Semuanya berubah. Secepat itu, setelah Zara menemui Ersha.
Rasanya lega. Seperti semuanya sudah selesai, sudah berakhir.
Harinya sudah kembali. Kekosongan, kekhawatiran, ketakutan sudah hilang. Seperti yang Ervin katakan, sekarang hanya ada Zara ceria. Bukan Zara yang dulu.
Dan untuk pertama kalinya, Zara tak berjalan di belakang Ervin. Kini tangannya menggenggam tangan Ervin, berdampingan berjalan di koridor.
Zara tak peduli apa yang akan orang lain pikirkan. Karena sekarang, semua hal yang ia miliki sudah cukup. Lebih dari cukup.
Hubungan Papa dan Mama mulai membaik. Devi dan Ersha juga sudah bertemu.
Zara mulai menjalani hidup baru, jalan baru.
Hidup yang damai, hidup tanpa kerisauan.
Langkah Zara terhenti.
"Kenapa, Ra?" Ervin menoleh, langkah kakinya ikut terhenti.
Zara terdiam. Masih memperhatikan Liam yang juga melihatnya. Terdiam, hanya saling menatap.
Sekarang satu yang berbeda. Satu yang terkadang Zara pikirkan.
Liam.
Sikap Liam yang berubah. Liam yang berubah dingin, tak lagi seperti dulu. Liam yang menghindar.
"Ra."
Zara tersentak. Menoleh pada Ervin.
"Kenapa? Ada apa?" tanya Ervin.
Zara menghirup napas. Kembali menoleh pada Liam, yang masih berdiri di tempat sama. "Gue bicara sama Liam dulu, ya?" ucapnya.
Ervin lalu mengikuti arah pandang Zara. Ternyata memperhatikan Liam. Selanjutnya ia menyadari varsity yang cowok itu kenakan. Sama dengan milik Zara.
Ervin mengangguk, menatap Zara kembali. "Iya. Sana."
"Nggak papa?" tanya Zara.
Ervin tersenyum tipis. "Iya, nggak papa." Ia mengelus lengan Zara. "Gue ke kelas duluan," lanjutnya.
Zara mengangguk kecil. "Iya," balasnya.
Ervin lalu pergi, meninggalkan Zara. Tahu, Zara memang perlu menemui Liam. Cowok yang selama ini selalu ada untuk Zara.
Zara menghirup napas. Melangkah, mendekati Liam.
Bersamaan dengan itu Liam juga melangkahkan kakinya pergi. Tak mau lebih lama di sana.
"Li!"
Liam mempercepat langkah kakinya. Merutuki diri kenapa mau saja melalui gedung akuntansi demi bertemu Devi.
"Liam!" Zara menghentikan langkah kakinya. "LO KENAPA SIH?" Napasnya memburu, kesal Liam menjauh.
Liam memejamkan mata. Sudah. Ia memang tidak seharusnya menghindar lagi. Berbalik, menghadap Zara.
"Kenapa lo jauhin gue?" Zara menghela napas panjang. "KENAPA? SALAH GUE APA?"
Liam diam. Memperhatikan Zara, dengan semua amarahnya.
"Kenapa, Li?" tanya Zara lagi dengan wajah memerah.
Liam menghela napas. Banyak hal, Ra, alasannya. "Lo lupa?"
Zara mengernyit. "Apa, Li? Lupa apa?"
"Like a friend." Liam memberi jeda. "Lo setuju dengan itu, 'kan?" tanyanya.
Zara mengangguk pelan. Iya. Dirinya tentu ingat dengan permintaan Liam yang itu. Yang meminta untuk diperlakukan seperti teman, yang katanya tidak akan selalu ada lagi untuk Zara. Yang katanya akan melupakan Zara. "Iya, gue inget. Gue nggak mungkin lupa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sedikit Kisah dari ZEL
Teen FictionKarena bersama belum tentu menjadi miliknya. Perempuan bernama Zara Anindira, mau tak mau harus menghadapi takdirnya. Dari kepindahannya ke SMK Bhayangkara sampai akhirnya Zara bertemu Ervin. Untuk yang kedua kalinya, Zara mencoba mendekati laki...