Twelve: Lukanya Melebar

0 1 0
                                    

Zara menyentuh kasa yang menutup luka di keningnya. Menghela napas mengingat peristiwa kemarin sore.

Bukannya menghindar melihat bola basket menuju padanya tapi malah memperhatikan laki-laki di tengah lapangan.

Zara mengambil guling. Menaruh di sampingnya.

Ingin tidur tapi matanya tak juga menutup. Pikirannya masih saja berisi peristiwa kemarin.

Ervin berteriak.

Apa Ervin meluapkan amarahnya pada pantulan bola yang mengenai keningnya?

Kalau iya, kenapa?

Tok. Tok. Tok.

Ketukan pintu membuat pikiran Zara buyar. Ia menoleh ke pintu kamarnya. "Mba Naura?" tanyanya memastikan siapa yang mengetuk pintu.

"Iyaa."

Balasan itu terdengar bersamaan dengan pintu yang terbuka.

Naura duduk di kasur Zara. Menyentuh kening adiknya. "Masih pusing?"

Zara menggeleng. "Udah mendingan kok, Mba."

Naura mengangguk. "Syukur deh kalau udah mendingan," balasnya.

"Mba ngga berangkat ngampus?"

Naura menggeleng.

"Kalau Mba mau ke kampus berangkat aja. Zara sendiri nggak papa kok," ucap Zara.

Naura menghela napas. Hari ini ia sebenarnya ada kelas siang. "Nggak papa?"

Zara mengangguk. "Iya, Mba. Tenang aja. Paling Zara juga seharian tidur," jawabnya.

Naura mengelus rambut Zara. "Kalo gitu Mba berangkat ngampus ya? Kamu jangan kemana-mana. Istirahat." 

Zara mengangguk.

Naura tersenyum tipis. "Yaudah, Mba ganti baju dulu," ucapnya berdiri.

"Iya," balas Zara.

Naura berdiri. Ia melangkahkan kaki keluar dari kamar Zara.

Sementara itu Zara menenggelamkan wajahnya ke guling. Mencoba tidur. Kepalanya masih sedikit pusing. Namun sudah tidak sepusing kemarin. Mungkin kalau tidur akan hilang.

Napas Zara teratur. Ia juga hanya mendengar detak jarum jam dari jam weker di ata meja. Posisinya juga nyaman.

"Ck."

Zara menyingingkirkan guling di sampingnya. Ternyata bukan suasananya yang salah. Tapi pikirannya yang masih saja terbang kemana-mana.

"Tidur doang susah banget sih."

Zara menghela napas. Kesal sendiri dari tadi berusaha tidur tidak bisa juga.

Perut yang berbunyi membuat Zara berdecak.

"Ck. Kali ini apa lagi? Laper? Aish. Gue lemes ke luar kamar."

Keluhan Zara dibarengi dengan gerakan tangan yang menyingkap selimutnya. Tidak mau berjalan ke luar kamar sebenarnya. Kakinya terasa masih lemas. Kepalanya juga masih pusing. Namun perutnya minta diisi. Sadar juga ternyata tadi siang ia makan sedikit.

Menuju dapur, Zara berpegangan pada benda-benda yang ia lewati. Mengatur napasnya merasa jarak kamarnya dan dapur menjadi jauh. Ia diam sebentar menyender pada dinding.

Merasa lebih baik, Zara melangkahkan kaki menuju lemari di pojok dapur. Membukanya.

Tumpukan mi instan, telur, dan tiga sachet minuman sereal. Hanya itu. Tidak ada roti atau pengganjal perut lainnya.

Sedikit Kisah dari ZELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang