Fourthy Eight: Bhayangkara Mini Konser

1 0 0
                                    

Waktu berlalu begitu cepat. Berjalan, hingga tak terasa ulangan akhir semester sudah berakhir.

Hari-hari memusingkan itu selesai sejak tiga hari yang lalu. Kini berada pada masa-masa tenang, tak lagi berpusing ria dengan pelajaran.

Artinya, tinggal hitungan hari akan selesai. Kelas sebelas segera selesai.

Zara menghirup napas rakus. Ia lalu mengambil soda yang baru saja ia beli di stand pinggir lapangan, meneguk minuman itu.

Mini konser yang diadakan Bhayangkara sejak dua hari lalu masih berlanjut. Hari ini menjadi terakhir sekaligus menjadi hari puncak. Entah kenapa Zara merasa hari ini menjadi begitu 'chaos'. Salah satunya karena menjadi hari puncak, pasti. Atau mungkin, sejak kemarin sudah se-chaos ini, hanya saja Zara yang tak pernah berminat merapat.

Ini saja Zara ditarik Devi. Kalau tidak dipaksa, mungkin kini Zara berada di kelas. Malas-malasan.

Menyeka keringat di sekitar dahi, gerah.

Banyak yang datang karena Bhayangkara menerima semua orang, bukan siswa Bhayangkara sekalipun. Namun, tetap kebanyakan adalah siswa Bhayangkara. Yang termasuk 'orang lain' juga tidak jauh dari keluarga atau sahabat.

Matahari terik membuat suasana semakin panas. Apalagi nyanyian energik dan suara sound system yang keras.

Zara heran pada orang-orang yang masih menetap di sekitaran panggung. Apa mereka-mereka tidak ada rasa lelah?

Zara saja yang melihat dari jauh sudah merasakan bagaimana sesak dan gerah di sana.

Mengipasi wajah dengan tangan, menyesal tak membawa topi atau ikat rambut.

Rasanya panas sekali.

Sepertinya kembali ke gerombolan manusia di sana adalah pilihan buruk.

Zara baru saja kembali dari kumpulan manusia itu. Merasakan euforia saat berada di sana. Rasanya semua beban menghilang. Rasanya menyenangkan. Hanya saja, Zara terlalu cepat lelah hingga memilih menjauh dan duduk di tepi lapangan.

"Ra."

Zara menoleh pada Devi yang duduk di sebelahnya. "Hm, kenapa?"

"Ke depan panggung lagi yuk."

Mata Zara melebar. "Eh, nggak ah. Sumpah. Capek gue," tolaknya menggeleng cepat. Belum puas ia menghirup napas lega di sini. Masa iya harus kembali lagi ke sana? No. Tidak. Terima kasih.

Devi mengerucutkan bibirnya. "Ih, lo mah. Sebelum kita kelas duabelas lho ini. Nanti kita pasti sibuk ujian. Seneng-seneng nikmatin--"

"Gue capek, Deviii ...." Zara menggeleng. "Lo aja sana. Lagian gue mau cari Ersha dulu."

Begitu mendengar Ersha, Devi sontak mengangguk. "Ooh. Yaudah." Ia lalu berdiri. "Gue ke depan panggung lagi ya, Ra ...,"

Zara mengangguk saja. Matanya lalu memperhatikan Devi yang menjauh, kembali ke depan panggung. Berdecak, bisa-bisanya Devi kembali ke sana.

Menggidikkan pundak tak peduli, Zara lalu berdiri. Melangkahkan kaki menuju gedung akuntansi. Ia akan mencari Ersha.

Kenapa ke gedung akuntansi? Karena pasti Ersha bersama Ervin.

Dan Ervin pasti tidak akan jauh dari gedung akuntansi.

Tanpa menghentikan langkah Zara mengambil ponsel dari saku kemejanya. Untung saja ia memakai kemeja crop berbahan satin sehingga tidak menambah gerah.

Mencari nomor Ervin, Zara langsung menelfon cowok itu.

Menyelipkan anak rambut ke belakang telinga, menempelkan ponselnya ke telinga.

Sedikit Kisah dari ZELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang