Rasanya sakit banget setelah gue tau semuanya dari Ayah. Gue bodoh, Na! Gue bodoh..hiks!"

"Enggak, Ki. Enggak. Lo gak bodoh. Rasa sayang lo yang begitu besar ke Ibu lo sampai lo gak naruh curiga apa pun ke Ibu lo. Dan di sini bukan salah lo, Ki. Lo hanya korbannya. Korban dari kesalahan orang dewasa."

Kiara semakin terisak dan meredam isak tangisnya di bahu Aluna. "Stop pendam semuanya sendiri mulai hari ini. Semua akan baik-baik aja setelah ini, Ki. Lo punya gue. Lo gak sendiri. Ada gue Aluna sahabat lo yang bisa jadi tempat lo berbagi mulai sekarang. Oke?"

Kiara mengangguk semakin mengeratkan pelukannya. Hampir sepuluh menit berlalu hingga Kiara merasa cukup tenang baru Aluna berani melepaskan pelukannya.

"Semua akan baik-baik aja kan, Na?"

Aluna mengangguk. "Jangan merasa sendiri, Ki. Ada gue dan semuanya bakal baik-baik aja." Aluna menghapus aliran air mata Kiara yang terus saja membentuk anak sungai di pipi sahabatnya. Sebisa mungkin Aluna berusaha mengajak Kiara tersenyum meski itu sulit.

"Sekarang gimana, Na? Gimana gue sama Ayah? Ayah pasti jauh lebih sakit dari gue selama ini. Gue harus apa, Na? Gimana cara mulai semuanya?"

"Jangan buru-buru, Ki. Lo pasti juga butuh waktu kan untuk cerna semua ini? Sama dengan bokap lo. Bokap lo juga pasti butuh waktu. Yang penting tenangi pikiran lo dulu. Baru bisa mulai semuanya."

Kiara mengangguk. "Makasih ya, Na. Makasih."

Aluna menatap Kiara karena gadis itu tampak ada yang dipirkannya. "Kenapa lagi, Ki? Ada yang mau lo lakuin?"

"Gue.. gue cuma penasaran sama laki-laki yang jadi selingkuhannya Ibu. Soalnya namanya sama kayak salah satu tukang di tempat gue kerja, Na."

"Nama Tono banyak, Ki. Dan saran gue lo gak perlu cari tahu masa yang udah lewat. Yang penting lo kan udah tau semuanya dari Ayah lo. Lo gak lupa kan bentar lagi kita mau kelulusan? Gue takut lo malah gak fokus, Ki. Gue mau kita lulus sama-sama nanti." Suara Aluna terdengar sedih dan seperti ingin menangis.

"Lo kenapa, Na?"

"Gue boleh gantian cerita?"

Kiara terkekeh mendengar pertanyaan Aluna. Kiara mengangguk sembari mengusap hidungnya yang berair. "Boleh. Gue udah gak papa. Yang lo bilang bener. Gue gak perlu cari tau hal yang udah lewat. Sekarang lo mau cerita apa, Na?"

Kiara terpaku ketika Aluna kembali memeluknya. "Ki, maaf karena untuk kedepannya kita gak bisa sama-sama kayak gini. Gue nyesel kenapa harus temenan sama lo waktu kelas dua belas. Kenapa gak dari dulu aja? Gue sedih, Ki."

"Na, lo kenapa? Kok bicara kayak gini? Kita bakal terus temenan kok. Cuma elo yang selalu ada di samping gue. Gak hanya hari ini tapi kedepannya kita bakal terus temenan dan sama-sama."

"Bokap, Ki.. bokap nyuruh gue kuliah di luar negeri. Kita bakal pisah, Ki. Kita bakal jauhan dan gak ketemu."

Kiara mengira bila ada hal serius yang terjadi pada sahabatnya. Entah itu sakit atau pun hal mengerikan lainnya. "Astaga, Na. Gue pikir tadi lo kenapa? Kenapa harus sedih coba? Bagus dong kalau bokap nyuruh lo kuliah di luar negeri. Gue bangga dengernya. Gue mau lo sukses, Na."

PROTECTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang