Twenty Six: Takdir yang Membuat Kita Bersama

0 1 0
                                    

Zara menghirup napas pelan melihat plang besar bertuliskan PT Food Makmur yang akan menjadi tempat PKLnya selama tiga bulan. Merasa gugup karena ini menjadi hari pertama.

Namun sentuhan di tangan kanan membuat Zara menoleh.

"Nggak akan ada apa-apa kok, semuanya pasti lancar."

Zara tersenyum tipis. Mengangguk. "Iya, Li," balasnya.

Liam tersenyum. Membuka dashboard mobil, mengambil satu kotak kecil berwarna hitam. Menyerahkannya pada Zara.

Zara mengernyit. "Apa?" tanyanya menerima kotak hitam yang Liam berikan. Polos, namun terlihat elegan dengan pita kecil berwarna biru sebagai pelengkap.

"Buka nanti aja," jawab Liam. Ia mengelus surai Zara. "Semangat hari pertamanya," lanjutnya.

Zara menyipitkan matanya. "Ih, Li, sumpah deh, gue masih nggak biasa sama elo yang selembut ini," ucapnya.

Liam mendengus. "Lo aneh deh, Ra. Kalo gue baik dikomen, kalo gue jail juga dikomen. Lo maunya apa sih?"

Zara tersenyum. "Iya-iya deh, sorry kalo gue komen mulu," balasnya. Ia lalu melepas seatbelt. "Udah ah, gue masuk dulu," lanjutnya.

Liam mengangguk. "Iya. Jangan deket-deket sama cowok itu."

Zara melirik Liam sinis. "Nggak percaya sama pacar sendiri, apa?" tanyanya.

Deg. Kan.

Liam menggeleng pelan. Kata sesederhana yang Zara ucapkan memberikan pengaruh besar pada Liam.

Zara menepuk lengan Liam. "Lo juga semangat hari pertamanya. Gue masuk dulu," ucapnya lalu mendorong pintu mobil Liam, ke luar.

Liam mengerjap pelan. Merasa aneh dengan hatinya. Rasanya kini moodnya benar-benar baik dikarenakan satu kata yang Zara ucapkan. Pacar.

...

Zara meletakkan tas gendongnya. Tak berisi banyak, hanya jurnal harian yang akan mulai ia isi.

PT buka setengah delapan. Kini baru pukul tujuh lima belas. Sekiranya masih ada waktu lima belas menit lagi menunggu PT buka.

Zara memang berangkat lebih awal. Sengaja, agar memberikan kesan baik pada karyawan dan pembimbing yang akan membimbingnya tiga bulan yang akan datang.

Meski begitu, Zara belum menjadi orang pertama yang datang. Pasalnya, kini yang duduk di sebelah Zara adalah Ervin. Tidak tahu sejak kapan Ervin di sana. Zara hanya ikut duduk di sofa depan PT, begitu ia melihat Ervin di sana.

Ervin diam saja.

Cowok itu sudah di sana lama sebelum Zara datang, dan Zara bisa tebak apa yang ia katakan benar.

Zara hanya mengikuti. Diam, menunggu karyawan atau pembimbing datang.

Namun raut wajah Ervin yang terlihat tak baik-baik saja membuat Zara melirik cowok itu.

Tiba-tiba saja peristiwa temu rekan melintasi kepala Zara. Saat itu Ervin juga sedang tidak baik-baik saja. Apa sekarang juga, pikirnya.

Zara kemudian menggeleng. Ia tak mau memikirkan itu. Ia sudah bertekad. Zara sudah menentukan apa-apa saja yang boleh dan tidak boleh ia lakukan. Zara harus menepati semua itu.

"Sama Liam?"

Pertanyaan itu membuat Zara menoleh. Merasa tak tahu kenapa Ervin menanyakan itu. "Kita udah bahas ini, 'kan?" Zara memberi jeda. Melihat satu karyawan mendekat membuatnya berdiri. "Cukup jalanin tugas masing-masing, tanpa ada pembicaraan atau apa," lanjut Zara, lalu mendekat karyawan itu.

Sedikit Kisah dari ZELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang