Fourthy Two: You Believe In Me, Right?

0 0 0
                                    

Zara kalut.

Ending dari film yang tadi ia tonton adalah happy ending. Tetapi, happy ending untuk Angkasa dan Agatha. Bukan dengan Jingga.

Dan Zara semakin kalut dengan ending itu.

Sehingga, air matanya meleleh, di setiap jalan.

Zara menangis, di mobil Liam.

Menggigit bibir bagian bawahnya menahan isakan, Zara benci saat banyak hal-hal buruk satu persatu masuk kepalanya.

Apa Ervin dan Agatha memang ada hubungan?

Apa ending Ervin dan Agatha akan sama seperti film yang Zara saksikan?

Happy ending?

"Calm down, Ra, bentar lagi sampe."

Liam mengelus tangan Zara. Masih. Karena selama perjalanan Liam hanya menggunakan tangan kanannya untuk menyetir. Sementara tangan kirinya mengelus tangan Zara, menenangkan cewek yang sejak tadi belum bisa menghentikan tangisnya.

Namun, perbuatan Liam itu tak cukup membuat Zara tenang. Ia masih memikirkan Ervin. Ia masih saja menatap bangunan-bangunan yang terlewati dengan tangis yang tak kunjung berhenti.

Zara ... takut.

Ia takut Ervin seperti Angkasa.

Ia takut ... Ervin memilih Agatha dan meninggalkan Zara.

Terlebih, Zara dan Ervin tak ada hubungan lebih dari teman. Karena tak ada komitmen yang Ervin ucapkan.

"Ra ....,"

Zara tak mau. Zara tak bisa membayangkan apa yang terjadi selanjutnya jika rumor Ervin itu benar.

"Zara ....,"

Zara terlonjak kaget saat Liam menepuk lengannya. Ia sontak menghadap Liam.

"Udah sampe," ucap Liam.

Mata Zara melebar. Matanya lalu memendar, sampai akhirnya menemukan rumah Ervin.

"Gue perlu nunggu di sini atau ...?"

Zara menggeleng. "Nggak usah. Lo pulang aja," ucapnya. Ia lalu melepas seatbelt. "Makasih, Liam," ucapnya tulus.

Liam mengangguk. "Iya." Ia lalu menyeka jejak air mata di pipi Zara. "Jangan nangis lagi," ucapnya.

Zara mengangguk pelan. "Gue keluar," ucapnya.

"Iya," balas Liam.

Lalu Liam memperhatikan Zara yang melangkahkan kaki menuju rumah Ervin.

Menghela napas, Liam menyalakan mesin mobilnya kembali. Ia benar-benar pergi.

Karena Liam juga sudah lelah.

Meninggalkan Zara.

Meninggalkan Zara yang semakin gugup saat langkah kakinya semakin dekat dengan pintu rumah Ervin.

Zara menghirup napas dalam. Ia lalu mengetuk pintu.

Dua kali mengetuk tetapi tak kunjung di buka membuat pundak Zara merendah.

Memang dari awal seharusnya ia tak mencari Ervin ke sini.

Karena sudah pasti Ervin masih di Jakarta.

Zara menghela napas. Ia menyeka air mata yang entah sejak kapan kembali turun. Atau sebenarnya, tangis Zara belum berhenti sejak tadi.

Zara lelah.

Akhirnya Zara terduduk. Terisak, di depan rumah Ervin. Menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangan.

Zara merasa kehilangan arah. Ia takut. Ia kalut.

Sedikit Kisah dari ZELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang