Zara melirik jam di komputer pojok kanan bawah. Sudah pukul empat ternyata.
Zara lalu meluruskan pandangan pada laki-laki yang duduk di kursi seberang. Sepertinya masih sibuk dengan semua kertas-kertas di meja.
Zara beralih mengambil satu persatu alat tulisnya. Merapikan, sampai yang terakhir Zara lakukan adalah mematikan komputer.
Dan sampai hal terakhir yang Zara lakukan itu pun, ternyata Ervin belum menunjukkan tanda-tanda akan pulang.
Zara mengambil jaket hitam miliknya yang tersampir pada kursi. Tak memakai, Zara menyampirkan jaket itu ke tangan kirinya.
Memastikan tak ada yang tertinggal, Zara berdiri.
Akan pulang.
Sebelum itu, Zara mendekat ke meja Ervin. "Lo belum mau pulang?"
Tanpa mendongak Ervin menggeleng. "Thirty minutes again, maybe."
Zara mendengus. "Itu tuh. That's what makes your body hurt, if you don't know," ucapnya.
Ervin mendongak. Ia menarik satu sudut bibirnya. "Lo cerewet."
Zara terpaku. Namun, tak berselang lama ia menggeleng. "E-enggak, kok. Biasa aja."
"Shut up first," ucap Ervin lalu berdiri. Ia maju tiga langkah mendekati Zara.
Sementara itu Zara mundur satu langkah, melihat Ervin yang 'terlalu' dekat dengan dirinya. Hidung keduanya hampir bertubrukan kalau saja Zara tak mundur.
Ervin tersenyum simpul. Ia menatap mata Zara. "Iya, lo cerewet," ucapnya menyentuh pangkal hidung Zara dengan jari telunjuknya.
Zara mendengus. "Don't do that," tolaknya tak suka bila Ervin tiba-tiba melakukan kontak fisik. Zara hanya tak terbiasa dengan kontak fisik.
Ervin tersenyum. Ia mengangguk pelan. "Iya-iya, nggak lagi." Ervin menghirup napas. "Tapi, Ra. I can manage and handle myself. Lo nggak perlu terlalu care sama gue," lanjutnya.
Zara mengernyit. "Kenapa? I just said what I had to say. Nothing more," tanyanya.
Ervin menghela napas. Tangannya menelisir menyentuh rambut Zara. "Cause you already have someone," ucap Ervin. Ia menarik ikat rambut --gelang hitamnya-- yang masih mengikat rambut Zara. Merapikan rambut tergerai Zara yang sedikit berantakan.
Zara menunduk. Tangannya memilin rok hitam yang ia kenakan. Right. I have Liam now, batinnya.
"Sorry." Lagi dan lagi, itu bukan sebuah permintaan maaf, melainkan izin agar Zara tak kaget dengan skin touch yang Ervin lakukan.
Ervin mengelus pundak Zara. "And you know what?"
Zara mendongak. Dengan polosnya Zara menggeleng.
"If you dont like me, please dont do something help or worried about me," jelas Ervin.
Zara mengernyit. "Why? I just helping people who need help. Not more," tanyanya.
"I am boy and you're girl, if you forget." Ervin melepaskan tangannya dari pundak Zara.
Zara terpaku. Ia mundur satu langkah.
"Selama ini gue berusaha nahan diri gue. Tapi jangan salahin gue kalau gue nggak bisa nahan diri lagi karena lo yang terlalu care sama gue."
Zara menghela napas mendengar penuturan Ervin. Benar-benar tak pernah terpikir dengan apa yang Ervin rasakan.
Ervin masih menatap Zara. Kali ini ia mengatakan sebenarnya.
Deringan ponsel di atas meja membuat fokus keduanya teralihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sedikit Kisah dari ZEL
Teen FictionKarena bersama belum tentu menjadi miliknya. Perempuan bernama Zara Anindira, mau tak mau harus menghadapi takdirnya. Dari kepindahannya ke SMK Bhayangkara sampai akhirnya Zara bertemu Ervin. Untuk yang kedua kalinya, Zara mencoba mendekati laki...