Helaan napas dalam terdengar, lagi untuk yang kesekian kalinya.
Oke.
Zara sudah beralih dari ruang tamu ke kamar.
Belum mandi dan masih dengan pakaian sama, kemeja putih dan rok abu-abu yang kini sudah lusuh.
Duduk setengah menyender, sembari mencoba fokus pada film horor --yang tak pernah Zara sukai, yang menakutkan, yang menyeramkan, yang selalu Zara hindari. Namun, bagaimana bisa kali ini film itu terasa tidak ada takut-takutnya.
Atau mungkin, Zara hanya tak bisa mengalihkan fokusnya. Bahkan berkali-kali teriakan Devi pun tak membuat pikiran Zara lepas.
Devi belum pulang.
Alasannya? Sederhana.
Karena Mba Naura dan Papa belum pulang meski sudah menunjukkan pukul delapan malam.
"Ya gue mau nemenin lo dulu, sampe Mba Naura atau bokap lo pulang."
Ya. Itu yang Devi ucapkan.
Zara tidak masalah, tentu saja. Ia suka. Jadi tak sendiri di rumah, tak terasa sunyi. Namun, berisiknya Devi ataupun film horor yang masih terputar tak membuat fokus Zara teralihkan.
Masih saja memikirkan apa yang harus dilakukan. Apa yang akan terjadi, siapa yang akan tersakiti.
Iya. Devi sudah mendengar semuanya. Semuanya. Tentang Ervin, tentang Papa. Temannya itu bilang akan membantu. Namun, sampai sekarang belum ada hasil apa-apa. Ini Zara jadi curiga. "Dev," panggilnya.
Devi yang masih fokus pada laptop hanya berdeham. "Hm?"
Zara berdecak. "Lo udah nemu solusinya belum sih?" Ia menghela napas panjang. "Gue belum bisa tenang ini," keluhnya.
Devi mengangguk. "Udah kok," balasnya.
"Hah?" Zara mengernyit tak paham. Kapan? Sedari tadi Devi diam saja seperti ini tak ada yang berbeda. "Apa, Dev? Dari tadi gue liat lo biasa-biasa aja."
Devi melirik jam di pojok laptop. "Harusnya sih, bentar lagi," ucapnya.
Lagi, Zara mengernyit. "Apa sih? Bentar lagi apa?"
Devi tak menjawab. Ia malah bangun dari tidurannya, mulai memunguti bungkus snack yang berserakan di lantai.
"Heh, Dev." Zara tambah tak paham melihat pergerakan Devi. "Lo tuh kenapa sih? Kok malah beberes gitu?"
Devi mengangguk. Masih dengan memungut bungkus snack, ia mengeluarkan suara. "Ya biar kamar lo bersih lah," jawabnya.
"Ya, ya. Pasti." Zara menghela napas kesal dengan balasan Devi. "Maksud gue, bahkan filmnya belum selese lo udah beberes gitu lho. Biasanya juga selesein filmnya dulu, baru nanti lo ada niatan bangun."
Merasa tak lagi melihat bungkus makanan, Devi mengikat pastik hitam berukuran sedang di tangannya. Meletakkan plastik itu ke tempat sampah. "Ya karena ide gue bentar lagi nyampe." Ia lalu mengambil tas. "Yaudah. Gue pulang dulu, ya," lanjutnya.
"Eh, eh." Zara mencekal tangan Devi. Mencegah temannya itu pergi. "Ide apa, Deviii? Jelasin dong. Gue nggak paham sumpah!"
Devi sudah membuka mulut. Namun, ketukan yang tiba-tiba terdengar membuatnya tak jadi berbicara. "Lo denger itu?"
Zara menajamkan pendengarannya. Ketukan acak itu kembali terdengar. "Iya, gue denger." Kembali diam, mencari dari mana sumber suara itu. Sampai akhirnya ia menghadap jendela. "Dari jendela bukan, sih?"
"Ck. Masa lewat jendela sih." Devi menghela napas. "Kan udah dibilangin nggak ada siapa-siapa," gerutu Devi, memelankan suaranya.
"Apa, Dev?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sedikit Kisah dari ZEL
Teen FictionKarena bersama belum tentu menjadi miliknya. Perempuan bernama Zara Anindira, mau tak mau harus menghadapi takdirnya. Dari kepindahannya ke SMK Bhayangkara sampai akhirnya Zara bertemu Ervin. Untuk yang kedua kalinya, Zara mencoba mendekati laki...