Ch.11 Siapa Sebenarnya Marcus Kingston?

5.8K 92 5
                                    

Untuk Visual tokoh bisa follow akun IG: @rein_angg dan TikTok: @rein_angg47. Mau seru-seruan menghalu bareng pembaca lain bisa join Grup Facebook: Rein Angg And Friends.

Saat makan siang bersama, Ghea mengungkapkan keresahannya pada Mia. “Kenapa kamu ajak Evan untuk hangout bersama? Kita baru saja mengenal dia,” protesnya terus terang.

Karena mendiang ayahnya selalu berkata dengan tipu daya pemuda, ia memilih untuk tidak mudah percaya dengan lelaki mana pun.

Sahabatnya itu tertawa ringan, “Ghea, come on, apa kamu tidak lihat betapa tampannya Evander Xu? Dia benar-benar menarik!” jelas Mia tertawa pelan.

“Aku ingin mengenalnya lebih jauh. Tenanglah, memangnya apa yang bisa terjadi kalau dia ikut hangout bersama kita? Apa kamu pikir dia seorang serial killer? Come on, yang benar saja!” lanjutnya masih tertawa.

Mengembus udara berat, Ghea mengendikkan bahu. “Aku hanya tidak suka kalau acara kumpul kita dihadiri orang yang masih asing,” ungkapnya jujur.

Lagi, Mia tertawa. “Sudahlah, kamu tidak usah memperhatikan Evan! Aku yang akan memperhatikannya!”

Kening Ghea mengernyit dan menatap terkejut pada teman baiknya, “Kamu naksir Evan? Secepat itu?”

“Well, memang terlalu dini untuk mengatakan aku naksir atau jatuh cinta kepadanya. Tapi, yang jelas aku suka dia karena wajahnya begitu tampan!” kikik Mia bergelayut canda di lengan Ghea.

Lalu, ia lanjut memuja Evander Xu. “Kamu perhatikan lengannya tadi? Begitu berotot! Perutnya juga sangat rata. Aku yakin dia pasti sering workout dan body-nya sangat seksi!”

Sebuah bisikan ia ucap di telinga, “Dan kamu bisa bayangkan bagaimana kira-kira kalau Evan di atas ranjang? Dia pasti benar-benar jantan, Ghea!”

“Kalau dia rajin berolahraga, maka sudah pasti staminanya di atas ranjang bisa tahan lama!” Mia terus terkikik sendiri membayangkan Evan tanpa pakaian.

Ghea mendelik, menggelengkan kepala. Sudah di rumah mendapati Daddy Sean bercinta dengan Abigail sedemikian heboh, sekarang sahabatnya pun membayangkan hal-hal serupa.

Bagi gadis yang masih perawan sepertinya, khayalan itu sedikit banyak membuat risih, tetapi sekaligus mendebarkan. Hanya saja, ada rasa malu pada diri sendiri jika terus menerus membayangkan hal demikian.

“Uuuh, aku membayangkan dia berkeringat, bergerak di atasku, memberikan kenikmatan … oh, my! Apakah dia suka mendesah, atau tipe lelaki yang tidak banyak berbicara saat bercinta?”

“Kamu sudah gila!” gelak Ghea menggeleng.

Dalam hati mengakui bahwa teman sekelasnya yang baru tadi memang tampan. Akan tetapi, ia tidak sampai berpikir jauh seperti Mia. “Kamu memang gila, Mia! Baru kenal, sudah membayangkan urusan ranjang!”

Mia tergelak kencang, kemudian berbicara pelan setengah tertawa. “Ssst, aku sudah tidak virgin sepertimu, Sayang! Aku sudah tahu nikmatnya ranjang bersama lelaki jantan!” kikiknya menjulurkan lidah.

“Makanya, kamu harus segera punya kekasih supaya merasakan nikmatnya dunia ketila tubuh dimasuki lelaki. Aku jamin, kamu pasti akan ketagihan!”

“Heh! Apa-apaan! Hentikan!” kesal Ghea bersamaan dengan rasa malu. Ia cubit pinggang sahabatnya.

Wajah Ghea merona merah karena salah tingkah. Menjadi perawan di usia 20 tahun memang bukan suatu hal yang lumrah di kota New York. Akan tetapi, ayahnya selalu berpesan agar jangan mudah terpancing bujuk rayu lelaki.

“Aku masih perawan karena aku tahu laki-laki itu semuanya brengsek! Mereka hanya ingin tidur dengan kita, menikmati tubuh kita, lalu pergi di saat mereka sudah bosan! Aku tidak mau terjebak dalam hubungan begitu,” tukasnya tersenyum lirih.

SUGAR BABY OF THE MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang