Twenty Three: Kegiatan Baru, PKL

0 1 0
                                    


Mohon dimaafkan bila ada persamaan nama tempat, karena itu hanya kebetulan dan fiktif.

...

Ervin mengepalkan tangan kuat-kuat merasakan perutnya yang semakin perih. Buku jarinya sampai memutih.

Sudah ketiga kalinya ia merasakan ini. Tadi pagi Ervin tidak sarapan. Semalam pun ia hanya memakan satu slice roti tawar.

Ervin sering tidak sarapan. Bahkan mungkin tidak pernah. Karena Ervin tak mau terlalu lama di rumah. Di rumah ia sendiri. Nantinya hanya akan memikirkan Ersha.

Ditambah kapan saja Rai atau Nisa mengirim pesan kondisi Ersha.

Paling sering itu ayah Ervin --Rai. Dari Rai atau Nisa, Ervin lebih sering dikirim pesan oleh ayahnya.

Ibunya terlalu sibuk menjaga Ersha, pikir Ervin.

Seperti tadi pagi sebelum ia berangkat.

Rai mengirim Ervin pesan. Yang intinya berisi kondisi Ersha menurun.

Dan itu menambah alasan Ervin tak selera mengambil sarapannya.

Ia merasa tak pantas mendapat semuanya di atas Ersha --kembarannya yang sampai saat ini masih berjuang.

Getaran pada saku celana membuat Ervin merogoh sakunya. Mengambil ponsel.

Nama Yudha tampak di layar.

Ervin menekan pesan yang Yudha kirim.

Udah sampai mana lo? Jangan lama-lama, udah mau mulai.

Ervin menyimpan kembali ponselnya.

Bergegas menuju aula, sebelum acara dimulai. Hari ini pengumuman di mana tempat Praktik Kerja Lapangan dilakukan. Ervin harus tiba tepat waktu.

Langkah kakinya memelan melihat bangunan besar di hadapannya. Ervin berjalan masuk. Mengedarkan pandangan, mencari bangku yang masih kosong.

Namun, gerakan itu membuatnya dapat melihat Yudha yang sudah duduk di bangku baris belakang. Enak sekali temannya itu dapat bangku belakang.

Ervin melangkahkan kaki mendekati Yudha. "Nggak ada bangku lagi?"

Yudha menggeleng. "Enggak. Gue tadi udah nyisain satu buat lo. Lo sih kelamaan, udah direbut yang lain," ucap Yudha.

Ervin mengangguk. Matanya menelusur ke bangku bagian depan. Tinggal bangku depan saja yang masih kosong. "Gue di depan."

Yudha mengangguk. Namun ia mengernyit memperhatikan wajah Ervin yang pucat walaupun hanya sekilas. "Lo nggak sarapan lagi ya?" tanyanya.

Ervin mengangguk. "Iya. Udah, gue ke depan dulu," jawab Ervin.

"Ck. Vin, Vin. Lo kalo dibilangin ngeyel banget. Kalo asam lambung lo kambuh gimana?"

Ervin menggeleng. "Enggak akan," ucapnya. Ia lalu melangkahkan kaki menuju bangku bagian depan mengingat acara akan segera dimulai.

Melihat Ervin yang berjalan menjauh membuat Yudha hanya bisa berharap cemas temannya itu benar baik-baik saja. Semoga saja asam lambung Ervin benar-benar tak akan kambuh.

Lagian jadi orang diberi nasehat yang baik tidak dilakukan. Sudah tahu punya asam lambung, tapi saja melewatkan makan. Yudha menggeleng heran. "Dasar kepala batu," desisnya pelan.

Yudha khawatir pada Ervin?

Jawabannya setengah-setengah.

Yang setengah Yudha khawatir karena Ervin terlalu menyepelekan makan sampai-sampai kini ada asam lambung, dan yang lainnya Yudha kesal karena setiap ucapannya tak digubris.

Sedikit Kisah dari ZELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang