Ch.01 Menjual Kesucian

441K 1.9K 33
                                    

“Kamu pikir enam bulan tinggal di sini itu gratis, hah?” bentak lelaki setengah mabuk. Dengan kasar ia melayangkan tangan kotor bau alkohol ke kepala seorang gadis.

“Sakit! Sakit, Paman!” jerit gadis itu. “Jangan pukuli aku!”

“DASAR GADIS SIALAN!” Satu hentakan kasar kembali mendarat. Kali ini, pundak rapuh yang menjadi sasaran. Sebuah pukulan membuat tulang perempuan muda itu terasa nyeri.

“Ma-maaf, Paman Horace. Maafkan aku!” pekik bibir merah ketakutan, setengah menangis, serta tubuh gemetaran. Ia menggeleng dengan air mata membasahi pipi putihnya.

“Maaf, maaf! Kamu selalu minta maaf saja bisanya! Kurang ajar! Keponakan tidak berguna! Menyusahkan saja!” Satu tamparan kembali mendarat di kepala lawan bicara lelaki mabuk yang dipanggil Paman Horace.

Tubuh kian gemetar, air mata berlinang semakin deras. Dunia terasa menjadi tempat yang sangat sempit dan menyakitkan. Tak tahu harus ke mana meminta bantuan. Wanita belia tersebut hanya bisa merintih kesakitan. Mengusap kepala, pundak, wajah, serta bagian tubuh lain yang menjadi sasaran.

Ghea Avery Kingston sejak tadi sudah berkali-kali ditempeleng, ditampar, dan dimaki. Kepala, pundak, juga lengan telah menjadi lampiasan rasa marah lelaki paruh baya bernama Horace Kingston. Tidak lain, itu adalah pamannya sendiri.

Lalu, suara kencang kembali menggelegar. “Sekarang juga kamu keluar kamar dan ikut dengan Tuan Javier! Dia sudah membayar Paman $200.000 untuk membelimu!”

“Aku tidak mau, Paman! Dia ingin memperkosa aku!” jerit Ghea menggeleng dan menangis tersedu. “Dia menggerayangi tubuhku saat kami bertemu tadi! Aku tidak mau diperkosa!”

“Jangan suruh aku kembali ke sana, aku mohon, aku mohon! Kita adalah keluarga, Paman!” Ghea menangkupkan dua tangan di depan dada, memohon, bahkan kalau perlu menyembah agar tidak dikembalikan pada lelaki hidung belang yang disebut barusan.

Namun, satu tamparan kasar justru kembali mendarat di pipi sang gadis. Membuat rasa panas menjalari wajah, dan ujung bibirnya sedikit lecet hingga terasa perih. Isak pilu tidak ada gunanya, karena hanya kekasaran yang terus didapat.

“Kalau aku bilang ikut dengannya, ya, kamu ikut dengannya! Apa kamu tuli?” Horace lagi-lagi membentak keponakannya. “Susah-susah aku membawamu ke hotel untuk bertemu dengannya, kamu malah kembali ke sini! Perempuan tolol!”

“Dia mau memerkosa aku! Jangan suruh aku kembali kepadanya!” Ghea pun terus menolak dan air matanya kian deras mengalir.

“Aku kembali kepada Paman karena kukira ada kesalahpahaman! Jangan jual aku, Paman! Lindungi aku! Paman adalah adik ayahku! Dia mau memperkosaku! Tolong aku!” jerit Ghea terus menerus menolak dan menangis hingga bibir gemetar.

“Dia tidak mau memperkosa kamu! Dia memang membayar $200.000 untuk membeli keperawananmu, Bodoh! Dasar gadis tolol! Ayo, keluar kamar! Temui Tuan Javier!” paksa Horace semakin kasar. Ia ambil tas travel berisi pakaian Ghea dan mulai mendorong-dorong keponakannya keluar kamar.

Ghea menjerit ketakutan berkali-kali. Di lantai bawah rumah ini ada seorang lelaki hidung belang bernama Javier Blast yang sedang menunggu sang gadis untuk ikut kembali bersamanya.

Sekitar tiga jam lalu, Horace mengantar Ghea ke sebuah hotel dan menerima cek sebesar $200.000. Harga yang tidak terlalu mahal untuk keperawanan seorang gadis desa lugu seperti Ghea. Seharusnya bisa lebih dari itu. Hanya saja, sang paman terlibat hutang judi sekitar $100.000.

Maka, mendapat uang dua kali lipat dari yang dibutuhkan baginya tentu lebih dari cukup. Ia sudah membayangkan akan berbuat apa saja setelah ini. Pergi ke distrik pelacuran, menginap di sana selama beberapa hari, mabuk-mabukan, dan melakukan berbagai perbuatan durjana lainnya.

Semua akan ia lakukan dengan menjual keperawanan keponakannya, darah dagingnya sendiri. Anak dari kakak kandungnya yang baru saja meninggal enam bulan lalu akibat kecelakaan mobil.

Namun, begitu sadar dirinya akan dilecehkan oleh Javier Blast, gadis manis berambut cokelat tua sebahu itu segera memberontak saat akan dibawa ke kamar hotel. Ia memutar otak dan akhirnya berteriak kencang hingga banyak orang di hotel bergerak mendekat, ingin memberi bantuan.

Javier terpaksa melepaskan Ghea dan membiarkan gadis itu kabur, daripada dia yang terkena bulan-bulanan masa karena hendak membawa seorang perempuan berusia 20 tahun ke kamar dan ditiduri. Namun demikian, ia tidak tinggal diam dan membiarkan barang beliannya kabur begitu saja.

Langsung menelepon bank dan meminta agar cek sejumlah $200.000 ditahan, tidak bisa dicairkan. Lalu, ia menelepon Horace, mengatakan keponakannya kabur, tidak akan membayar kalau Ghea tidak dikembalikan. Akhirnya, di sinilah mereka sekarang sedang akan mengulangi kekejaman yang sama.

Yaitu … menjual Ghea kepada lelaki hidung belang yang sudah tua, pendek, berperut buncit, dan memiliki wajah mesum menjijikkan.

Tersengal, napas Ghea berhenti di tenggorokan. Air mata sudah membasahi seluruh wajah, tetapi tidak ada rasa iba sedikit pun dari lelaki paruh baya tersebut. Pamannya tetap bersikeras ia harus dijual demi menutupi hutang judi.

“A-aku m-mohon … aku mohon, P-Paman j-jangan … ja-jangan … aku ti-tidak mau diperkosa!” isaknya makin kesulitan bernapas. Kepala semakin merasa berat karena ditekan dari segala sisi.

“Kamu tidak diperkosa, Gadis Bodoh! Dia memang memilikimu! Dia sudah membelimu dengan harga yang cukup bagus! Tuan Javier berhak untuk berbuat apa pun yang dia mau denganmu! Termasuk mencicipi keperawananmu!” kekeh Horace culas, kejam.

“Paman, kasihanilah aku …,” iba Ghea masih terus berharap ada sedikit rasa manusiawi di dalam jiwa Horace. Akan tetapi ….

“Dia boleh membunuhmu kalau dia mau! Aku tidak peduli! Aku hanya menerimamu tinggal bersamaku karena aku tahu bahwa aku bisa menjualmu!” kekeh Horace kemudian menarik lengan Ghea dan menyeretnya keluar kamar.

“JANGAN! JANGAN! HENTIKAN! AKU TIDAK MAU!” teriakan gadis itu sungguh memilukan. Baru saja menginjak usia 20 tahun dan semesta telah menceburkannya dalam keperihan serta kepahitan yang teramat berat.

Membayangkan diri akan dijamah, disentuh, dicium, dan dicumbu oleh orang asing buruk rupa seperti Tuan Javier tidak pernah ada dalam bayangan Ghea. Bahkan, dalam mimpi terburuknya pun, ia tidak pernah mengalami nasib sekejam ini.


Kakinya berusaha menahan seretan sang paman, tetapi lelaki itu terlalu kuat bagi tubuhnya yang mungil. Beriring dengan jerit serta tangis, ia terus terbawa tarikan Horace hingga mendekati tangga.

Tertatih, menahan diri agar tidak terjatuh pada setiap anak tangga, Ghea mulai melihat sosok Tuan Javier sedang menyeringai dan menunggunya di ruang tamu. Kursi di sana mungkin sudah terlalu reot atau berkutu hingga konglomerat keji itu tidak mau duduk di atasnya sejak datang.

Ghea mencengkeram satu pilar pegangan tangga. Menggenggam dengan sangat erat, menolak untuk diseret turun. Ini adalah upaya terakhirnya untuk menyelamatkan diri. Menolak, menolak, dan terus menolak!

Akan tetapi, “Bangsat!” maki Horace karena langkahnya jadi terhenti. Menoleh ke belakang, melihat Ghea sedang memegangi pilar tangga dengan sepenuh jiwa dan raga sambil menangis dan menggelengkan kepala.

“Anak brengsek! Tidak tahu diri!” Satu pukulan kencang melayang ke kepala Ghea. “Mati saja kamu, hah!”

Saking kencangnya tangan menghantam kepala, hingga membuat telinga gadis itu mendengung dan pandang menjadi buram. Pusing luar biasa menyerang, membuat tubuhnya lemah seketika hingga tangan terlepas dari pilar tangga.

Dengan lunglai dan napas terengah, tubuh sintalnya yang mengenakan celana pendek selutut dan kaos ketat itu ambruk ke atas lantai. Ia seperti ling-lung untuk beberapa detik akibat pukulan kencang di area telinga hingga tengkuk.

Horace memanfaatkan situasi ini untuk menggendong keponakan cantik. Ia angkat Ghea dan mendekapnya di dada berbau tumpahan Whiskey tersebut. Tiada hari tanpa mabuk baginya.

“Seperti janjiku padamu, Tuan Javier! Aku akan mendapatkan gadis ini lagi untukmu! Persis seperti itik yang kehilangan induk, dia kembali kepadaku!” tawa Horace menyeringai puas. Bayangan cek $200.000 yang sudah bisa dicairkan menari-nari di pelupuk.

Lelaki yang dikawal oleh dua orang bodyguard tinggi besar di belakangnya kini melonjak-lonjak senang. “Hari-hari seperti sekarang, sangat sulit mencari gadis perawan!” gelaknya bersemangat, seperti anak kecil yang akan menerima hadiah besar.

“Tentu saja! Aku jamin dia masih perawan! Kalau perlu, cek saja ke dokter untuk membuktikannya!” angguk Horace tergelak. Ia sudah sampai di anak tangga terakhir sambil menggendong Ghea yang masih setengah sadar.

Gadis yang lunglai itu mulai kembali paham akan apa yang terjadi di sekitar. Kesadaran total berangsur kembali kepadanya, membuat bibir langsung menjerit nyaring.

“Tidaaak! Aku tidak mau ikut kamu! Aku tidak untuk dijual! Aku bukan barang dagangan! Tidak! Tidak!” Ghea berteriak sekencang yang ia bisa. Cepat meronta dan menjejak turun dari gendongan pamannya.

“Fuck! Aku sudah lelah dengan kelakuan anak ini! Cepat tangkap dia dan masukkan ke dalam mobil!” perintah Javier pada dua anak buahnya.

“Baik, Tuan!” angguk lelaki tinggi dengan kepala plontos, memakai kaca mata hitam.

“Siap, laksanakan!” imbuh lelaki tinggi lain yang berambut cepak potongan tentara.

Mereka adalah pengawal sang Tuan Besar Blast. Siap melakukan apa pun perintah majikannya. Saat ini, menangkap Ghea adalah prioritas utama.

Dua lelaki berbadan tinggi besar melawan seorang gadis bertubuh mungil bukanlah sebuah pertarungan yang seimbang. Tidak sampai satu menit, Ghea sudah ada dalam cengkeraman kepala plontos.

“Bawa tasnya!” perintah Javier lagi kepada rambut cepak yang langsung diiyakan.

Horace menyeringai, tugasnya sudah selesai. “Tolong, pastikan dia tidak kabur lagi, oke? Kalau dia kabur, dia tidak akan mungkin kembali ke sini. Dia pasti akan menghilang, dan kita sama-sama rugi,” pintanya menggosok kedua telapak tangan, tak sabar segera pergi ke bank dan mencairkan dana pembelian Ghea.

Javier tertawa, lalu mengangguk. “Tenang saja, aku akan membawanya ke villa di kaki gunung untuk berbulan madu! Dia tidak akan bisa lari ke mana-mana!”

“Lepaskan aku! Lepaskan aku!” Ghea tetap berusaha menyelamatkan diri. “Kalian semua lelaki bejat! Aku manusia! Tidak untuk dijual!”

Meronta tanpa henti meski perlawanannya hanya dianggap angin lalu oleh pengawal berkepala plontos. Tangan kekar berotot menahan perut sang gadis hingga tidak bisa berlari ke mana pun.

Horace membuka pintu rumah, mempersilakan Javier pergi membawa apa yang diinginkan. Hatinya membuncah dengan rasa senang. Bayangan para pelacur di rumah bordil membuat angan terbang tinggi.

Akan tetapi, begitu Javier keluar dengan Ghea di kekangan bodyguard-nya dan terus meronta, sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan pagar rumah Horace.

Semua tertegun melihat betapa anggunnya Rolls Royce Phantom berwarna biru kehitaman yang baru saja berhenti. Kemewahan mobil itu mengalahkan Mercedes Benz C-Class yang dibawa oleh Javier.

Dari sini saja mereka semua berpikiran sama, siapa pun itu yang datang sepertinya lebih kaya daripada lelaki mesum berperut buncit tersebut. Saling pandang dengan kening yang berketut, bertanya-tanya ada apa, dan siapa yang datang?

“Siapa yang datang?” bisik Javier melirik curiga pada Horace. “Apa kamu menanti pembeli lain? Sialan kamu, Horace!”

“Hey, hey! Aku bersumpah! Aku tidak menawarkan Ghea kepada siapa pun selain kamu! Aku tidak tahu siapa yang datang!” jawab Horace melotot, mengendikkan bahu. Memang dia tidak menjual Ghea kepada siapa pun selain Javier.


Lalu, seorang lelaki berbadan sangat tinggi dan sangat besar turun dari pintu depan sebelah kanan. Ia mengenakan jas formal, wajahnya tenang, tetapi menyeramkan. Melirik sekilas kepada Ghea, lalu mengayun dua langkah menuju pintu belakang.

“Silakan, Tuan. Gadis itu ada di sana,” bisiknya sambil membukakan pintu. Kepala menunduk hormat saat seorang lelaki kemudian turun.

Sosok gagah, maskulin, dan … tampan …! Ya, sangat tampan! Entah siapa, tetapi dia sangat tampan meski tersirat kebengisan di wajahnya. Melangkah turun dari mobil dengan penuh percaya diri, berdiri sebentar untuk merapikan jas serta celana mahal yang dikenakan, lalu menatap tajam ke arah rumah Horace.

Di belakang Rolls Royce, ada sebuah SUV bermerek Mercedes Benz GLS hitam yang kemudian menurunkan empat orang berbadan sama tinggi seperti yang membukakan pintu tadi. Kelima orang tersebut langsung mengiringi langkah tegap sang lelaki tampan.

Jelas bahwa pria penuh kharisma tersebut adalah pemimpin mereka semua. Tidak ada senyum atau ekspresi apa pun selain dingin dan datar.

Mereka mengayun kaki dengan tegas, tidak terlalu pelan, tidak juga terlalu cepat. Tiap hentakannya menghantarkan aura tertentu bagi yang melihat. Horace dan Ghea mendadak merasa merinding.

“Ghea Avery Kingston?” panggil lelaki tampan membuka kacamata hitamnya, memandang lekat pada sang gadis.

“I-iya? Iya, i-itu … itu … a- aku …,” angguk Ghea terengah, masih dalam cengkeraman si Rambut Cepak.

Tersenyum sini, mata hitam kecokelatan milik tamu yang baru hadir itu langsung melirik dengan kilat tajam pada Horace serta Javier. Satu ancaman kemudian terucap dengan suara berat dan serak.

“Lepaskan tangan kotormu dari gadis itu, atau aku akan memotong setiap jari yang kamu punya! Ghea Avery Kingston akan ikut denganku detik ini juga!”

BERSAMBUNG






SUGAR BABY OF THE MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang