Ch.49 Terjebak Badai Salju

1.4K 40 0
                                    

Untuk Visual tokoh bisa follow akun IG: @rein_angg dan TikTok: @rein_angg47. Mau seru-seruan menghalu bareng pembaca lain bisa join Grup Facebook: Rein Angg And Friends.

Berada di dalam sportcar Ferrari berwarna merah, Sean mengendarai dengan kecepatan standar. Bukan tidak bisa menggeber lebih kencang, tetapi ia hanya ingin menikmati momen bersama Ghea.

Ini adalah hari terakhir dalam perjanjiannya dengan sang Kucing Kecil. Seharusnya, hari ini ia menpata jawaban Ghea apakah akan menerimanya atau tidak.

Hati kecil berkata, sepertinya gadis itu akan menolak karena masalah Abigail. Oleh karenanya, jika memang mereka harus kembali seperti sedia kala, biarlah ini menjadi kenangan terakhir.

“Ada sebuah restoran yang sangat bagus di kaki gunung.” Sean membuka kebekuan di antara mereka. “Pemandangannya bagus, kamu pasti suka.”

Ghea menjawab dengan satu anggukan dan senyum kecil di ujung bibir. Menoleh sekilas, memadu pandangannya dengan sorot sendu dari Sean, lalu kembali menghadap jendela.

“Kamu masih marah padaku?” tukas Sean menghela, mengusap dagu yang dikelilingi kumis berbentuk kotak rapi, hasil cukuran barber terbaik di kota New York.

Diam, gadis itu kembali menjawab dengan gelengan kepala, tanpa menoleh.

“Mau diam sampai kapan? Selamanya?” Mulai kesal, Sean tidak pintar merajuk, apalagi merayu. Sejak lahir apa yang dia mau, dia dapatkan.

Melobi urusan birokrasi saja dilakukan oleh Abigail. Harga diri Tuan Besar Lycus terlalu besar untuk memohon dan merajuk demi mendapatkan sesuatu.

Ghea mengendikkan bahu, tetap memandangi jendela. Dalam hati, dia memang masih jengkel dengan sikap Sean di pantai kemarin. Akan tetapi, mendengar berbagai pertanyaan yang dilontar kepadanya, lalu sekilas melihat wajah lelaki itu kesal, perutnya sedikit tergelitik untuk tertawa.

“Jangan suka diam kalau ditanya. Bagaimana kalau tiba-tiba kamu menjadi bisu?” celoteh Sean lagi, menggeleng jengah. Seumur hidup, baru kali ini tahu rasanya diacuhkan.

Betapa kokoh diamnya Ghea. Meski semakin ingin tertawa, tetapi ia kunci rapat bibirnya.

Menarik napas berat, mengembus kasar, mafia itu kembali bertanya. “Sudah ada keputusan atau belum? Kamu mau jadi kekasihku atau tidak? Kalau tidak, katakan saja.”

Tidak ada bahu mengendik, tidak ada kepala menggeleng. Hanya ada dada Ghea yang menjadi kembang kempis mendengar pertanyaan ini. Sejujurnya, sampai detik ini, ia masih belum bisa menemukan jawaban apa-apa tentang hubungannya dengan Sean.

Butiran salju lembut mulai turun dan hinggap di kaca kendaraan. Ghea tersenyum, ia buka jendela dan mengeluarkan tangannya di udara.

“Kamu suka salju?” tanya Sean melirik, melihat senyum manis yang … ah, ia rindu dengan bibir sang gadis.

Menurunkan tangan kanan dari kemudi, Sean mengamit jemari Ghea yang duduk di sisi kanannya. Tanpa meminta ijin, tak peduli juga kalau tidak diijinkan.

Terkejut, Ghea ingin menarik tangannya, tetapi Sean tersenyum simpul, tidak memperbolehkan jari lentik Kitty Cat lepas dari genggamannya.

“Daddy! Lepaskan tanganku!” protes Ghea tidak jadi menikmati salju lebih lama. Ia tutup jendela, lalu menarik-narik jari kokoh sang mafia supaya lepas.

“Oh, jadi kamu ternyata masih bisa berbicara?” kekeh Sean merasa menang. Akhirnya bibir mungil itu bersuara juga. Diajak bicara baik-baik, tetapi tidak ada jawaban. Kalau sudah disentuh paksa begini, baru ada reaksi.

Ghea menyerah, ia tidak bisa menarik tangan Sean agar melepaskan jemarinya. Maka, ia biarkan saja mereka bergenggaman seperti sekarang.

Usapan lambat terasa menyentuh kulit jari lentik yang sedang tenggelam dalam dekap jari kokoh Tuan Besar Lycus. Ketika Sean membawa ke dekat bibir, lalu mencium mesra jari-jarinya, desir di dalam aliran nadi Ghea terasa menguat.

SUGAR BABY OF THE MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang