Six: Bad, Ervin

0 1 0
                                    

Liam menyapu matanya dari kanan ke kiri. Pukul tujuh kurang limabelas menit. Namun Zara belum juga muncul.

Liam berdiri melihat bus mendekat. Mungkin Zara memang tidak masuk atau mungkin menggunakan kendaraan lain.

Melangkahkan kaki masuk ke bus. Duduk di bangku depan.

"TUNGGU PAK!!"

Liam menoleh. Zara.

"Pak, tunggu Pak, teman saya mau naik," ucap Liam pada lelaki paruh baya yang mengemudikan bus.

"Oh, iya Dek."

Zara segera masuk bus. Duduk di samping Liam. Mengatur napasnya yang masih memburu.

"Untung aja nggak ketinggalan, Ra. Tumben lo telat."

"Gue bikin ini." Zara menyodorkan botol berisi jus stroberi ke Liam.

Liam menerima itu. "Lo bikin? Sengaja?"

Zara mengangguk. "Iyalah. Cobain deh. Pasti lo suka."

Liam menurut. Memutar tutup botol lalu meneguk jus buatan Zara. "Hm. Enak."

Zara mengangguk puas. "Enak, 'kan?"

"Tapi kayanya ada yang kurang deh," ucap Liam.

Zara mengernyit. "Apa? Kurang apa? Kemanisan ya? Atau kurang manis?"

"Kurang banyak, Ra. Besok gue pesen tiga botol ya."

Zara berdecak. Memukul lengan Liam. "Ck. Gue bukan penjual jus buah ya! Beli aja sana." Ia berdiri. Sudah sampai depan sekolah.

Liam ikut berdiri. Turun dari bus dengan tangan yang membawa satu botol jus stroberi dari Zara yang sudah berkurang satu perempatnya.

Liam menghadap Zara. "Lo udah enggak papa?" tanyanya.

"Emang gue kenapa?" ucap Zara balik tanya.

"Cih. Ngga mau ngaku. Kemarin malam siapa yang curhat panjang lebar tentang masalah hidupnya?"

Zara menggidikkan bahunya. "Ngga tau tuh."

"Gue serius sama yang gue omongin kemarin, Ra."

Zara menghadap Liam. "Lo udah ngertiin gue lama, Li."

"Maksudnya?"

"Sejak lo kasih jaket ini ke gue," jawab Zara mengangkat kedua tangannya memperlihatkan jaket yang ia pakai.

Liam tersenyum kecil. Iya. Benar.

Langkah kaki Zara yang terhenti membuat Liam ikut menghentikan langkah kakinya. "Kenapa, Ra?"

"Ervin."

Liam mengernyit. "Ervin?" Ia mengarahkan pandangannya pada apa yang Zara lihat.

Dia?

Dia laki-laki yang di lapangan basket, bukan? Laki-laki psycho yang sengaja menabrak bahu Zara.

Namanya Ervin?

Ah. Benar. Zara juga pernah membuatkan roti isi untuk lelaki bernama Ervin tapi tak mau menerima yang akhirnya jatuh ke tangannya. 

Zara menoleh. "Doain gue ya, Li," ucapnya lalu berjalan mendekati Ervin.

Liam terdiam di tempatnya. Melihat Zara dari jauh.

Zara menghentikan langkahnya setelah dirinya sudah di hadapan Ervin.

Ervin menghela napas pelan. Dia lagi.

"Vin."

Ervin hanya mengernyit.

Sedikit Kisah dari ZELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang