Pagi hari, Zara kembali menjalani rutinitasnya. Bangun pagi, mandi, berangkat ke PT.
Namun, bedanya tadi pagi Zara telat bangun. Buru-buru dan pada akhirnya melewatkan sarapan.
Dan satu lagi. Semalam Liam memberi tahu tidak bisa menjemput. Akhirnya, Zara harus berlari dari rumah ke halte, mengejar bus.
Ia memilih bus sebagai kendaraan berangkatnya. Zara tak bisa mencari taksi yang belum pasti ada. Kalaupun ada, Zara harus menunggu. Begitu juga dengan taksi online. Apalagi Zara bukan orang yang sering mengunakan taksi atau ojek online sebagai kendaraan pulang pergi.
Memilih berlari mengejar bus, yang biasanya Zara gunakan untuk berangkat sekolah.
Mengangkat tangan kiri, Zara melihat jam yang melingkar di sana. Menghela napas begitu melihat jarum panjang sudah berada di angka empat. Tak ada banyak waktu yang tersisa.
Tapi Zara tidak bodoh kalau kekhawatiran terlambat memberikan pengaruh. Toh, Zara tak bisa melakukan apa-apa selain duduk diam di bus sambil berdoa semoga saja waktu berjalan lambat.
Meski sedang sedikit kacau dan gugup, Zara memilih menenangkan diri dengan mengambil satu susu kotak berperisa sroberi dari tasnya.
Meski dengan berlari, tadi pagi ia sempat mengambil minuman itu dari kulkas.
Meneguk minuman itu, menjadi makan paginya.
Zara tak sempat mengambil yang lain ;roti, misalnya. Ia sudah dikejar waktu.
Ditambah tadi pagi kakaknya sudah tidak ada. Hanya ada paper note yang intinya memberi tahu kalau Naura ada kelas pagi, dan ucapan maaf karena tidak membuat sarapan.
Lengkap sudah. Zara tidak ada kakaknya yang setiap harinya akan mengambilkan roti atau makanan apa pun untuk sarapan.
Bus yang terhenti membuat Zara cepat-cepat meneguk habis susu stroberinya. Setelah habis, ia berdiri. Melangkahkan kaki ke luar bus.
Lagi, Zara mengangkat tangan kirinya. Berdecak, mengetahui jarum panjang sudah melewati angka enam.
"Ck. Gue telat, nih."
Zara melebarkan langkah kakinya. Berjalan cepat, segera menuju lobby walaupun sudah tahu dirinya terlambat.
"Zara."
Zara sontak menghentikan langkah kakinya begitu mendengar suara itu. Urung menekan tombol lift, berniat akan menuju ruangannya.
Memejamkan mata, Zara tahu betul siapa yang memanggilnya.
"Baru dateng kamu?"
Menghela napas, Zara berbalik. Melihat Ibu Pembimbing yang menatap Zara tajam.
Zara tersenyum kecil. "Maaf, Bu."
Terdengar dengusan dari pihak kedua. "Maaf?"
Zara mendongak. Memberanikan diri menatap pembimbingnya. Zara lalu mengangguk.
"Nggak butuh!"
Zara memejamkan matanya kuat. Baru kali ini ia mendapat bentakan dari pembimbingnya. Ternyata lebih buruk dari bayangannya.
"Saya salah," ucap Zara. Menunduk, tak ada lagi keberanian untuk menatap mata pembimbingnya.
"Sana ke ruangan kamu."
Zara mengangguk. "Iya, Bu, permisi," ucapnya hendak menekan tombol lift.
"Jangan lift."
Namun, tangan Zara terhenti di udara setelah mendengar dua kata itu. Ia menoleh pada pembimbingnya, mengernyit. "Maaf?" tanyanya, meminta penjelasan ulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sedikit Kisah dari ZEL
Teen FictionKarena bersama belum tentu menjadi miliknya. Perempuan bernama Zara Anindira, mau tak mau harus menghadapi takdirnya. Dari kepindahannya ke SMK Bhayangkara sampai akhirnya Zara bertemu Ervin. Untuk yang kedua kalinya, Zara mencoba mendekati laki...