Ch.53 Kamu yang Tak Paham

1.4K 46 0
                                    

Untuk Visual tokoh bisa follow akun IG: @rein_angg dan TikTok: @rein_angg47. Mau seru-seruan menghalu bareng pembaca lain bisa join Grup Facebook: Rein Angg And Friends.

Sean sama sekali tidak tahu kalau ia sudah dikuntit kubu Marayan sejak meninggalkan kota New York. Selesai bercinta dengan Ghea untuk pertama kali, bukannya menikmati malam yang hangat penuh kemesraan, justru sekarang dia harus berurusan dengan penyerangan musuh.

Parahnya, salah satu komandan punggawa Marayan memutus kabel listrik di cottage Sean hingga lampunya mati total. Suasana gelap gulita dengan penerangan remang dari lampu-lampu yang berada di jalanan depan serta belakang cottage tersebut.

Sean yang berada di balik tangga bersama Claudio menatap tajam, lurus ke depan pada arah pintu. Perlahan benda kotak besar terbuat dari kayu itu terbuka sedikit demi sedikit. Ia masih tidak tahu siapa yang menyerang, tetapi bisa menduga itu adalah Marayan ingin menuntut balas.

"Semoga Gabe bisa menjaga area belakang dan samping," desisnya berbisik sangat pelan kepada Claudio.

Mengangguk, kepala bodyguard-nya itu sudah memegang sebuah M16 di tangan dengan peredam di ujungnya. Ia mulai membidik ke arah pintu.

"Jangan tembak dulu, biarkan mereka semua masuk terlebih dahulu, baru kita bantai semuanya!" perintah Sean dalam bisikan yang sangat pelan. Ia pun tengah membidik Revolver ke depan.

Satu orang masuk sambil celingukan ke kanan dan ke kiri, memperhatikan sekeliling. Sinar lampu dari jalan menyeruak masuk seiring mereka membukanya lebar.

"Satu ... dua ... tiga ...," hitung Sean pada jumlah musuh yang kini sudah masuk ke dalam ruang tamu cottage sewaannya. Apa pun yang terjadi, jangan sampai musuh naik ke lantai dua dan menemukan Ghea ada di dalam kamarnya.

"Hanya tiga, Tuan!" bisik Claudio bersiap untuk menarik pelatuk senjatanya. Napas mereka tertahan dengan ketegangan yang menjalar di ruangan.

"Kamu yang paling depan, aku akan menembak yang paling belakang!" angguk Sean menyeringai. Mulai memicingkan mata untuk melesakkan peluru ke dada lawan.

"Dalam hitungan ketiga, Tuan?" setuju Claudio ikut menyeringai.

"Yups ... satu, dua, sekarang!"

Dua letusan tanpa suara terjadi. Peluru panas meluncur dengan kecepatan cahaya langsung mengenai dada dan perut dua orang musuh. Jerit sakit terdengar bagai pekik malaikat maut. Dua lelaki langsung ambruk ke atas lantai.

Satu musuh tersisa di depan pintu masuk cepat menembakkan senjata otomatis yang juga sudah diberi peredam ke segala arah, termasuk ke area tangga di mana Sean dan Claudio bersembunyi.

"Fuucckk!" pekik Sean cepat melompat keluar dari balik tangga. Berondongan peluru akan merobek tubuhnya bila ia tidak segera pergi dari sana.

Begitu pula Claudio, bodyguard cekatan tersebut segera melompat ke arah yang berlawanan dengan Tuannya. Saat berguling di atas lantai, ia menembak berkali-kali ke arah musuh dan berhasil mengenai kaki.

Sontak, musuh itu jatuh terjerembab karena tulang keringnya baru saja ditembus oleh timah panas hingga darah segar langsung mengucur deras ke atas lantai.

Namun, meski dengan posisi terduduk dengan kaki terbujur ke depan, dia masih terus menembakkan peluru ke segala arah. Itu adalah Leonard yang tersisa di depan pintu. Dia berusaha mempertahankan hidupnya dengan segala cara yang bisa dilakukan.

"Claudio! Now!" teriak Sean pada orang kepercayaannya.

Mereka sudah beberapa kali terjebak dalam pertempuran seperti sekarang. Apa yang biasa mereka lakukan telah terpatri di dalam hati.

SUGAR BABY OF THE MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang