Ch.46 Antara Debaran dan Nyaman

1.3K 31 1
                                    

Untuk Visual tokoh bisa follow akun IG: @rein_angg dan TikTok: @rein_angg47. Mau seru-seruan menghalu bareng pembaca lain bisa join Grup Facebook: Rein Angg And Friends.

Mata kecokelatan milik Sean tertegun saat mendengar kedua kalinya bibir Ghea berucap akan pergi dari rumah. Kalimat yang diucap dengan pelan tersebut menghadirkan rasa sakit yang teramat kencang.

“Kamu mau keluar dari rumahku?” desis Sean dengan bibir membentuk satu garis lurus, berbarengan dengan dada kembang kempis bergulung amarah.

Ghea mengangguk, “Aku sudah cukup dewasa untuk menentukan hidupku sendiri di luar. Aku bisa tinggal di asrama kampus. Bergabung dengan grup-grup mahasiswi di sana.”

Apa yang dikatakan oleh Evan kemarin ternyata merasuk di dalam pikiran Ghea. Mulai merasa dirinya memang wajar jika tinggal sendiri, bukan? Ia sudah dianggap cukup dewasa untuk menentukan pilihan hidupnya.

“Aku akan bertanya satu kali, dan kamu harus paham makna pertanyaanku,” lanjut Sean kian terlihat emosi. Dadanya yang dibiarkan terbuka makin kembang kempis.

“Apa itu, Daddy?” angguk Ghea belum sadar lelaki yang disebelahnya sudah terbakar kemarahan.

“Apa kamu sudah gila?” bentak Sean bernada kencang, tinggi pula.

Barulah Ghea sadar kalau Sean sudah mengamuk dengan keinginannya tersebut. Dibentak demikian, kepalanya terhenyak ke belakang sesaat. Belum bisa mengatakan apa pun, maka ia terdiam.

“Sudah kukatakan sejak awal! Aku tidak suka dibantah! Aku tidak suka didebat! Sepertinya kamu melupakan semua aturan yang ada di sini sejak awal, hah?”

“Di mana otakmu saat berkata mau keluar dari sini? Apa kamu tidak berpikir penyerang kemarin itu bisa saja menyerangmu, Ghea? Bisa saja mereka menginginkanmu!”

“Buat apa mereka menginginkanku? Aku bukan siapa-siapa!” sangkal Ghea menggeleng.

“Mereka menginginkan da—” Sean menutup mulutnya sendiri dengan cepat. Mengulum bibir sambil mengepal tangan di kedua sisi tubuh. Begitu geram, tetapi harus ia tahan emosi itu.

Hampir saja mengatakan mereka menginginkan data rahasia yang dimiliki Marcus Kingston. Akan tetapi, untung saja ia cepat tersadar dan segera berhenti berbicara.

“Fuck!” desis Sean melempar satu bantal dengan kencang ke atas lantai, atau lebih tepatnya lagi membanting benda tersebut saking jengkelnya.

Keduanya kini sama-sama bangkit dan duduk di atas ranjang, saling berhadapan. Diam selama beberapa detik, Sean tidak peduli meski mata Kitty Cat terlihat memerah, mulai berair.

“Dengar, Ghea! Di luar sana berbahaya! Kamu pergi dari sini, siapa yang akan melindungimu, hah? Memangnya kamu bisa melindungi dirimu sendiri? Jawab aku!” bentak Sean lagi. “Kamu sudah akan jadi budak seksualnya Javier Blast kalau aku tidak membawamu kemari!”

Melengos, Ghea menitikkan air mata sambil menunduk. Peristiwa itu memang memilukan. Akan tetapi, jatuh cinta dengan lelaki yang berusia dua kali lipat darinya juga ternyata memilukan karena keberadaan sesosok asisten pribadi yang ada di antara mereka.

“Kamu bahkan tidak bisa melindungi dirimu sendiri dari sahabat yang ternyata membencimu! Kamu tidak bisa melindungi dirimu sendiri saat tiga lelaki sialan itu mau membawamu untuk dinikmati bersama!” lanjut Sean terengah.

Mengusap air matanya, Ghea berkata lirih. “Aku hanya tidak mau melihat Daddy dengan Abigail lagi. Aku tidak suka melihatnya. Kalian pernah berbagi ranjang, dan dia menyebalkan kepadaku.”

“Aku akan menegur Abigail!” tukas Sean tegas.

“Terserah,” sahut Ghea kembali mengusap air matanya, melirik kesal pada Sean yang terus menatapnya lekat. “Tegur saja sesuka Daddy.”

SUGAR BABY OF THE MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang